Jika dulu, peserta training itu jelas, bahkan teridentifikasi demografinya. Nah ke depannya, peserta training bisa siapa saja yang "kebetulan mampir". Trend ini juga lanjutan dari trend di 2021.
Hasilnya, ke depan ini, trainer dan pembicara jadi harus terbiasa mengajar dalam bentuk "streaming" kepada para peserta umum yang tidak akan langsung bisa dilihat audiensnya.
Banyak platform pun mulai dimanfaatkan untuk kepentingan ini. Yang paling umum misalkan IG Live, Youtube Live, Facebook Live, Telegram, dan sejenisnya. Trainer dan pembicara hanya bisa "menduga-duga" audiensnya.
Sementara, bagi banyak perusahaan dan klien juga, memanfaatkan platform ini untuk memperkenalkan jasa dan layanan mereka dengan cara yang lebih edukatif. Disinilah menariknya.
Jika biasanya trainer dibayar untuk memberikan training bagi karyawan dan leader di perusahaan tertentu. Ke depannya, trainer justru dibayar untuk mengedukasi klien, calon customer dan prospek organisasi yang belum ketahuan individunya.
9. Fokus Re-skilling dan Up-skilling
Angka pengangguran di Indonesia masih tetap tinggi, gara-gara pandemi. Jika di tahun 2020,angka pengangguran Indonesia pernah mencapai 9,77 juta orang.
Data bulan Agustus 2021 menunjukkan perbaikan menjadi 9,1 juta pengangur. Faktanya, perusahaan masih tetap hati-hati dalam melakukan rekrutmen.
Itulah sebabnya, mengikuti trend dunia seperti yang dilansir oleh training industry.com bahwa pengeluaran perusahaan di tahun 2022 masih akan banyak untuk pengembangan internal.
Hal yang sama juga dikonfirmasi dengan survei yang dilakukan LinkedIn di tahun 2021. Artinya, bagi para trainer internal dan eksterbal siap-siaplah untuk fokus pada pengembangan ketrampilan yang dibutuhkan para pemegang jabatan saat ini.
Begitupun, bagi para leader dan karyawan tuntutan di 2022 bagi mereka adalah meningkatkan skills dan kompetensi mereka dengan ketrampilan yang ada di atas level mereka.