Aku mengulang pertanyaan yang sebelumnya kuajukan.
"Mmm..menyenangkan."
Hanya itu jawaban yang diberikan Arlene padaku. Jawaban yang positif, namun terdengar kurang meyakinkan. Membuatku bertanya-tanya apakah terjadi sesuatu padanya selama liburan. Apakah dia kehilangan sesuatu yang berharga? Atau dia telah mencicipi brownies dengan rasa yang baru yang membuatnya penasaran? Atau jangan-jangan...
"Francis, aku jatuh cinta."
Belum lagi selesai dengan tebakanku, Arlene sudah memberikan jawabannya.
***
Selama nyaris sepuluh tahun mengenalnya, rasanya baru satu kali Arlene berkata kalau dia telah jatuh cinta. Saat itu sembilan tahun yang lalu, saat kami masih sama-sama berstatus sebagai mahasiswa. Aku sendiri saat itu juga tak terlalu mengenalnya. Yang kutahu, dia adalah teman satu praktikum Walter, salah satu teman kost-ku saat itu.Â
Oya, aku dan Arlene memang tidak berasal dari satu fakultas. Dia kuliah di fakultas teknik, sedang aku di ekonomi. Meski begitu dengan kepribadiannya yang menyenangkan, tak perlu waktu lama bagi Arlene untuk bisa berkenalan dan akrab denganku.
Satu hari, Arlene memintaku menemuinya di sebuah warung yang berada tak jauh dari kost-ku. Ada hal yang ingin dibicarakan, begitu katanya. Ketika kutanyakan mengapa ia tak menemuiku di kos saja, Arlene hanya menjawab, "Ini adalah sebuah rahasia. Aku tak ingin orang lain mengetahuinya."
Aku tak punya bayangan apapun atas hal yang ingin dibicarakan Arlene, hingga akhirnya dia berkata, "Kurasa aku menyukai Walter."
"Lalu?"