Hubungan Dakwah dan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi
      Untuk memahami dan menjelaskan hubungan antara fenomena dakwah dan masyarakat dalam perspektif sosiologi perlu dikemukakan tiga teori besar sosiologi, yakni structural fungsional, interaksionisme simbolik, dan teoripertukaran ketiga teorimasing-masing memiliki tiga paradigm yang snagat popular, seperti dikemukakan George Ritzer.Â
Ketiga teori itu adalah teori fungsionalisme yang berada dalam paradigm fakta sosial. Teori interaksionisme simbolik yang berada dalam paradigma definisi sosial dan teori pertukaran sosial dalam paradigm perilaku sosial.
A. Â Â Perspektif Fungsionalisme structural
            Teori fungsionalisme structural adalah suatu teori sosiologi yang terhimpun dalam paradigma fakta sosial. Tokoh utama paradigma fakta sosial adalah Emile Durkhelm dua karya terkenalnya adalah The Rules of Sosiological Method(1895) dan Suicide(1897) yang merupakan model dari paradigm ini.
Baca juga : Implementasi Sosiologi Lingkungan pada Bulkstore
   Fakta sosial itu terdiri dari struktur sosial dan pranata -- pranata sosial. Struktur sosial menggambarkan jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisasi. Sementara itunorma -- norma sosial serta pola -- pola nilai sosial dalam masyarakat dikenal sebagai pranata -- pranata sosial.Â
Fakta sosial dapat terwujud berupa kelompok, system sosial, posisi sosial, peranan - peranan sosial, norma -- norma, nilai -- nilai, adat istiadat, keluarga, Â pemerintahan dan lain sebagainya.Â
Fakta sosial itu mengandung ciri --ciri utama, yakni bersifat umum(general), eksternal dan memaksa(coercion). Maksud bersifat umum adalah keberlakuannya tidak hanya untuk perorangan melainkan berlaku umum untuk komunitas.Â
Bersifat memaksa(coercive)adalah memaksa setiap orang untuk member arti seperti kesepakatan seluruh komunitas pengguna bahasa itu dan tidak boleh member arti sendiri-sendiri. Sedangkan bersifat eksternal adalah eksistensinya berada diluar eksistensi individu.
Baca juga : Dinamika Sosial-Budaya Perspektif Sosiologi Pendidikan
Horton dan Hunt dalam sosiologi menjelaskan bahwa perspektif fungsionalisme structural itu memiliki sejumlah asumsi yang digunakan untuk memahami masyarakat. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut :
- Corak perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat.
Pola-pola prilaku timbul untuk memahami kebutuhan dan hilang apabila kebutuhan berubah.
Perubahan sosial dapat mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun setelah itu akan terjadi keseimbangan baru.
Nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau difungsional pada saat dan tempat yang berbeda.
Para fungsionalis mengajikan pertanyaan, misalnya bagaimana nilai praktek, nilai lembaga ini membantu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bagaimana hal tersebut bersesuaian dengan praktek serta lembaga yang diusulkan akan bermanfaat bagi masyarakat. Â
B. Â Â Teori Interaksionisme Simbolik
         Teori interaksionalisme simbolik adalah salah satu teori yang termasuk dalam paradigm definisi sosial. Tokoh paradigma ini adalah Max Weber dimana karya-karyanya, terutama The Strukture of Social Action menjadi model paradigma ini.Â
Weber dengan definisi sosialnya lebih menekankan perhatiannya pada proses pendefinisian realitas sosial, dan bagaimana orang mendefinisikan situasi, baik secara intrasubjektif sehingga melahirkan tindakan-tindakan tertentu sebagai akibatnya.
Teori interaksionisme simbolik yang merupakan tindakan manusia dalam menjalin interaksinya dengan sesama anggota masyarakat.Â
Penjelasan-penjelasan teoritik itu selalu asumsi itu dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Â Â Â Makhluk manusia bertindak kea rah berbagai hal atas dasar makna yang dimiliki hal-hal itu bagi mereka.
2. Â Â Â Makna hal-hal tersebut muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan kawannya.
3. Â Â Â Makna hal-hal itu diambil dan dimodifikasi melalui sebuah proses interpretative yang digunakan perorangan dalam hubungannya dengan hal-hal yang dihadapinya.
Baca juga : Permasalahan Pembelajaran Daring di Era Pandemi dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan
Helbert Blumer mengatakan ada tiga prinsip utama asumsi atau premis interaksionisme simbolik yaitu :
- Manusia bertindak terhadap suatu benda, kejadian atau fenomena tertentu atas dasar makna yang dimiliki benda, kejadian atau fenomena itu bagi mereka.
