Mohon tunggu...
Anugerah Waty
Anugerah Waty Mohon Tunggu... -

Saya hanya Perempuan Biasa-biasa saja, punya mimpi yang luar biasa. Dan, sangat menyukai bau tanah kering yang basah karena hujan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pertemuan Terakhir

21 Oktober 2010   06:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:14 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku meraih tangan kekasihku. Kutatap wajahnya, kutelusuri setiap garis wajahnya, mata, alis, hidung, bibir, dan dagunya. Aku selalu memimpikan semua itu. Aku selalu menyimpan asa untuk memilikinya, hanya milikku. Nyatanya, Aku hanya bisa memilikimu dalam anganku. Seseorang telah memilikimu. Sesak rasanya, bila mengingat itu. Sekian lama aku belajar untuk melepaskan rasa itu. Tapi aku tak mampu. Kulirik jam di pergelangan kiriku, jam tangan hadiah ulang tahunku darimu setahun lalu. Lima belas menit lagi, tepat pukul tujuh belas.

"hun...Aku harus pergi. Aku tidak bisa berlama-lama di sini" kataku merapikan tas ransel hitamku.

"tapi hun, kita kan baru saja bertemu. Aku masih kangen kamu" katamu sambil memegangku menahan gerakanku.

Aku menatapmu. Mencari-cari kerinduan di setiap lekuk garis wajahmu. Tidak ada. Tak kutemui rindu itu, hanya menemukan bayangan wajah perempuan lain di sana. Aku tahu, seseorang menunggumu dengan cemas di suatu tempat. Kamu tidak pernah tahu kan? Aku bisa membaca sesuatu yang kamu sembunyikan. Aku sangat tahu, kamu tergesa-gesa ke tempat ini menemuiku, terburu-buru mandi, menyiram tubuhmu agar keringat dan aroma tubuh perempuanmu yang menempel di kulitmu hilang tak berbekas.

Tapi Aku sangat tahu apa yang kamu lakukan. Tidak ada kerinduan di matamu, di setiap ucapanmu. Kamu tidak pernah tahu, aku selalu bisa membaca apa yang ada di kepalamu. Dan sekian lama, aku membenamkan diri dalam kepahitan ini. Merasakan sendiri dukaku. Menelan asin air mataku. Aku tahu, setiap hari apa dan jam berapa kalian melakukan hubungan itu. Aku tahu semuanya.

Oke...

Aku tidak akan menangis. Sudah cukup. Aku harus pergi. Mungkin, ini yang terakhir kalinya kita bertemu. Kuserahkan sebuah kotak yang telah kubungkus rapi, berwarna biru laut. Warna kesukaan kita. Warna laut yang nyinyir. Aku bergegas meninggalkan tempat itu. Tidak kuhiraukan lagi teriakanmu yang memanggilku. Aku bergegas mencari taksi.

Lima menit lagi.

Air mataku mengalir deras. Kuraba jantungku. Sakit. Sesak nafasku. Aku tak mampu lagi menahan bendungan air mata yang sedari tadi kutahan.

Dua menit lagi...

Aku menghitung dalam hati...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun