Mohon tunggu...
Anthony Tjio
Anthony Tjio Mohon Tunggu... Dokter - Retired Physician

Pencinta dan penegak ketepatan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lumpia dalam Tradisi Peringatan Ceng Beng

24 Maret 2022   20:28 Diperbarui: 24 Maret 2022   20:32 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Camilan pengaruh Tionghoa ini sudah boleh dikatakan makanan national kita, hanya saja tidak banyak yang pernah mengetahui sejarahnya.

Tionghoa mempunyai satu hari raya musim setiap 15 hari dalam setahun Imlik, dan setiap hari raya Imlik itu juga diadakan satu hidangan yang chas untuk merayakannya. Disitu lumpia juga termasuk salah satunya, yang berkaitan dengan satu hari raya musim Tionghoa sejak zaman dahulu kala. 

Disini lumpia adalah hidangan pada hari Ceng Beng, yaitu hari ini tanggal 5 April, hari bagi kalangan Tionghoa menghormati leluhurnya dan setahun sekali keharusan untuk melawat kekuburan orang tuanya.

Bagaimana sangkut pautnya Lumpia dengan Ceng Beng? Ini bisa diceritakan sebagai berikut yang merupakan asal muasalnya lumpia:

Sebelum Ceng Beng merupakan hari perayaan pembersihan makam leluhur Tionghoa setiap 5 April seperti sekarang, hari itu hanya merupakan salah satu hari perayaan musim yang bermaksud penjemputan musim Semi disekitar 104-106 hari setelah Winter Solstice atau Tangci.

Hari ini merupakan sehari libur untuk sekeluarga ber-piknik, yang sudah menjadi kebiasaan sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu, berasalkan dari satu peristiwa yang terjadinya di permulaan abad 7 BC di Tiongkok Semula.

Pada waktu itu Tiongkok Semula sedang terbagi-bagi dalam puluhan negeri adipati di keachiran zaman Dinasti Zhou, yang disebut masa Chun-jiu / Spring-Autumn / Semi dan Rontok, di masa 300 tahun pepecahan Tiongkok Semula pada tahun-tahun dari 770 sampai 476 BC.

Konon ada seorang pangeran dari negeri adipati Jin yang melarikan diri karena perebutan tahta dinegerinya yang terletak dipertengahan Shanxi sekarang, dia jatuh sakit dan terawat baik oleh seorang penduduk disuatu dusun sampai pulih kesehatannya.

Setelah dia kembali ke negerinya dan berhasil merebut kedudukan adipatinya di tahun 638 BC, sebagai Jin Wen Gong, dia baru mengetahui bahwa penyembuhan penyakitnya sewaktu di pengungsian itu, adalah berkat diberi minum obat kaldu yang memakai daging dari pahanya seorang dusun yang yang di kapan hari menolongnya, namanya Jie Zi-tui.

Untuk membalas budi, pangeran Jin Wen Gong menawari orang baik itu, satu kedudukan yang layak di pemerintahannya.

Namun Jie selalu menolak hadiah dan kedudukan yang ditawarkan Jin Wen Gong, malah achirnya juga bersama ibunya bersembunyi supaya tidak diganggu lagi di atas bukit pegunungan Mian-shan.

Dalam segala upaya Wen Gong untuk menemunya terus sia-sia, maka Wen Gong memakai siasat api membakar semak-semak di bukit disekitarnya, dengan harapan asap pembakaran tersebut bisa mengusir Jie dan ibunya keluar dari hutan, tetapi api tidak terkendalikan, sampai beberapa hari kemudian diketemukan dua mayat hangus yang berangkulan pada sebatang pohon yang sudah menjadi arang.

Wen Kong menyesal atas tindakan yang tidak bijaksana, sehingga menewaskan orang yang pernah menyelamatkan jiwanya itu, maka untuk menunjukkan penyesalannya itu diperintahkanlah kepada sekalian rakyatnya, pada hari itu dan seterusnya, supaya diperingati sebagai Hari Nyepi.

Pada Hari Nyepi ini, tidak memperbolehkan seluruh rakyatnya menyulutkan api, memasak makanan, keluar dari rumah maupun berisik. Dengan demikian timbulah tradisi makanan dingin yang disebut Han-shi, untuk memperingati leluhur.