Makna suatu benda, kejadian atau fenomena muncul sebagai hasil interaksi sosial manusia satu dengan yang lainnya.
Makna suatu benda, kejadian atau fenomena tidak melekat pada benda, kejadian atau fenomena itu sendiri, melainkan tergantung pada orang-orang yang terlibat dalam interaksi itu dan makna itu dimodifikasi dalam proses interpretasi yang digunakan oleh seseorang untk menghadapi benda, kejadian atau fenomena baru lainnya.
Perspektif ini berpendapat bahwa manusia itu merupakan makhluk kreatif dan dapat menerjemahkan symbol-simbol yang diterimanya. Anggota masyarakat dapat memberi makna yang berbeda-beda ketika mendengarkan dakwah seseorang.
C. Â Â Teori Pertukaran
   Teori pertukaran (Exchange Theory) merupakan salah satu teori sosiologi yang bernaung dibawah paradigma perilaku sosial. Tokoh paradigma perilaku sosial adalah B.F. Skinner dengan karya tulis untuk menuangkan teorinya itu Beyond Freedom And Dignity.
Teori pertukaran sosial ini tampak sangat menekankan pertimbangan untung rugi bagi interaksi sosial antara seseorang dengan orang lain dalam masyarakat.
Asumsi-asumsi yang mendasari teori perilaku sosial adalah sebagai berikut :
Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimal tetapi mereka selalu ingin mendapatkan keuntungan dari interaksi dengan orang lain.
Manusia tidak bertindak secara rasioanal sepenuhnya tetapi dalam setiap interaksinya dengan manusia cenderung berpikir untung rugi.
Meski tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai alasan untuk mengembangkan alternative, tetapi manusia setidaknya memiliki informasi, meski terbatas yang dapat dipakai untuk mengembangkan alternative guna memperhitungkan untung rugi yang mungkin timbul.
Manusia selalu berada dalam keterbatasan namunmereka tetap berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan manusia lain.
Meski manusia selalu berupaya untuk mendapat keuntungan dari hasil interaksinya dengan manusia lain. Tetapi mereka dibatasi oleh sumber daya yang tersedia.
Manusia berusaha mendapatkan hasil dalam bentuk materi, namun mereka juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non materi, misalnya emosi perasaan, suka dan sentimental.
Para tokoh teoritis pertukaran sosial menyatakan bahwa ada lima bentuk dasar dari perilaku sosial yang dapat dirumuskan dalam bentuk proposisi sebagai berikut :
Proposisi pertama, disebut dengan psoposisi sukses.Â
Yang mengungkapkan bahwa semakin sering suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang itu mendatangkan ganjaran atau tanggapan positif dari orang lain maka makin besar kemungkinan tindakan yang serupa akan dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
Proposisi kedua, adalah proposisi stimulus yang mengandung pengertian bahwa jika suatu stimulus (dapat berupa kejadian)tertentu telah merupakan kondisi yang dapat mendatangkan ganjara atau tanggapan yang positif dari pihak lain.Â
Maka semakin besar kemungkinan seseorang akan melakukan tindakan seperti yang pernah dilakukan ketika menghadapi stimulus yang serupa dengan yang sedang dia dihadapi sekarang.
Proposisi ketiga atau proposisi nilai, proposisi ini merupakan kombinasi dari psoposisi sebelumnya dan disebut juga dengan proposisi rasional.Â
Makna yang terkandung  dari proposisi rasionalitas adalah semakin bernilai bagi seseorang tindakan yang pernah dia lakukan maka akan semakin besar kemungkinan akan diulanginya kembali tindakan-tindakan serupa agar mendatangkan nilai yang berarti pula bagi dirinya.
Proposisi keempat adalah proposisi deprivasi-satrasi yang memiliki makna bahwa semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa bagi tindakan yang dilakukannya. Maka semakin kurang bermakna ganjaran-ganjaran yang diterima berikutnya.
Proposisi kelima adalah proposisi persetujuan-perlawanan. Proposisi ini mengandung makna, pertama, jika tindakan seseorang tidak mendapatkan ganjaran sebagaimana yang diharapkan, atau sebaliknya yaitu memperoleh hukuman yang tidak dia harapkan, maka dia akan marah, melawan atau pun melakukan tindakan-tindakan agresif lainnya.Â
Akibat yang timbul dari tindakan amarah tadi, justru dianggap lebih berharga / lebih bernilai baginya.Â
Makna kedua dari proposisi ini adalah jika tindakan seseorang mendatangkan ganjaran seperti yang ia harapkan atau bahkan lebih besar atau tidak mendatangkan hukuman sebagaimana yang ia duga dan harapan, maka ia akan merasa senang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H