Alkisah...
Tersebutlah sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan BBM atau kerajaan "Bohong-bohong Melulu". Kerajaan ini diperintah oleh seorang Raja perkasa, bernama Raja Bobohong. Raja Bobohong adalah seorang lelaki gagah berani, pantang mundur dari kebohongan. Sang Raja yang piawai dalam berbohong itu, diberi gelar BOBOHOAX I.
Selama diperintah oleh Raja Bobohong, masyarakat di kerajaan BBM hidup rukun damai, berkecukupan dan makmur sentosa. Hal ini dikarenakan Raja Bobohong adalah seorang Raja yang baik hati meskipun sering bohong sini bohong sana. Dalam praktik kehidupan di kerajaan itu, hampir tidak ditemukan kejujuran di sana, selain segumpal hati dari orang-orang yang sebenarnya tidak setuju dan menolak cara hidup seperti itu. Tetapi, begitulah yang terjadi, ala bisa karena biasa, bohong-bohong sudah seperti bagian hidup yang tak bisa dipisahkan dari keseharian mereka. Orang tua menjadikannya alat tawar menawar jual beli atau sebagai bahan lelucon di kedai-kedai minum. Permainan anak-anak menjadi kurang seru tanpa disertai saling berbohong, Sehingga jadilah sebuah ujar-ujar di kerajaan itu, TIADA KESAN TANPA KEBOHONGANMU.
Tetapi semakmur-makmurnya dan serukun-rukunnya keadaan rakyatnya, di sana, di istana Kerajaan, ternyata ada juga yang mengganggu kehidupan Sang Raja. Sedamai apapun kondisi yang tampak di luar istana, kontras dengan suasana hati Baginda, ada hal yang mengganjal jauh di kedalaman jiwanya. Kekurangan yang telah mendera batinnya selama bertahun-tahun, PUTRA MAHKOTA.
Yah, tidak lagi menjadi sebuah rahasia. Raja Bobohong tidak mempunyai penerus tahta kerajaan yang bakal jadi pengganti dirinya sebagai pemerintah di Kerajaan BBM. Suatu keadaan hati yang tidak mungkin dibohongi oleh raja pembohong itu, bahwa dirinya mendambakan seorang anak laki-laki sebagai pewaris mahkotanya nanti. Hari berganti hari, usia sang raja semakin senja, tiga orang isterinya tidak satu pun yang memberinya anak laki-laki. Tiga belas orang anaknya, kesemuanya putri. Â Sungguh membuatnya gelisah, sebab pantang kerajaan diperintah seorang putri. Â Â Â
Kegelisahan hati Sang Raja telah sampai pada puncaknya. Rasa sabar penguasa tunggal di kerajaan BBM itu sudah mencapai batasnya. Penyebabnya, adalah tersiarnya kabar di negeri tetangga yang sudah menobatkan seorang raja baru sebagai pengganti penguasa yang lama. Raja Bobohong menjadi gelisah galau merana dibuatnya, uring-uringan terserang rasa gerah dan cemburu yang teramat sangat setelah mendengar kabar berita tak mengenakkan itu. Maka segeralah dikumpulkan pembesar-pembesar kerajaan untuk melaksanakan pertemuan nan maha penting.
Sidang pun digelar, seluruh pejabat istana diundang untuk menghadiri pertemuan dadakan itu. Pada akhirnya diputuskanlah melalui sabda Sang Raja tanpa meminta persetujuan seluruh hadirin peserta rapat, akan diadakan sayembara berbohong lebih cepat dari jadwal biasanya. Perhelatan yang sebelum ini diselenggarakan di setiap penghujung tahun, kali ini dipercepat sesuai perintah Sang Raja yang merasa panas karena mengingat usia yang semakin hari semakin bertambah tua... dan semakin panas setelah tersiar kabar, negeri tetangga sudah menobatkan seorang raja baru.
