"Ya ya ya, bohongnya di mana?" Raja menyelidik sambil tetap waspada, tidak ingin terjebak.
"Sebenarnya, Ratu di kerajaan rimba itu adalah ibuku. Hamba adalah anak dan satu-satunya rakyat di kerajaan itu," Dumbaglet beraksi.
"Oh ya..." singkat Raja, menahan diri untuk tidak terkecoh cerita Dumbaglet. Â Â
"...dan tahukah Paduka, sesungguhnya hamba saat ini belum lahir," serang Dumbaglet.
"Lho... kenapa kamu ada di sini?" Raja mulai terpancing. Â
"Ceritanya panjang Paduka, sekarang ibuku masih mengandung diriku..."
"hmm, terus...?"
"hamba mampir sebentar saja, Paduka"
"hmmm... maksud kamu?"
"Betul, Paduka... Saya keluar dari kandungan ibuku, setelah tahu bahwa di Kerajaan BBM sedang berlangsung sayembara berbohong. Kegiatan ini sudah saatnya dihentikan, Paduka. Sebab putra mahkota yang Paduka idam-idamkan sudah lahir dan kini berdiri di hadapan Paduka Yang Mulia..." Raja yang mendengar itu menghela nafas, pikirannya kosong, semakin dia menerawang semakin tidak nampak apa jawaban dari soal cerita yang baginya sulit ini.
"Begitulah Tuan Raja, hamba diajarkan untuk selalu berbuat jujur. Hamba tahu kalau Paduka lebih banyak beraktivitas di pusat kota kerajaan saja, hingga sekali pun belum pernah berkunjung ke kerajaan kami. Â Hutan belantara yang dihuni dua anak manusia, seorang ibu dan anak semata wayangnya. Dua orang yang diboyong oleh seorang lelaki yang memilih prinsip lebih baik menderita daripada hidup dalam kepura-puraan. Dia adalah ayah hamba, yang telah membawa kami menyingkir dari hiruk pikuk kebohongan ibukota..." sejenak Dumbaglet memejamkan mata, nampak raut kesedihan setelah ia membawa-bawa ayahnya.