Mengingat ada dua arca dewa-dewa Tuan Raja (Ong Ya) yang menyertai dalam perantauan mereka, Tai Sun Ong Ya dan Kie Ong Ya, yang dianggap telah menyelamatkan mereka itu, maka didirikan klenteng Taoisme Ing Hok Kiong demi tetap mendapatkan perlingdungan keselamatan dan kemakmuran warga mereka disepanjang masa, sehingga mereka telah menemukan penghidupan baru yang bahagia disana. Kuala Sungai Rokan yang penuh kunang-kunang dimalam hari yang ditemukan pada tanggal 16 bulan 5 Imlik ditahun 1826 Masehi tersebut, kemudian menjadi Kota Bagan Siapi-api.
Dengan ketekadan untuk menetap ditanah-air baru ini, mereka tidak lagi akan meninggalkannya maupun kembali ke Tiongkok, maka dibakarlah tongkang semula yang pernah mengangkut mereka itu.
Begitulah hikayat pembakaran tongkang oleh pendatang Tanglang dipedusunan nelayan Rokan Hilir waktu dulu itu. Sekarang bisa timbul 3 pertanyaan yang bersangkutan dengan ritual Bakar Tongkang yang dirayakan di Bagan Siapi-api jaman ini.
1.Apakah pembakaran “tongkang semula” merupakan dasar yang menjadi tradisi Bagan Siapi-api sekarang ini?
2.Apakah benar Bakar Tongkang Bagan Siapi-api merupakan tradisi yang unik hanya satu-satunya di dunia?
3.Apakah sebenarnya makna ritual Bakar Tongkang itu?
PERTAMA:
Warga Ang membakar tongkang yang pernah mengangkut mereka dengan selamat, bisa jadi ini disebabkan mereka dibawah pimpinan tau-ke Ang Mie Kui (Ang Nie Kie) bersemangat tetap berjuang terus ditempat ini setelah tongkang dibakar, karena mereka berketetapan hati untuk tidak akan pindah dari Bagan setelah berhasil hidup makmur dalam usaha penangkapan ikan disana. Tetapi hal pembakaran kapal itu juga serupa dengan tradisi yang sudah ada didaerah Tong-an Xiamen di Hokkian ratusan tahun sebelumnya, disana disebut upacara “Sang Ong Chun” (Mengantar Kapal Raja), dan kebetulan semua 18 warga Ang tersebut juga berasal dari sana. Hanya saja bakar kapal tidak dilanjutkan sampai setengah abad setelahnya.