***
Sudah menjadi tradisi di kerajaan BBM setiap tahunnya, menghadirkan putra-putra pembohong terbaik negeri unjuk kebolehan berbohong menantang sang raja pada sebuah pagelaran sayembara berbohong. Â Sayembara yang sudah dirintis sejak sepuluh tahun terakhir ini, memperebutkan hadiah utama, Mahkota Sang Raja. Tujuannya tak lain tak bukan adalah untuk mencari putra mahkota yang dapat menggantikan Raja Bobohong yang sudah mulai menua itu. Bertahun-tahun sayembara berbohong diadakan, namun sampai hari ini belum jua didapatkan seorang pembohong ulung yang dapat didaulat menjadi pengganti Raja. Sayembara tahun ini akan menjadi yang ke-11 kalinya di Kerajaan BBM, Raja Bobohong menantang laki-laki di negerinya ataupun dari negeri tetangga dengan janji hadiah diangkat menjadi putra mahkota dan diperkenankan mempersunting salah seorang putrinya.
Raja Bobohong memang sudah lama mendambakan seorang putra di istananya. Â Kerajaan yang dibangunnya dengan berlandaskan kebohongan ini terancam runtuh, sebab belum lagi ada seorang tangguh yang bisa mengalahkan ilmu bohongnya.
***
Kabar sayembara ini telah tertiup angin sampai jauh ke pelosok hutan. Di sana, di sebuah gubuk kayu berpenghuni seorang ibu setengah baya, terlihat serius dengan anaknya. Anaknya seorang pemuda berpenampilan kekar, dengan otot-otot yang menyembul mencuat seperti hendak menembus kulitnya.
"Anakku Dumbaglet... sudahkah engkau pikirkan matang-matang niatmu ikut sayembara itu? Tidakkah engkau mengetahui bagaimana kesaktian Raja Bobohong, bukankah sudah bertahun-tahun belum ada yang bisa menandinginya?"
"Izinkan ananda ikut mengadu nasib di sayembara itu, Bu! Lihatlah anakmu yang sudah tidak lagi kanak-kanak, sudah saatnya ananda membahagiakan Ibu, ananda yakin inilah waktu yang tepat..." Â
***
Dipukulnya gong di alun-alun kerajaan, menjadi pembuka sayembara berbohong di Kerajaan BBM. Para peserta dari berbagai penjuru kerajaan, maupun yang hadir dari negeri tetangga berkumpul berbaris teratur di hadapan singgasana Raja Bobohong. Di belakang para peserta, terlihat tentara kerajaan bersenjata lengkap siaga mengawal jalannya sayembara sebentar. Kemudian tampak dari sisi kanan singgasana Raja, pada deretan kursi para pembesar kerajaan, Perdana Menteri berdiri dan memberi hormat, di tangannya ia membawa daftar nama peserta sayembara. Â Setelah beberapa saat menyampaikan aturan main, Raja memberi isyarat kepada Perdana Menteri untuk segera memanggil peserta. Â Peserta pertama yang dipanggil bernama Surman.
Lelaki yang bernama Surman itu maju ke depan Raja dan memberi hormat dengan membungkukkan badannya. Â
Raja berdiri dan mendekat ke arah Surman, "silahkan Mansur... mulai," perintahnya.
"Surman, Paduka..."
"Oh iya, Surman, lanjutkan!"
"Rumah hamba itu sangat besar Paduka, melebihi besarnya istana ini. Â Halamannya luas tak terkira mengalahkan luasnya halaman kerajaan Paduka...!" Surman memulai cerita bohongnya.
 "Hahaha, sepertinya kamu lupa anak muda... bukankah Aku hadir dalam peresmian rumah besarmu itu!" Raja Bobohong terbahak-bahak membuat Surman pucat pasi.
"Ta... tapi..," Surman gugup. Raja yang melihatnya hanya senyum-senyum menang, "hmm... tapi kenapa?"
"Tapi, Baginda belumlah sempat memeriksa rumah hamba, rumah hamba itu memiliki 100 buah kamar..." Surman bersemangat kembali.
"terus?"
"Jarak antara satu kamar dengan kamar lainnya itu, jika ditempuh dengan berjalan kaki menempuh waktu tiga hari lamanya. Bayangkan saja Baginda, untuk dapat mengunjungi tiap kamar itu butuh waktu kurang lebih 10 bulan..."
