Mohon tunggu...
Anto Sugiharto
Anto Sugiharto Mohon Tunggu... Insinyur - Profesional Migas

..Just ordinary man, mantan ekspat, peminat sejarah migas, teknologi penerbangan dan dunia militer.. "Peristiwa tertulis lebih abadi dibanding yang terucap"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menapaki Jejak Kejayaan Minyak Bumi Talang Akar - Pendopo

7 November 2020   17:55 Diperbarui: 3 Desember 2020   22:45 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pandangan ketinggian bukit ke arah komperta Pendopo (dokumentasi pribadi)

Sayup-sayup terdengar lagu lawas November Rain di tengah bunyi gemercik hujan memasuki bulan November ini di dalam kendaraan yang mengantar perjalanan santai kami menyusuri jejak-jejak kejayaan minyak Talang Akar Pendopo di jantung wilayah Sumatra Selatan..

Ketika sang waktu diputar ulang - kembali ke satu abad lalu, maka di akhir tahun 1921 itu Sumatra Selatan pernah menjadi sorotan dunia karena penemuan dua ladang minyak besar bernama Talang Akar (1922) dan Pendopo (1928) yang disebut terbesar di Nusantara bahkan di Asia Tenggara. Angka puncak produksi keduanya yang pernah dicapai adalah 43.800 barel minyak per hari di tahun 1954. 

Minyak bumi menjadi komoditas perdagangan menggiurkan yang banyak dicari di dunia saat itu, seiring perkembangan masif revolusi transportasi dunia dengan kehadiran mesin pembakaran internal yang ditenagai oleh produk minyak bumi sebagai pengganti mesin uap.

Sejumlah publikasi sains dunia pun turut mencatat penemuan besar itu. Salah satunya adalah World Geography of Petroleum (1950) karya Wallace E. Pratt - geologis kenamaan perintis perminyakan Amerika dan salah seorang pendiri AAPG, menyebutkan tentang penemuan minyak Talang Akar Pendopo (TAP) di Indonesia dalam bukunya. 

Kepulauan Indonesia memang memiliki keragaman dan karakteristik geologi sumberdaya mineral yang menarik untuk dipelajari. Di tahun 1921-1922 Universitas Michigan di Amerika, secara khusus mengajarkan mata kuliah geologi Indonesia yang diasuh Prof. H.A. Brouwer- guru besar tamu dari Universitas Delft Belanda. Brouwer pernah terlibat dalam ekspedisi geologi di hampir seluruh wilayah utama Indonesia termasuk  daerah Sumatra. 

Berkat minyak Talang Akar - Pendopo, Sanga-sanga, Tarakan dan sejumlah lapangan minyak lainnya di seluruh kepulauan nusantara maka status Indonesia (Dutch East Indies) pun terangkat menjadi produsen kelas dunia menempati urutan ke empat. Indonesia menyumbang sekitar 11 persen produksi minyak bumi global di sekitar tahun 1920-an, dua dekade sebelum minyak pertama dari semenanjung Arab ikut membanjiri pasar. 

Namun  yang membedakan dengan produsen minyak lain adalah mutu minyak Indonesia yang dikenal berkualitas baik (jenis ringan) dan memiliki kandungan sulfur yang rendah (sweet) sehingga banyak disukai pasar ekspor. 

Buah kesuksesan itu pula membuat NKPM (perusahaan minyak pemilik konsesi TAP) menamai dua tanker miliknya dengan Talang Akar dan Pendopo.

Keunggulan produksi minyak Talang Akar Pendopo itu hanya bertahan hampir selama dua dekade saja. Memasuki masa kemerdekaan Indonesia produksinya berhasil disalip oleh lapangan kelas raksasa Duri (1941) dan Minas (1944) milik operator SOCAL-Standard Oil California (sekarang Chevron) di wilayah propinsi Riau.

Standard Oil Mencari Peruntungan Minyak di Indonesia

Semua berawal dari kedatangan grup Standard Oil New Jersey (SONJ) milik J.D. Rockefeller di bumi nusantara tahun 1912 dalam rangkaian ekspansi bisnis pencarian minyak global mereka. Di sisi lain bumi nusantara merupakan tempat lahir dan cikal bakal perusahaan minyak Royal Dutch Shell milik Belanda-Inggris yang sudah eksis dua dekade sebelumnya (1890) hasil mengakuisisi ladang minyak Telaga Tunggal milik juragan perkebunan tembakau A.J. Zijlker di Pangkalan Brandan. Kompetisi diantara keduanya pun tak terelakkan.

Setelah bertahun-tahun kesulitan mendapatkan konsesi minyak di tanah Hindia Belanda dibawah bayang-bayang persaingan dan hegemoni Royal Dutch Shell, akhirnya dengan memanfaatkan ‘General Leasing Act' disertai ancaman resiprokal sebagai dukungan langsung dari pemerintah Amerika atas ekspansi global Standard Oil  - pemerintah kolonial Belanda pun dibuat tak berkutik. 

SONJ berhasil mendapatkan konsesi pencarian minyak di beberapa wilayah Sumatra Selatan dan Riau. Anak perusahaan bernama NKPM (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij)  didirikan untuk mengerjakan konsesi-konsesi SONJ itu. 

Namun tak dinyana mereka hanya mendapatkan area konsesi yang dianggap ‘kering’ akibat dominasi BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij-anak perusahaan Royal Dutch Shell) yang sudah lebih dahulu menguasai daerah-daerah prospek minyak penting di bumi nusantara. Daerah-daerah prospek yang penting itu biasanya berada di sekitar lokasi rembesan minyak sebagai petunjuk keberadaan minyak di bawah bumi di dekatnya. Sementara lokasi-lokasi yang tidak ada 'bau' minyaknya di permukaan diserahkan kepada pesaing. 

Puluhan sumur telah dibor oleh NKPM namun hanya sejumlah kecil saja yang menampakkan hasil berupa potensi minyak di lapisan dangkal. Hampir saja konsesi berikut aset SONJ/NKPM itu jatuh ke tangan sebuah kongsi Jepang yang berminat membelinya, namun karena tak terjadi kesepakatan harga maka farm-out itu batal. 

Malang tak harap jumpa, untung tak boleh ditolak, NKPM secara kebetulan akhirnya menemui keberuntungannya di salah satu konsesinya di Sumatra Selatan yang menjadi topik tulisan ini.

Pandangan ketinggian bukit ke arah komperta Pendopo (dokumentasi pribadi)
Pandangan ketinggian bukit ke arah komperta Pendopo (dokumentasi pribadi)
Lapangan minyak Talang Akar tak sengaja ditemukan ketika sedang dilakukan pemboran sumur Talang Akar No.6 tahun 1921 oleh NKPM menjelang pergantian tahun. 

Matabor rig mereka kadung terlanjur melewati lapisan reservoir target utama Muara Enim dan Telisa (Air Benakat) tanpa ada instruksi dari perusahaan kepada driller asal Skotlandia yang kebagian ploeg (shift kerja) di liburan natal itu untuk menghentikan aksi  mesin bornya. Hingga akhirnya nasib mujur si matabor berakhir menembus lapisan Talang Akar yang kaya minyak di kedalaman (TD) 680 m.

Lengah membawa 'Lenga' (minyak)

Bermula dari kelengahan namun membawa keberkahan. Sumur borenam berhasil membalikkan keadaan bagi NKPM berkat ditembusnya lapisan Talang Akar berumur Miosen Bawah yang mengandung minyak. Kelak Talang Akar menjadi salah satu ikon lapisan reservoir produktif penyumbang lebih dari 75% kumulatif minyak di Cekungan Sumatra Selatan.  Sebanyak 800 barel per hari berhasil dialirkan dari sumur penemu - borenam itu. 

