Memang ada pemimpin yang benar-benar adalah orang baik, jujur dan tulus. Tetapi ada juga calon pemimpin dan pemimpin yang memiliki karakter atau moralitas yang tidak baik.
Bagaimana kita dapat mengenal calon pemimpin yang tidak baik itu ? Sangat sulit, sebab orang-orang seperti itu sangat pandai menutupi segala ambisi dan kebusukan hati mereka. Penampilan mereka, layaknya seekor domba yang baik.Â
Padahal hati mereka, tidak ubah, layaknya serigala lapar. Penyamaran mereka sangat sempurna. Mereka berteman dengan kita, mereka makan dan minum bersama kita. Jadi butuh ketelitian, kecermatan dan kepekaan tingkat tinggi untuk dapat mengenal, para serigala yang ada di antara pada domba. Sehingga kita tidak tertipu atau diperdayai oleh mereka.
Memang sangat mengherankan, ada orang-orang (baca: rakyat) yang sudah ditipu berulang kali oleh para kandidat yang berpenampilan seperti domba, padahal sesungguhnya adalah serigala yang jahat. Â
Pertanyaannya, mengapa bisa begitu ? Hal ini terkait dengan apa yang kita sebuat ketidakberdayaan. Para pemimpin yang berkarakter serigala, akan membiarkan rakyatnya untuk terus berada dalam ketidakberdayaan, karena kebodohan dan kemiskinan.Â
Sehingga mereka selamanya menjadi domba yang tidak berdaya, makanya terus dan terus menjadi sasaran empuk, dari serigala, pada setiap moment pemilukada. Jika rakyat yang miskin dan bodoh itu diberdayakan dan dicerdaskan, maka akan sulit untuk membodohi mereka lagi.
Moment kampanye dan debat publik, tidak cukup untuk menguliti sang serigala lapar dan jahat, tapi bertampang domba yang tulus. Sebenarnya di era digital ini, adalah saat yang paling tepat untuk saling berbagi informasi (asalkan jangan hoaks), perihal sepak terjang calon pemimpin bertampang serigala namun berhati domba,ketimbang bertampang domba tapi berhati serigala yang jahat. Memang untuk hal itu, butuh keberanian. Semoga ada yang berani, melakukan hal itu.
Penutup
Sebetulnya kekuasaan pada dasarnya bukanlah sesuatu  yang jahat atau salah pada dirinya. Kekuasaan dalam hal ini, hanyalah alat yang diberikan/dipercayakan kepada kita; baik oleh Tuhan, maupun oleh Rakyat. Â
Oleh karena kuasa itu, hanyalah alat semata, maka setiap orang yang diberikan/dipercayakan/dimandatkan untuk mengelolanya, harus dikelola, dikendalikan dan dipergunakan sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya untuk mengusahakan dan meningkatkan kesejahteraan bersama, yakni kesejahteraan seluruh  rakyat.
Kekuasaan yang  tidak dipergunakan untuk melayani atau mengabdi, maka disitukah kekuasaan akan menampakan wajah  yang tidak wajar lagi, yakni berwajah abu-abu. Wajah yang sulit dipegang segala janji manis yang diobral pada saat kampanye. Sebab apa yang dijanjikan itu  hanya pemanis mulut, bukan keluar dari lubuk hati yang terdalam.