"Rasanya baru kali ini aku tak bisa mengendalikan perasaanku sendiri, Francis. Dan aku membenci diriku sendiri untuk itu."
"Itu bukan salahmu, Arlene. Kau tidak tahu kalau dia sudah menikah. Dia tak memberi tahu statusnya padamu. Itu salahnya. Bukan salahmu."
"Tetap saja aku merasa bersalah. Jika saja kau melihat bagaimana tampangku saat Rafa memperkenalkan istrinya padaku. Sungguh memalukan kurasa."
Aku hanya bisa terdiam mendengar kata-kata Arlene tersebut.
***
"Hari ini aku tidak melihat Arlene di sini. Apakah dia masih berlibur?"
Paman Ray, salah satu pelanggan tetap A & F Bakery bertanya padaku sore ini. Setiap minggu lelaki paruh baya ini secara rutin berkunjung ke tempat ini. Biasanya ia datang di sore hari, menghabiskan hari dengan menikmati secangkir kopi hitam dan sepotong brownies dengan ditemani langsung oleh Arlene.
"Tidak, Paman. Arlene sedang sibuk di dapur pribadinya. Ia sedang berusaha menemukan resep brownies yang baru," jelasku pada Paman Ray.
"Gadis itu sungguh luar biasa. Di usia semuda ini ia sudah memiliki bisnisnya sendiri. Kau cepatlah nikahi dia, Francis. Aku yakin kalian akan menjadi pasangan yang sangat serasi," kata Paman Ray lagi, yang sukses membuatku perasaanku tidak karuan.
Tak bisa dipungkiri selalu ada sensasi berbeda ketika orang yang berpikir bahwa ada hubungan tertentu antara Arlene dan aku. Sudah sejak lama aku menyukai Arlene. Mungkin sama lamanya dengan usia persahabatan kami yang dimulai sepuluh tahun yang lalu.
"Kau bisa saja, Paman Ray. Aku dan Arlene hanya bersahabat. Tidak ada hubungan khusus di antara kami."