Sebagai pengingat akan momen bersejarah bagi perusahaan dan publik di daerah sekitarnya tersebut, maka telah dibangun tugu borenam di sekitar lokasi sumur discovery Talang Akar No.6.

Kehadiran lapangan Talang Akar dan Pendopo (TAP), menjadi dasar pembangunan kilang minyak Sungai Gerong oleh NKPM di Timur kota Palembang tahun 1926. Sumber bahan baku untuk kilang tersebut utamanya berasal dari kedua lapangan minyak itu. Pipa penyalur 6” sepanjang 130 km telah dipasang untuk mengirim minyak dari lapangan Talang Akar-Pendopo ke kilang pengolahan Sungai Gerong. 

Beberapa tahun kemudian tambahan suplai didapatkan setelah penemuan lapangan minyak lainnya yaitu Jirak (1930), Benakat (1933), Raja dan Betun (1936), Karan, Deras, Tanim, Abab, Kruh dan Kaya (1950). 

Kilang Sungai Gerong mampu menghasilkan output hingga 40.000 barel perhari sehingga disebut kilang terbesar di Asia Tenggara di periode tahun 1930-an. Pangsa pasar utama kilang tersebut adalah tujuan domestik dan hanya kurang separuhnya untuk pasar ekspor.

SONJ kemudian menggabungkan kepemilikan NKPM  menjadi entitas baru bernama NV. SVPM (Standard Vacuum Petroleum Maatschappij) yang sering disingkat STANVAC di tahun 1933 dan berubah lagi menjadi PT. Stanvac Indonesia (PTSI) setelah masa kemerdekaan. Stanvac berdiri bersama (Royal Dutch) Shell dan Caltex sebagai tiga besar perusahaan minyak multinasional yang tetap beroperasi di masa awal kemerdekaan Indonesia.

Minyak adalah sumberdaya tak terbarukan, yang sewaktu-waktu bisa habis karena telah diproduksikan. Saat ini gas mengambil alih peran kejayaan minyak lewat produksi dari klaster-klaster struktur penghasil hidrokarbon yang tersebar di sekitar komplek Talang Akar dan Pendopo. 

Setelah puncak kejayaan minyak berlalu digantikan gas, maka tinggal lah kini bukti-bukti fisik yang tersebar di sekitar Kota Pendopo di Kabupaten PALI di Bumi Serepat Serasan yang baru tujuh tahun dimekarkan terpisah dari Kabupaten Muara Enim. 

Sebuah lapangan terbang (air strip) dengan runway sepanjang 1300 m dan lebar 25 m tanpa tower ATC atau bangunan lain yang dibangun di tengah perkebunan karet yang luas nan sepi itu, seakan menjadi saksi bisu sang waktu akan bukti kejayaan minyak mereka.

Membayangkan lalu lalang pendaratan dan lepas landasnya pesawat Fokker, Catalina atau Dakota yang mengangkut pegawai dan logistik perusahaan di landasan panjang ini memberikan kesan bahwa dulunya tempat ini memang sangat penting bagi operasi perusahaan. 

Akses mobilitas sejumlah 118 expatriates dan experts yang datang dari beragam negara termasuk Eropa dan Amerika, juga mobilitas sebagian 6682 pegawai nasional beserta keluarganya dari berbagai daerah di nusantara yang bekerja bersama mencari emas hitam bagi STANVAC (NKPM) baik di Sumatra Selatan maupun Riau itu harus dipercepat melalui transportasi udara dibanding melalui akses lain. Lewat jalan darat menuju kota Palembang biasanya memutar jauh sedangkan menggunakan kapal feri perusahaan harus menyusuri lekuk Sungai Lematang yang kian hari kian mengalami pendangkalan dan mungkin memakan waktu lebih lama.