"Hahaha... cukup anak muda, saya sudah tahu keadaan rumahmu. Bagaimana rumahmu dibangun, bahkan saat engkau dilahirkan pun saya tahu. Â Dulu, kamu itu dilahirkan di kamar belakang, di kamar yang ke 100 itu..." Raja Bobohong menyela kalimat Surman, setelah diam sejenak dan menatap Surman, lalu melanjutkan, "setelah tali pusarmu dipotong, ayahmu langsung mengangkat dan menggendongmu ke kamar depan, dan begitu tiba di sana, engkau sudah bisa berjalan. Â Pernyataan terakhir Sang Raja membuat lelaki itu hanya bisa terperangah, tak sanggup lagi berkata-kata. Diapun mundur perlahan dari hadapan Sang Raja.
"Pavvina, dipersilahkan ke depan!" Perdana Menteri memanggil peserta berikutnya.
Seorang pemuda berperawakan tinggi besar, mengacungkan tangan.  Dengan  senyum cengengesan memperlihatkan sederet giginya yang rapi, ia terbungkuk-bungkuk maju ke hadapan raja. Pavvina memberi hormat, Raja Bobohong mengangsurkan tangannya memberi isyarat agar Pavvina berdiri, "silahkan... apa ceritamu!" titah Raja.
"Sebelumnya hamba mohon ampun Paduka, sebab cerita ini menyangkut diri Paduka yang mulia..." Pavvina takut-takut. Raja Bobohong menatapnya dengan senyum sambil memilin kumisnya.
"Lanjut saja anak muda!" seru Raja tersenyum. Senyumnya mengandung umpan seperti menduga-duga apa yang akan disampaikan Pavvina. Dia selalu berhati-hati dengan kalimat pembuka tiap peserta.
"Sebenarnya saya sudah tahu semuanya, tentang siapa Paduka."
"Apa yang kamu tahu? Ceritakanlah..."
"Saya tahu, kalau Paduka itu sebenarnya adalah seorang perempuan..."
"Haha..." Raja terkekeh mendengarnya, lalu berjalan mondar mandir di depan kursinya.
"Di usia remaja, saat menjadi gadis yang rupawan, Paduka banyak ditaksir lawan jenis, sayangnya Paduka sedikitpun tak ada minat terhadap laki-laki, bahkan sering menolak dengan cara yang kasar." Pavvina melanjutkan sedikit menggebu setelah di awal tadi agak khawatir kalau-kalau Raja murka dengan pengantarnya.
Raja Bobohong mengernyitkan alisnya dan menatap Pavvina lalu membalik badan membelakang, tampak ia berpikir keras. Pavvina yang melihat sepintas reaksi Sang Raja merasa di atas angin dan melanjutkan ceritanya, "malah Paduka tumbuh menjadi gadis yang pemberani, menguasai ilmu silat dan jago berkelahi, bahkan terkadang laki-laki yang ditolak, namun nekat mendekat berakhir dengan duel sengit.  Nama  Paduka waktu itu Narta Matasuper. Mata Paduka adalah kekuatan yang mematikan..." Tapi belum sempat ia melanjutkan rangkaian ceritanya, Raja Bobohong mengangkat tangan angkat suara...
"Cukup Pavvina. Kelanjutan ceritamu sudah jelas, sekelompok laki-laki yang merasa tak dihargai itu sepakat untuk mengeroyok aku. Aku tak berdaya, mereka menutup mataku. Kekuatanku hilang, aku dipukuli, aku ditendangi, hingga terjadilah keajaiban... Aku menjadi laki-laki. Yah ajaib memang, tiba-tiba aku menjadi lelaki, berkumis lebat pula, mereka yang mengeroyok itu lari tunggang langgang... Hahaha... Aku pun berganti nama menjadi Antar Perut Emas, kekuatanku berpindah dari mata ke perut..." Â Raja berbalik memutar badan, ternyata Pavvina jatuh pingsan, mungkin tak kuasa mendengar jawaban Raja. Â Â
Raja Bobohong memang terkenal kesaktiannya dalam ilmu berbohong, dan sampai hari ini, di saat-saat dia merasa sudah sangat tua, belumlah ada yang dianggapnya pantas menggantikan posisinya di singgasana. Belum ada yang bisa menandingi kepiawaiannya berbohong.
