Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Bandung dan Seorang Penyair yang Menolak Nabi Pungkasan

20 Juni 2019   09:15 Diperbarui: 23 Juni 2019   14:08 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kucoba tulis, ukiran air

lalu kubaca tetesan-tetesannya,

Yang dingin dan beku;

pastinya ini "tetesan sang air"!

Kucoba baca setetes...

"tiada kristal es, selain air..., dan aku utusan-Nya"

Cimahi (Kebun Kopi)...,

Matahari belum lagi penuh bersimuka,

tapi bulan masih menggantung, 

dan benderang sungguh!

Dingin dan kabut bersaing dengan

bising dan asap yang membesut

 lintas aspal terparut...

Ini kota beraroma sibuk,

sedang aku masih dibekuk tekad tak bertekuk

Kini bulan t'lah mulai tampak luruh

enggan tuk teguh bersikukuh,

dengan silam kelam nan angkuh!

Kudaki pijak tangga penyeberangan pertama,

tampak lantainya mulai keropos,

menyeruak aroma asal terobos,

enggan peduli pada apa yang akan lolos...

Yang penting 'tlah terima ongkos,

'tuk penuhi pundi yang tak pernah kenal 

rendanya mental jongos,

alibi pun lantas lantakkan etos,

tonjolkan eros polos yang tetap mrongos.

Mestinya hidup memang berporos,

agar tak lantak diterpa boros;

tapi poros tlah lama dihabisi oleh thanatos

sejak kau bertiwikrama jadi macan eros.

Bandung di mana kau kini berporos?

aku hanya mencium bau ban gembos

yang melengos tuk tolak silam yang tinggalkan remah "nelongso"

tuntasan masa lalu yang mendua 

jadi bayang buram erosmu

Ku ingat kala jalan melintas di

ranah kadungora tepat di muka saung asep strowberry,

di tengah pekat sekitar nan subur menghijau,

tumbuh pohon tunggal kekar nan tinggi bak hendak capai langit 

yang sayangnya meranggas...

nyaris seluruh daunnya habis terkuras

mungkin sang akar kurang dalam menderas

asi di dasar susu sang ibu bumi

entahlah!

satu-satunya keindahan yang dapat kuretas

hanyalah latar belakang rangkaian gunung menghijau yang kontras

dengan kesendirian mu yang meranggas lepas ke langit nan luas,

ya...hanya kontraslah yang jadi cantiknya paras... 

Bandung,

mungkin itu sang prabu Siliwangi yang menghembuskan nafas

hasratnya yang terlepas...

padaku yang hidup terpaksa bebas,

sebagaimana beliau terpaksa 'ngahiyang' (menghilang dari pentas), 

aku pun jadi korban kutuk tuk senantiasa 'ngaliling'!

mungkin bisik hasratnya agar kau tak meranggas 

dalam eros kekinian yang kian ganas!

mengemas karat emas dan memicu cemas!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun