"Sayangnya, beliau lebih dulu wafat meninggalkan kami, sebelum melihat anaknya lahir, lahir menjadi anak yang mandiri, yang tidak terus menerus bergantung pada orangtua," Dumbaglet nyaris saja mengeluarkan air mata, ditahannya dengan diam dan mengatupkan mata kuat-kuat sambil mengatur nafas.
Raja Bobohong juga diam, sepotong kata pun tiada bisa ia lontarkan. Sepertinya ia  kehilangan jurus, kehilangan penangkal cerita pemuda di hadapannya itu.
"Kerajaan rimba, telah Paduka anggap sebagai cerita bohong. Seorang ratu dan rakyatnya telah Paduka sangka sebagai karangan belaka..." Â Dumbaglet menatap tajam Raja Bobohong, "itulah yang luput dari pengamatan Paduka, kami hanyalah orang-orang kecil yang hidup jauh dari keramain kota, yang tidak pernah melihat bagaimana megahnya istana. Kami merasa bahagia di gubuk yang telah menjadi istana bagi kami, di tengah hutan selayak kerajaan yang penuh kedamaian buat kami. Kami tidak pernah merasa kekurangan, walau hidup cuma dari hasil berkebun dan mencari madu hutan..."
Raja tertunduk memijat keningnya.
"Hanya saja, hamba merasa belum sepenuhnya di puncak kebahagiaan sebelum benar-benar mebahagiakan ibuku, Ratu di Kerajaan Rimba. Â Hari ini hamba bertekad untuk tidak lagi kembali ke kandungan ibuku, di istana yang megah ini hamba berusaha lahir sebagai anak yang berani, menyampaikan pada semua yang hadir di sini, bahwa kebohongan sama sekali tidak akan pernah mengalahkan kejujuran..." Dumbaglet menutup ceritanya, hadirin yang ada di situ tidak ada yang berani buka suara, terpaku di tempat masing-masing. Entah apa yang ada dalam benak mereka.
Kalimat terakhir Dumbaglet itu, benar memukul telak sang Raja. Ia terhempas bersandar di kursinya. Tak berselang lama, Raja tiba-tiba berdiri memeluk Dumbaglet, "keputusan akan masa depan kerajaan BBM, kini ada di tanganmu, Nak..." Ucap Raja seperti berbisik rada-rada gemetar, lalu meraih tangan Dumbaglet dan dituntunnya menuju singgasana. Orang-orang yang menyaksikan itu, seperti sudah paham apa yang terjadi, bahwa Raja secara kesatria mengakui kekalahannya. Hampir bersamaan, hadirin berdiri dan bertepuk tangan, "hidup Dumbaglet!... Hidup Dumbaglet!... Selamat datang Raja Baru..." Teriak ramai orang-orang di ruangan itu. Â
***
Sejak saat itu, di kepala Dumbaglet berhiaskan mahkota. Kerajaan Bohong-bohong Melulu diganti nama menjadi Kerajaan Benar-benar Makmur. Di Kerajaan itu diberlakukan satu aturan, apapun pekerjaannya, bahwa dalam sehari seseorang sedapat mungkin harus tidur siang walaupun hanya setengah jam saja. Karena penerapan aturan itu pula, Raja Dumbaglet kemudian diberi gelar BOBOSIANG I dan gelar BOBOHOAX tidak diberlakukan lagi.
Dumbaglet memilih salah seorang putri  Boboho untuk menjadi pendamping hidup (setelah kalah dari Dumbaglet, Raja Bobohong berubah nama menjadi Boboho),  Si Bungsu dari permaisuri yang pertama, atau putri ke empat dari tigabelas bersaudara. Ibunya dibuatkan kamar khusus di samping kamarnya, sementara mantan penguasa sebelumnya atau yang telah jadi mertuanya dibangunkan gedung baru dalam lingkungan istana.  Â
Di Kerajaan Benar-benar Makmur, kemudian terkenal adagium : "TIADA HARI TANPA BOBO SIANG, TIADA KESAN TANPA KEJUJURANMU" Â
______________________