Saking ahlinya dalam dunia bohong berbohong, Raja Bobohong memiliki segudang penangkal cerita bohong yang dipersiapkan untuk menangkis kebohongan peserta  sayembara. Dan namanya juga Raja yang sakti, setiap kali ia membendung cerita bohong peserta, si pencerita langsung tak berkutik, mata hanya bisa melotot dan mulut terkunci tak berdaya. Dan pada saat itulah Raja Bobohong biasanya akan tertawa menang. Dan peserta yang kalah hanya bisa menyeka keringat ataupun menjadi tertunduk malu dan dengan sendirinya berlalu.
Setelah cerita Pavvina yang langsung mendapat jawaban jitu dari Raja Bobohong, peserta berikutnya tampil satu per satu, bahkan 5 di antaranya mundur sebelum berkisah, Â yakin dengan kemampuannya yang tidak mungkin mengalahkan Raja. Sampai ke peserta dengan nomor urut tigapuluh enam, tidak ada seorang pun yang berhasil, cerita kesemuanya dimentahkan Sang Raja yang sakti itu. Keadaan yang membuat Raja Bobohong mulai khawatir, kalau-kalau tidak ada lagi calon penerusnya. Hingga tibalah giliran Dumbaglet maju mendekat ke hadapan Baginda Bobohong.
***
 "Paduka yang mulia, hamba adalah seorang pangeran, tinggal bertetangga dengan kerajaan BBM, di sebuah istana di kerajaan  rimba. Kerajaan itu diperintah oleh seorang Ratu yang sangat bijaksana dan penyayang..." Baginda Bobohong yang sudah kembali duduk di kursi kerajaannya, manggut-manggut, "hmm... pengantar yang jujur....lanjutkan Dumbat.. eh siapa tadi?" Dalam hatinya ia bertanya-tanya, Kerajaan Rimba? Di mana itu? Â
"Dumbaglet Paduka, biasa dipanggil Dum atau Let saja. Pekerjaan hamba berkebun dan mengumpulkan madu di hutan untuk dijual di kerajaan tetangga, hasilnya lumayanlah buat penyambung hidup."
"Ya ya ya, bohongnya di mana?" Raja menyelidik sambil tetap waspada, tidak ingin terjebak.
"Sebenarnya, Ratu di kerajaan rimba itu adalah ibuku. Hamba adalah anak dan satu-satunya rakyat di kerajaan itu," Dumbaglet beraksi.
"Oh ya..." singkat Raja, menahan diri untuk tidak terkecoh cerita Dumbaglet. Â Â
"...dan tahukah Paduka, sesungguhnya hamba saat ini belum lahir," serang Dumbaglet.
"Lho... kenapa kamu ada di sini?" Raja mulai terpancing. Â
"Ceritanya panjang Paduka, sekarang ibuku masih mengandung diriku..."
"hmm, terus...?"
"hamba mampir sebentar saja, Paduka"
"hmmm... maksud kamu?"
"Betul, Paduka... Saya keluar dari kandungan ibuku, setelah tahu bahwa di Kerajaan BBM sedang berlangsung sayembara berbohong. Kegiatan ini sudah saatnya dihentikan, Paduka. Sebab putra mahkota yang Paduka idam-idamkan sudah lahir dan kini berdiri di hadapan Paduka Yang Mulia..." Raja yang mendengar itu menghela nafas, pikirannya kosong, semakin dia menerawang semakin tidak nampak apa jawaban dari soal cerita yang baginya sulit ini.
"Begitulah Tuan Raja, hamba diajarkan untuk selalu berbuat jujur. Hamba tahu kalau Paduka lebih banyak beraktivitas di pusat kota kerajaan saja, hingga sekali pun belum pernah berkunjung ke kerajaan kami. Â Hutan belantara yang dihuni dua anak manusia, seorang ibu dan anak semata wayangnya. Dua orang yang diboyong oleh seorang lelaki yang memilih prinsip lebih baik menderita daripada hidup dalam kepura-puraan. Dia adalah ayah hamba, yang telah membawa kami menyingkir dari hiruk pikuk kebohongan ibukota..." sejenak Dumbaglet memejamkan mata, nampak raut kesedihan setelah ia membawa-bawa ayahnya.
"Sayangnya, beliau lebih dulu wafat meninggalkan kami, sebelum melihat anaknya lahir, lahir menjadi anak yang mandiri, yang tidak terus menerus bergantung pada orangtua," Dumbaglet nyaris saja mengeluarkan air mata, ditahannya dengan diam dan mengatupkan mata kuat-kuat sambil mengatur nafas.
Raja Bobohong juga diam, sepotong kata pun tiada bisa ia lontarkan. Sepertinya ia  kehilangan jurus, kehilangan penangkal cerita pemuda di hadapannya itu.
"Kerajaan rimba, telah Paduka anggap sebagai cerita bohong. Seorang ratu dan rakyatnya telah Paduka sangka sebagai karangan belaka..." Â Dumbaglet menatap tajam Raja Bobohong, "itulah yang luput dari pengamatan Paduka, kami hanyalah orang-orang kecil yang hidup jauh dari keramain kota, yang tidak pernah melihat bagaimana megahnya istana. Kami merasa bahagia di gubuk yang telah menjadi istana bagi kami, di tengah hutan selayak kerajaan yang penuh kedamaian buat kami. Kami tidak pernah merasa kekurangan, walau hidup cuma dari hasil berkebun dan mencari madu hutan..."
Raja tertunduk memijat keningnya.
"Hanya saja, hamba merasa belum sepenuhnya di puncak kebahagiaan sebelum benar-benar mebahagiakan ibuku, Ratu di Kerajaan Rimba. Â Hari ini hamba bertekad untuk tidak lagi kembali ke kandungan ibuku, di istana yang megah ini hamba berusaha lahir sebagai anak yang berani, menyampaikan pada semua yang hadir di sini, bahwa kebohongan sama sekali tidak akan pernah mengalahkan kejujuran..." Dumbaglet menutup ceritanya, hadirin yang ada di situ tidak ada yang berani buka suara, terpaku di tempat masing-masing. Entah apa yang ada dalam benak mereka.
Kalimat terakhir Dumbaglet itu, benar memukul telak sang Raja. Ia terhempas bersandar di kursinya. Tak berselang lama, Raja tiba-tiba berdiri memeluk Dumbaglet, "keputusan akan masa depan kerajaan BBM, kini ada di tanganmu, Nak..." Ucap Raja seperti berbisik rada-rada gemetar, lalu meraih tangan Dumbaglet dan dituntunnya menuju singgasana. Orang-orang yang menyaksikan itu, seperti sudah paham apa yang terjadi, bahwa Raja secara kesatria mengakui kekalahannya. Hampir bersamaan, hadirin berdiri dan bertepuk tangan, "hidup Dumbaglet!... Hidup Dumbaglet!... Selamat datang Raja Baru..." Teriak ramai orang-orang di ruangan itu. Â
***
Sejak saat itu, di kepala Dumbaglet berhiaskan mahkota. Kerajaan Bohong-bohong Melulu diganti nama menjadi Kerajaan Benar-benar Makmur. Di Kerajaan itu diberlakukan satu aturan, apapun pekerjaannya, bahwa dalam sehari seseorang sedapat mungkin harus tidur siang walaupun hanya setengah jam saja. Karena penerapan aturan itu pula, Raja Dumbaglet kemudian diberi gelar BOBOSIANG I dan gelar BOBOHOAX tidak diberlakukan lagi.
Dumbaglet memilih salah seorang putri  Boboho untuk menjadi pendamping hidup (setelah kalah dari Dumbaglet, Raja Bobohong berubah nama menjadi Boboho),  Si Bungsu dari permaisuri yang pertama, atau putri ke empat dari tigabelas bersaudara. Ibunya dibuatkan kamar khusus di samping kamarnya, sementara mantan penguasa sebelumnya atau yang telah jadi mertuanya dibangunkan gedung baru dalam lingkungan istana.  Â
Di Kerajaan Benar-benar Makmur, kemudian terkenal adagium : "TIADA HARI TANPA BOBO SIANG, TIADA KESAN TANPA KEJUJURANMU" Â
______________________
Bulukumba, 10.10.2018
(Anugerah Os)
*Jika ada kesamaan nama tokoh, maka itu hanya kebetulan belaka, tanpa unsur kesengajaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H