ANTON ROMADON SAPUTRA (222111218) KLS 5F HES
Penulis : Endrika Widdia Putri
Judul  : ETIKA PROTESTAN DAN ASKETISME DALAM PEMIKIRAN MAX WEBER, Volume 3, Nomor 1, Juni (2022)
Jurnal  : Al-Adyan: Journal of Religious Studies
Pemikiran MAX WEBERÂ
Dalam artikel jurnal tersebut, terdapat beberapa pokok pemikiran Max Weber yang berkaitan dengan etika Protestan dan asketisme, antara lain:
1. Definisi Asketisme dalam hal ini Max Weber mendefinisikan asketisme sebagai penolakan terhadap hasrat duniawi dan pengendalian diri untuk mencapai kualitas spiritual yang lebih tinggi. Ia membagi asketisme menjadi dua kategori: asketisme yang menolak dunia (weltablehnende askese) dan asketisme yang tidak menolak dunia.
2. Asketisme yang Menolak Dunia Ini adalah bentuk pemikiran Max Weber dalam asketisme yang menjauhi kehidupan dunia dan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan manusia, dengan tujuan mencapai kebahagiaan akhirat. Penganutnya menyerahkan kehidupan dunianya kepada anugerah Tuhan.
3. Asketisme yang Tidak Menolak Dunia Dalam pandangan Max Weber, asketisme ini mengakui pentingnya kehidupan duniawi sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Penganutnya berusaha untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai asketik tanpa meninggalkan aktivitas ekonomi dan sosial.
4. Relasi antara Etika Protestan dan Kapitalisme Max Weber mengemukakan bahwa etika Protestan, terutama dalam tradisi Calvinisme, mendorong semangat kerja keras dan disiplin yang berkontribusi pada perkembangan kapitalisme. Ia menekankan bahwa nilai-nilai agama dalam etika Protestan berfungsi sebagai stimulus untuk meningkatkan perekonomian.
5. Konsep "Calling" Max Weber menjelaskan bahwa dalam etika Protestan, ada konsep "calling" atau panggilan dari Tuhan yang mendorong individu untuk bekerja keras di dunia ini. Untuk mendapatkan jaminan surga, individu harus hidup secara asketis, berhemat, dan tidak berfoya-foya.
6. Afinitas Elektif Max Weber tidak melihat hubungan antara etika Protestan dan kapitalisme sebagai sebab-akibat, tetapi sebagai afinitas elektif, di mana keduanya saling mempengaruhi dan mendukung satu sama lain.
7. Etos Kerja Max Weber mengidentifikasi etos kerja dalam Calvinisme sebagai karakteristik penting yang mendorong individu untuk berusaha mengembangkan sumber daya dan mencapai keberhasilan ekonomi, yang diiringi dengan nilai-nilai kereligiusan.
8. Implikasi Sosial Max Weber menunjukkan bahwa penganut Protestan, terutama di Eropa, menjadi pengusaha dan pemilik modal yang berpengaruh dalam perkembangan industri modern, yang menunjukkan hubungan antara praktik religius dan dinamika ekonomi.
Pendapat Pemikiran MAX WEBER dalam masa sekarang ini
Pemikiran Max Weber, khususnya tentang etika Protestan, asketisme, dan hubungannya dengan kapitalisme, tetap relevan hingga masa sekarang, terutama dalam memahami dinamika sosial, ekonomi, dan budaya. Karena didalam pemikiran Max Weber menawarkan kerangka teoretis yang kuat untuk memahami kapitalisme dan dinamika sosial-ekonomi modern. Meskipun dunia saat ini lebih sekuler dan pluralistik, prinsip-prinsip yang ia amati mengenai etos kerja, hubungan antara agama dan ekonomi, serta dampak sosial kapitalisme tetap menjadi topik yang relevan dan sering dibahas dalam kajian sosial dan ekonomi modern.
Pemikiran MAX WEBER dalam menganalisis perkembangan hukum di indonesia
Meskipun di negara  Indonesia memiliki konteks agama dan budaya yang berbeda dari Eropa, pemikiran Max Weber tetap relevan untuk menganalisis bagaimana nilai-nilai agama, etos kerja, dan kapitalisme mempengaruhi perkembangan hukum dan regulasi di Indonesia. Pemisahan yang Weber buat antara nilai-nilai agama dan sistem ekonomi serta afinitas elektif antara keduanya bisa membantu memahami bagaimana hukum di Indonesia berkembang dalam konteks pluralitas sosial dan budaya yang unik.