Hari Nyepi ini kebetulan jatuh pada sehari sebelum hari tradisional kia-kia dimusim Semi yang sekarang kita sebut Ceng Beng .

Asal usul istilah Ceng Beng:

Istilah Ceng Beng berarti "cerah dan gemilang", ini berasalkan dari sabda kaisar Dinasti Han, Guang-wu-di Liu Xiu (5 BC -- 57 AD),  lepas berhasil menumpaskan para pemberontak Wang Mang, dan membangun Dinasti Han Timur di Luoyang. Tepatlah pada satu hari setelah Hari Nyepi, yang cerah dan gemilang di Musim Semi tahun 5 BC, dengan perasaan kelegahan berkatalah sendirian si-kaisar: "Tian achirnya Ceng Beng", yang maknanya, "kerajaan telah damai dan tentram kembali".

Hari itu kemudian dijadikan hari raya, dimana bangsa Tionghoa Han mempergunakannya untuk sehari berlibur, bersama keluarga pergi kia-kia atau piknik keluar kota menikmati suasana cerah dan gemilang, yang sampai sekarang masih disebut chun-you, Spring Outing.

Di-Tiongkok sekarang, dimana pada umumnya orang mati dikremasi kemudian abunya ditaburkan tanpa adanya kuburan lagi, maka hari Ceng Beng tetap dipakai orang untuk berlibur piknik chun-you seperti dulu kala.

Karena hari chun-you tersebut kebetulan jatuhnya pada sehari setelah hari adat Nyepi yang disebut Han-shi, yang dalam tradisi bermakan segala yang dingin itu, maka untuk sangu makanan diperjalanan kia-kia chun-you, juga disediakan chun-pan/spring platter/ camilan dingin.

Inilah asal usulnya Lunpia;

Camilan pada hari kia-kia tersebut merupakan makanan dingin yang terdiri dari sayur-sayuran segar yang berasa pedas, seperti bawang daun, bawang putih, kucai, daikon, moster dan lain-lain, digulung dalam lembaran kulit pancake yang terbuat dari tepung, dan makanan gulungan itu ditata rapih diatas piring yang lebar, sehingga juga disebut piringan lima sayur pedas, wu-xin-pan.

Kebiasaan kia-kia makan gulungan sayur pedas ini sudah sangat populer sejak jaman Dinasti Han Timur, sudah disebut chun-juan alias spring roll, yang kemudian sewaktu di Dinasti Jin Timur (317 - 420 AD) kebawakan ke daerah di selatannya Yangtze River yang ibukotanya di-Nanjing sekarang, setelahnya, di zaman Dinasti Tang (618 - 906 AD), juga dibawakan ke Hokkian oleh Tanglang, maka sejak itulah chun-juan adalah sinonim dengan lunpia, atau po-pia, camilan musim Semi.

Hari Nyepi Han-shi untuk memperingati leluhur dan Ceng Beng yang meriah kia-kia, yang kebetulan hanya berbedaan sehari saja itu, lama kelamaan terus digabungkan menjadi satu hari, selain kia-kia juga memperingati leluhur, dengan demikian menjadikan Ceng Beng sekarang, ritual kia-kia ke bukit untuk mengunjungi dan membersihkan semak-semak di kuburan.

Dengan demikian pun, di Hokkian sana, terjadilah revolusi lunpia tersebut.

Sewaktu jaman Dinasti Tang, bahan isi chun-juan / spring roll yang merupakan hidangan veggie dingin, sekarang ditambahkan isi bahan daging yang dimasak, yang kemudian dibawakan orang Tanglang ke Hokkian, dan disanalah disebut lun-pia atau lumpia di Jawa, yang artinya pia kulit lunak di musim Semi, karena semulanya tidak digoreng. Lumpia asli bukan gorengan, sedangkan yang digoreng pun bukan kreasi atau ciptaan orang Semarang, itu ada ceritanya tersendiri dalam evolusi-nya di Tiongkok sana.

Jika memperhatikan, mengapa memakan lunpia/lumpia juga disertai sebatang bawang daun segar? Itulah sisa dari kebiasaan makanan dingin sayuran pedas, asal usul lunpia yang sudah diceritakan di atas.

Oleh: Anthony Hocktong Tjio.

Monterey Park, Ceng Beng 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun