Keadilan sosial adalah "perikemanusiaan sepanjang dilaksanakan dalam satu bidang, yakni ekonomi atau penyelenggaraan perlengkapan dan syarat-syarat hidup kita sepanjang hidup itu tergantung dari ketersediaan barang-barang materiil".
4. Demokrasi (sila ke 4) muncul bersama perkembangan masyarakat manusia yang menegara yang tak dapat lain kecuali penegaraan itu berdasarkan cinta-kasih.
Semakin besar dan "ketat" lingkup masyarakat manusia, misalnya negara, akan makin besar risiko kegagalan pelaksanaan cinta-kasih. Oleh sebab itu, "demokrasi" dibutuhkan guna sejauh mungkin menghindarkan resiko itu.Â
Keniscayaan demokrasi dapat dipahami lebih jelas jika ditimbang dengan negara yang dipimpin oleh diktator yang sama sekali jauh dari pelaksanaan cinta-kasih. Prinsip demokrasi bermaksud sebaliknya. Di situ para warga harus dipandang dan diterima sebagai person atau pribadi dengan semua hak-haknya yang asasi. Namun menurut Drijarkara, HAM digunakan untuk menegara bersama, bukan untuk digunakan secara egois dan anarkis.
5. Drijarkara menyitir Thomas Aquinas dalam menjelaskan "Kebangsaan" (sila ke 3), yakni "tanah-air itu prinsip dari suatu Adaku" . Menegara berarti penegaraan suatu bangsa sedemikian rupa sehingga kebangsaan merupakan prinsip dari penegaraan.Â
"Bangsa berarti kesatuan kulturil, kesatuan ekonomis, kesatuan geografis, kesatuan sejarah, menegara berarti memperkembangkan kesemuanya itu", demikian menurut Drijarkara.
6. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar segala sila. Eksistensi manusia dan eksistensi yang lain senantiasa relatif dan tergantung dan untuk mengerti tuhan, manusia berpangkal pada pengertian alam dan dirinya sendiri.
Jika adanya manusia itu berupa cinta kasih maka tuhan pastilah merupakan Maha cinta-kasih sedemikian rupa sehngga "Ada-Bersama", manusia selain memanusia dengan cinta-kasih sesama juga memanusia dengan cinta kasih dari dan kepada tuhan. Dengan mengutif William James dan "The varieties of religious experience" dinyatakan bahwa manusia itu terdorong ke religi, sebagai bakat dan dinamik kearah religi.
7. Betapa "dalamnya" religi dalam eksistensi manusia, Drijarkara menemukan inspirasinya dalam Serat Centhini:
Tunggal tan tunggal lawan ing pasti   Tan kena pisah siang
Roro pan tan roro                     lan ratri