Kedua eropa itu mengalami berabad-abad masa tenang tidak diinterupsi, penyebaran modernitas eropa berkembang dengan cepat. Namun setelah negara mereka modern negara-negara Islam mulai dijajah yang membuat negara-negara Islam menjadi inferior, terpuruk, kalah dan memiliki mental inlander.  Di waktu bersamaan eropa juga membawa modernitas misalnya di mesir Napoleon Bonaparte membawa akademisi dan membangun perpustakaan d'Egypte, lalu inggris negara  persemakmuran membawa moedernitas bahasa, pendidikan, dan ekonomi. Belanda berjasa pada birokrasi modern, administrasi modern, dan infrastruktur bangunan yang kokoh. Dalam menghadapi modernitas umat Islam berbagai macam karakternya.
Seperti Afganistan yang menolak apapun yang berasal dari barat diikuti oleh Ikhwanul Muslimin yang dibawah koloni mesir dan inggris, "Man Tasyabbaha Biqoumin Fahuwa Minhum", Pada zaman itu Kiai NU menolak memakai dasi dan celana karena dianggap pakaian orang kafir, sedangkan Muhammadiyah menerima model pendidikan belanda itu inilah dalam teori post-modern disebut resistensi. Kedua ada model mimikri hibriditas sekaligus ambivalen misalnya kita mengkritik modernitas barat tetapi kita memakai produk-produk dari barat", terangnya.Â
Ahmad Gaus "Pertanyaan Prof. Komaruddin, mengapa umat Islam tertinggal? mengingatkan pada buku klasik yang ditulis oleh Amir Syakib Arsalan Limadza Ta'akharal Al-Muslimun Wa Limadza Taqaddama Ghairuhum?, coba bayangkan protestan kalvinis mampu memberikan pengaruh besar pada pertumbuhan kapitalisme modern, Budhisme khususnya Zen mendorong jepang menjadi negara maju, konfusianisme mendorong korea menjadi naga asia, dan Islam masih apa yang telah dihasilkan dalam peradaban? mengglorifikasi atau romantisasi masa lalu, kemudian menjadi Islam yang santai dan rebahan.
Para reformis Ada yang mengatakan Islam tidak maju karena umatnya sudah lama meninggalkan ajaran Islam, jalan keluarnya adalah kembali kepada di sendiri. Kedua jangan saling tercerai-berai, tetapi apabila bersatu pasti akan meraih kemenangan. Ketiga umat Islam zaman dulu kalau punya banyak uang ingin membagun sekolah, universitas, dan perpustakaan. berbeda dengan sekarang apabila orang jika punya banyak uang khususnya orang Islam, yang terpikirkan adalah membangun masjid sangat banyak tetapi tidak bisa mengontrol bunyi keras dan tabrakan suara toanya", ungkapnya.
Dr. Khalid Al-Walid "Prof. Komaruddin merupakan seorang tokoh yang digambarkan oleh Ali Syari'ati sebagai "rausynfikr", yakni bukan hanya seorang akademis yang berada di menara gading tapi dapat membaca perkara yang terjadi pada sosial masyarakat. Islam timur tengah harus melihat keislaman di Indonesia dan menjadi suatu tawaran di tengah berbagai kekacauan, kita punya kekayaan yang begitu besar dalam mengekspresikan Islam yang mana ini bahkkan tidak ditemui di negara tetangga. Pepatah perancis berbunyi "Chaque tre humain est une toile qui mrite la chance de briller" artinya Setiap manusia adalah bintang yang berhak mendapat kesempatan untuk bersinar dan Prof. Komaruddin adalah bintang yang selalu bersinar di negeri kita", tuturnya.
Pada susunan kegiatan ini terdapat sesi pemberian hadiah simbolis, dan pembacaan puisi karangan Prof. Media, dan acara ditutup dengan diskusi antara audiens dengan narasumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H