Sarana hiburan dan aktivitas pegawai di luar jam kerja turut menjadi perhatian perusahaan, sehingga dibuatlah berbagai fasilitas olahraga berupa lapangan golf besar yang membentang luas, ditambah lapangan volley, tenis dan bowling serta kolam renang- yang beberapa diantaranya masih terlihat cukup terawat. Semua fasilitas itu menjadi tempat hiburan bagi pekerja dikala penat bekerja terutama bagi pekerja yang jauh dari sanak famili.

Lapangan terbang di Pendopo yang dibangun oleh STANVAC sekitar tahun 1950-an (dokumen pribadi)
Lapangan terbang di Pendopo yang dibangun oleh STANVAC sekitar tahun 1950-an (dokumen pribadi)
Berbagai fasilitas umum lain juga disediakan bagi kesejahteraan para pegawai dan keluarga mereka. Sebut saja pelayanan rumah sakit – yang konon dulu terbesar di Asia Tenggara dengan dokter-dokter spesialis yang sengaja didatangkan dari berbagai negara, mengutip tulisan sebuah surat kabar lokal- seolah menguatkan kembali bahwa di masa lalu ada kejayaan disini. Sekolah-sekolah terutama bagi keluarga pegawai disiapkan mulai SD, SMP dan SMA bisa dijumpai di dalam lingkungan komperta Pendopo itu.

Ada nama tokoh perminyakan nasional yang ‘lahir’ dari Pendopo ini. Beliau adalah ‘the oil man of Indonesia’, Bapak John S. Karamoy yang pernah memegang jabatan Area Manager Pendopo STANVAC di tahun 1965. Berkat sinergi dengan bpk. Arifin Panigoro dari PT. Exspan akhirnya PT STANVAC Indonesia berikut asetnya dapat diakusisi menjadi milik  swasta nasional sepenuhnya di tahun 1995. Akuisisi itu mencakup pula serah terima sekitar 500-an ahli perminyakan mereka sehingga disebut sebagai akuisisi (investasi) sumberdaya manusia.

Kini kejayaan minyak STANVAC itu hanya menyisakan jejak-jejaknya walaupun tak sepenuhnya pudar karena produksi gas berupaya menggantikannya. STANVAC meninggalkan Pendopo 1995 setelah diambil alih PT. Exspan Sumatra (sekarang Medco Energi). 

Saat ini seluruh assetnya telah beralih kepemilikan menjadi milik negara yang pengelolaannya berada di bawah Pertamina EP asset 2. Warisan aset itu tetap dipelihara dengan sangat baik. Lingkungan komplek yang terawat sekaligus terjaga keamanannya dengan fasilitas jalan aspal mulus dapat ditemui di jalur boulevard Komperta (Komplek Pertamina) dan lingkungan sekitarnya.

Sebagian bangunan lama masih kokoh berdiri seperti bentuk aslinya namun dapat dijumpai pula beberapa bangunan dengan corak arsitektur baru seperti rumah ibadah, rumah sakit, taman komplek dan fasilitas lainnya yang semua itu menjadi bagian inventaris milik bangsa tak ternilai, satunya karena berdiri di lingkungan yang memiliki nilai historis tinggi.

Jejak-jejak warisan itu juga memiliki arti penting - bahwa dimasa itu meskipun terdapat ratusan bahkan ribuan lokasi prospek minyak yang mungkin menarik secara bisnis di seluruh pelosok dunia, namun bagi Standard Oil - sebuah grup perusahaan minyak global milik Amerika kala itu, Pendopo Talang Akar dan sekitarnya adalah salah satu lokasi yang terpilih sebagai tempat mencari peruntungan bisnis perminyakan mereka. 

Walau dengan cara penemuan tak disengaja, mereka terbukti tidak salah dengan pilihannya.

Selesailah sudah jalan-jalan kami melintasi ruang waktu satu abad lalu guna mengungkap sepenggal kisah kejayaan pencarian emas hitam oleh sebuah kartel minyak Amerika di sebuah tempat di pedalaman Sumatra Selatan itu….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun