Mohon tunggu...
Anshar Aminullah
Anshar Aminullah Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat, Peneliti, Akademisi

Membaca dan Minum Kopi sambil memilih menjadi Pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Etnisitas dan Rasisme dalam Hubungannya Antara Globalisasi Dan Identitas Etnis

2 Februari 2024   09:38 Diperbarui: 8 Februari 2024   18:21 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : www.dp3a.semarangkota.go.id

    Apakah globalisasi merusak identitas nasional? Temuan sebelumnya Bersamaan dengan perkembangan pandangan teoritis tentang dampak globalisasi terhadap identitas nasional, upaya juga dilakukan untuk menilai pengaruhnya secara empiris. Salah satu contoh seperti yang dilakukan di antara warga negara Jerman, misalnya, menemukan bahwa orang dengan tingkat eksposur yang lebih tinggi terhadap globalisasi (dalam hal pengalaman melintasi perbatasan dan hubungan sosial transnasional) lebih cenderung mengadopsi sikap kosmopolitan sebagai orang asing  dan cenderung berkarakter global. daripada pemerintahan mereka yang kurang terpengaruh dampaknya (Gal Ariely : 2019)

    Tinjauan di atas menggambarkan aspek teoritis yang bertentangan tentang pengaruh globalisasi pada identitas nasional dan inkonsistensi temuan empiris hingga saat ini, ini merupakan hasil dari konseptualisasi dan operasionalisasi yang berbeda dari globalisasi dan identitas nasional dan penggunaan kasus yang beragam dan sumber yang berbeda dari data.

    Sebagaimana ditunjukkan oleh analisis dari berbagai dimensi identitas nasional, globalisasi dan pengaruhnya bervariasi sesuai dengan operasionalisasi identitas nasional tertentu yang digunakan (Ariely, 2012). Studi saat ini membahas masalah ini dengan tiga cara:

- Ini hanya berfokus pada cara di mana globalisasi mempengaruhi konsepsi batas-batas nasional - yaitu. Identitas etnik.

- Ini menguji apakah globalisasi memiliki efek yang berbeda pada hubungan yang kuat dan positif antara patriotisme dan identitas etnis.

- Ini mereplikasi analisis menggunakan empat survei lintas-nasional terpisah untuk menguji generalisasi dan ketangguhan temuan.


Etnisitas Dan Rasisme

Dalam berbagai literatur kita temukan ras dikaitkan dengan identitas biologis, sedangkan etnisitas dikaitkan dengan identitas budaya (cultural identity). Apakah perbedaan tersebut benar? Coba kita lihat pada tiap identitas seperti yang terjadi pada masa kolonial. Pada masa kolonial Afrika dikenal identitas politik berupa identitas legal dari kelompok-kelompok suku dan bangsa. Pada masa kolonial tersebut ras adalah kelompok masyarakat yang bukan asli orang Afrika yaitu bangsa penjajah, bangsa pendatang seperti dari Asia (India) dan suku (tribe) yang disebut sebagai kelompok etnis. Berdasarkan ini lahirlah identitas legal. Bagi ras diberlakukan undangundang sipil (civil law) sedangkan bagi suku (tribe) diberlakukan hukum adat (customary law). Di sini kita lihat identitas legal adalah sebenarnya suatu diskriminasi rasial terhadap penduduk asli.

    Identitas legal ternyata telah memperkuat konsep etnisitas. Identitas legal seperti yang terjadi di Afrika sebelum perang juga dikenal di Indonesia. Pada masa kolonial kita mengenal klasifikasi penduduk sebagai berikut: Golongan Eropa atau kelompok kulit putih sebagai penjajah, golongan Timur Asing kebanyakan dari suku Cina, Arab, yang merupakan kelompok penghubung antara kelompok penjajah dengan kelompok Bumi Putera. Lapisan yang paling bawah adalah lapisan Bumi Putera. Seperti kita ketahui identitas legal tersebut memberikan dan melindungi hak-hak tertentu untuk masing-masing kelompok. Kelompok paling atas tentunya mempunyai hak-hak istimewa, kelompok paling bawah adalah kelompok inlander yang kurang mempunyai hak. Dalam bidang pendidikan misalnya tampak dengan nyata hak hak untuk memperoleh pendidikan yang lebih bagi golongan Eropa dan pendidikan yang minim untuk golongan Bumi Putera, sedangkan bagi kelompok Timur Asing memperoleh hak istimewa untuk menikmati pendidikan seperti yang dimiliki oleh kelompok Eropa.

     Politik kolonial di Afrika telah melahirkan genoside seperti di Rwanda. Bekas jajahan Belgia itu dihuni oleh suku Hutu atau Bantu yang dianggap sebagai penduduk asli yang belum beradab. Di samping itu terdapat kelompok Tutsi atau Hamite yang berasal dari Mesir dan Ethiopia dan dianggap kelompok yang sudah beradab. Dengan politik kolonial, suku Tutsi memperoleh kedudukan yang lebih baik dibandingkan dengan suku Hutu. Di dalam revolusi tahun 1959 terhadap kekuasaan kolonial, terjadilah perubahan sosial dalam mencari identitas politik. Revolusi tersebut dipelopori oleh suku Hutu sehingga dikenal sebagai revolusi Hutu. Dengan revolusi tersebut suku Hutu dianggap sebagai Bumi Putera sedangkan suku Tutsi dianggap sebagai suku yang asing. Dalam revolusi tersebut suku Tutsi terpaksa menyebar ke daerahdaerah atau negara tetangga. Pada tahun 1990-1994 terjadi perang saudara yang terkenal dengan adanya genoside.

     Di dalam kasus tersebut kita lihat pergolakan dalam identitas politik di dalam proses membentuk negara (state formation). Di dalam kasus tersebut terlihat dengan jelas bahwa ras tidak berkaitan dengan hal-hal biologis dan etnisitas dengan hal-hal budaya. Ternyata konsep ras dan etnisitas hanya dapat Dimengerti dalam konteks kolonialisme. Pada masa kolonial pengertian ras telah muncul dari konsep Bumi Putera yang dikonstruksikan di dalam masyarakat kolonial. Etnisitas dikonstruksikan sebagai Bumi Putera. Sejalan dengan itu etnisitas dikonstruksikan sebagai kelompok yang mempunyai budaya tertentu dan dianggap sebagai budaya yang inferior (H.A.R Tilaar, 2007).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun