Jakarta, Jumat (24/11) STAI Sadra bersama Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam telah melaksanakan acara ekspresi buku Imajinasi Islam (pikiran-pikiran yang membentuk masa depan), hasil tulisan para cendekiawan indonesia yang dihadiahkan kepada Prof. Komaruddin Hidayat atas peringatan usia ke-70 tahun, Â pada rangkaian acara dipandu oleh Ir. Ahmad Jubaeli, M.Pd.
Prof. Hossein Mottaghi "Menurut Pengamatan saya budaya dan pemikiran di masyarakat Indonesia lebih maju dari tempat lainnya walaupun masih diklaim sebagai negara berkembang. beberapa alasanya adalah; pertama hubungan baik dan erat antara masyarakat dengan pemikir dan ilmuwan begitu pula sebaliknya.Â
Para pemikir dan ilmuwan memahami apa yang terjadi di masyarakat mencari solusi untuk menyelesaikan masalah disebabkan dedikasi dan kecintaan mereka kepada masyarakat yang hidup bersamanya. Kedua ada sebagian Ilmuwan memiliki konsentrasi pemikiran yang sangat sempit namun sebagian lain memiliki pandangan luas lintas bangsa, budaya, dan negara yang tidak hanya terbatas pada masyarakat indonesia saja tapi lebih luas", ujarnya dalam sambutan.
Prof. Komaruddin Hidayat selaku keynote speaker "Semua orang berangkat dari bacaannya bisa buku yang tertulis (mushaf) bisa juga buku yang terbentang di alam semesta ini ayat-ayat Allah itu ada yang itatiyah, ayat kauniyah, ayat ijtimaiyah (sosiologi), dan sains tanda atau ayat-ayat Allah tidak cukup membaca Al-Qur'an, bahkan Al-Qur'an memaksudkan untuk membaca alam semesta "Afal yanurna ilal-ibili kaifa khuliqat", "wa ilas-sam`i kaifa rufi'at", dan ayat-ayat nafsiah seperti "Wa fii anfusikum afalaa tubsiruun".
Kita tidak bisa keluar dari ilmu Allah ibarat ikan yang tidak bisa keluar dari air kita dituntut memahami tanda-tanda (Signs), agar mengetahui dalil wa madlul, jejak-jejak Tuhan kita pahami dengan tanda-tandanya tetapi yang ingin dituju ialah Allah, nalar tidak mampu menjangkau-Nya, tetapi dengan menggunakan pendekatan Aqli (akal) menyebabkan Islam tidak berbenturan antara iman, nalar, agama, dan sains karena saling menafsirkan satu sama lain.Â
Salah kekayaan Islam ialah warisan textual culture dan knowledge information, Al-Qur'an menunjukkan bahwa kita merupakan seeker of wisdom. Semua realitas berasal dari realitas Al-Khoyal (imajinasi). pikiran adalah pangkal segala perbuatan (innama al-afkar ummahatul af'al). Tidak ada kitab suci yang melahirkan banyak buku kecuali Al-Qur'an. Terjadi gerak sentripetal yang menghasilkan tafsiran yang menyebar dimana-mana, dan gerak sentrifugal dinamis sehingga melahirkan suatu pemikiran.
Peradaban dimulai dari mindset bukan fisik "Innallaha laa yughayyiru maa biqaumin hatta yughoyyiru ma bi anfusihim" jadi open-minded dan growth mindset membuat nufus jadi berkembang bukan closed-minded dan fixed mindset. Islam perkembangaannya setelah keluar dari mekkah dan madinah yang semakin tersebar dan terjadi culture dialogue yang mana mungkin ayat-ayat tidak relevan dengan kondisi bangsa itu. Oleh karena itu, ada yang menjadikan Al-Qur'an sebagai rigid guidance daripada bingung, di sisi lain ada yang menjadikan Al-Qur'an sebagai teman dialog dan multitafsir. Peradaban Islam berkembang ketika para pemikirnya inovatif, selalu punya imajinasi ke depan dan merujuk dan belajar dari masa lalu", jelasnya.
Prof. Media Zainul Bahri "kata Marshall Hodgson di dalam buku "The Venture of Islam" dia mengkritik eropasentris yang selalu membicarakan kemodernan eropa. Hodgson mengatakan ada 4 peradaban besar yang sudah modern lebih dahulu yaitu; pertama From Nil to Oxus, Mediterania, India, dan Tiongkok. Jadi peradaban eropa adalah kelanjutan peradaban modern yang pernah ada. Keunggulan yang tidak ditemukan di peradaban Islam dulu adalah bagian teknikalisasi. Sehingga terjadi lompatan pada tahun 1.600 M.Â
Kedua eropa itu mengalami berabad-abad masa tenang tidak diinterupsi, penyebaran modernitas eropa berkembang dengan cepat. Namun setelah negara mereka modern negara-negara Islam mulai dijajah yang membuat negara-negara Islam menjadi inferior, terpuruk, kalah dan memiliki mental inlander.  Di waktu bersamaan eropa juga membawa modernitas misalnya di mesir Napoleon Bonaparte membawa akademisi dan membangun perpustakaan d'Egypte, lalu inggris negara  persemakmuran membawa moedernitas bahasa, pendidikan, dan ekonomi. Belanda berjasa pada birokrasi modern, administrasi modern, dan infrastruktur bangunan yang kokoh. Dalam menghadapi modernitas umat Islam berbagai macam karakternya.
Seperti Afganistan yang menolak apapun yang berasal dari barat diikuti oleh Ikhwanul Muslimin yang dibawah koloni mesir dan inggris, "Man Tasyabbaha Biqoumin Fahuwa Minhum", Pada zaman itu Kiai NU menolak memakai dasi dan celana karena dianggap pakaian orang kafir, sedangkan Muhammadiyah menerima model pendidikan belanda itu inilah dalam teori post-modern disebut resistensi. Kedua ada model mimikri hibriditas sekaligus ambivalen misalnya kita mengkritik modernitas barat tetapi kita memakai produk-produk dari barat", terangnya.Â
Ahmad Gaus "Pertanyaan Prof. Komaruddin, mengapa umat Islam tertinggal? mengingatkan pada buku klasik yang ditulis oleh Amir Syakib Arsalan Limadza Ta'akharal Al-Muslimun Wa Limadza Taqaddama Ghairuhum?, coba bayangkan protestan kalvinis mampu memberikan pengaruh besar pada pertumbuhan kapitalisme modern, Budhisme khususnya Zen mendorong jepang menjadi negara maju, konfusianisme mendorong korea menjadi naga asia, dan Islam masih apa yang telah dihasilkan dalam peradaban? mengglorifikasi atau romantisasi masa lalu, kemudian menjadi Islam yang santai dan rebahan.
Para reformis Ada yang mengatakan Islam tidak maju karena umatnya sudah lama meninggalkan ajaran Islam, jalan keluarnya adalah kembali kepada di sendiri. Kedua jangan saling tercerai-berai, tetapi apabila bersatu pasti akan meraih kemenangan. Ketiga umat Islam zaman dulu kalau punya banyak uang ingin membagun sekolah, universitas, dan perpustakaan. berbeda dengan sekarang apabila orang jika punya banyak uang khususnya orang Islam, yang terpikirkan adalah membangun masjid sangat banyak tetapi tidak bisa mengontrol bunyi keras dan tabrakan suara toanya", ungkapnya.
Dr. Khalid Al-Walid "Prof. Komaruddin merupakan seorang tokoh yang digambarkan oleh Ali Syari'ati sebagai "rausynfikr", yakni bukan hanya seorang akademis yang berada di menara gading tapi dapat membaca perkara yang terjadi pada sosial masyarakat. Islam timur tengah harus melihat keislaman di Indonesia dan menjadi suatu tawaran di tengah berbagai kekacauan, kita punya kekayaan yang begitu besar dalam mengekspresikan Islam yang mana ini bahkkan tidak ditemui di negara tetangga. Pepatah perancis berbunyi "Chaque tre humain est une toile qui mrite la chance de briller" artinya Setiap manusia adalah bintang yang berhak mendapat kesempatan untuk bersinar dan Prof. Komaruddin adalah bintang yang selalu bersinar di negeri kita", tuturnya.
Pada susunan kegiatan ini terdapat sesi pemberian hadiah simbolis, dan pembacaan puisi karangan Prof. Media, dan acara ditutup dengan diskusi antara audiens dengan narasumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H