Referesnsi : Endrika Widdia Putri. "Etika Protestan dan Asketisme dalam Pemikiran Max Weber." Al-Adyan: Journal of Religious Studies, vol. 3, no. 1, Juni 2022.
Penulis : Mario Julyano dan Aditya Yuli Sulistyawan
Judul  : PEMAHAMAN TERHADAP ASAS KEPASTIAN HUKUM MELALUI KONSTRUKSI PENALARAN POSITIVISME HUKUM, Volume 01, Nomor 01, Juli 2019
Jurnal  : JURNAL CREPIDO
Pemikiran Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)
Dalam artikel jurnal tersebut, Herbert Lionel Adolphus Hart diidentifikasi sebagai salah satu tokoh penting dalam pemikiran positivisme hukum. Hart mengemukakan lima ciri utama dari positivisme hukum, yaitu:
1. Herbert Lionel Adolphus Hart mendefinisikan Hukum sebagai Perintah Manusia hukum yang dipandang sebagai suatu perintah yang berasal dari manusia, bukan dari sumber-sumber supranatural atau moralitas.
2. Tidak Ada Hubungan Mutlak antara Hukum dan Kesusilaan Herbert Lionel Adolphus Hart menegaskan bahwa tidak ada hubungan yang mutlak antara hukum yang berlaku (law as it is) dan hukum yang seharusnya (law as it ought to be). Ini menunjukkan bahwa hukum dapat ada terlepas dari nilai-nilai moral.
3. Pentingnya Analisis Konsep Hukum Herbert Lionel Adolphus Hart berpendapat bahwa analisis mengenai pengertian hukum (legal concept) adalah penting dan harus dibedakan dari penyelidikan sejarah dan sosiologis mengenai hukum.
4. Sistem Hukum sebagai Sistem Logika Tertutup Herbert Lionel Adolphus Hart menggambarkan sistem hukum sebagai satu sistem logika yang tertutup, di mana ketentuan hukum yang benar dapat diperoleh melalui alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Pertimbangan Kesusilaan Tidak Dapat Dibuktikan dengan Logika Herbert Lionel Adolphus Hart menyatakan bahwa pertimbangan mengenai kesusilaan tidak dapat dibuktikan dengan argumentasi dan bukti-bukti logika, menunjukkan bahwa aspek moral tidak dapat diintegrasikan ke dalam analisis hukum secara logis.
Pendapat Pemikiran HLA Hart dalam masa sekarang ini
Pemikiran HLA Hart tetap memiliki pengaruh besar dalam sistem hukum modern karena memberikan dasar yang kuat untuk memahami bagaimana hukum dibentuk dan diterapkan. Pandangan bahwa hukum harus dianalisis secara objektif dan logis, terlepas dari nilai-nilai moral atau kesusilaan, masih penting, terutama dalam menjaga netralitas hukum di negara-negara yang multikultural atau pluralistik secara etika. Namun, tantangan yang terus muncul terkait bagaimana hukum dapat menjadi lebih inklusif terhadap nilai-nilai moral dan keadilan sosial menunjukkan bahwa batasan-batasan antara hukum positif dan moralitas tetap menjadi perdebatan di masa sekarang.
Pemikiran HLA Hart dalam menganalisis perkembangan hukum di indonesia
Pemikiran H.L.A. Hart dapat membantu hukum di Indonesia dalam memperkuat fondasi sistem hukumnya dengan memisahkan moralitas dari hukum, menekankan kepastian hukum, dan memperjelas peran hukum sebagai instrumen yang rasional dan logis dalam menjaga ketertiban masyarakat.
 Tantangan utama adalah bagaimana prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam konteks Indonesia yang beragam dan plural secara budaya, sosial, dan agama.
Referensi : Julyano, M., & Sulistyawan, A. Y. (2019). Pemahaman terhadap asas kepastian hukum melalui konstruksi penalaran positivisme hukum. Jurnal Crepido, 1(1), Juli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H