Mohon tunggu...
Anselmus Puasa
Anselmus Puasa Mohon Tunggu... Dosen - nama panggilan Amos

Amos si penggemar film Kung Fu China

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Petahana Tak Selamanya Bertahan

10 November 2020   22:03 Diperbarui: 10 November 2020   23:39 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Welcome Joe, and good bye Donald

Pertarungan memperebutkan posisi sebagai orang nomor satu di negeri Paman Sam, berakhir sudah. Meskipun  Donald Trump, menuduh ada kecurangan dan menyatakan akan menggugatnya. 

Tetapi untuk saat ini, hasil pemilihan menunjukan bahwa Joe Biden dan Kamala Harris, dipercayakan oleh rakyat Amerika Serikat untuk memimpin mereka selama 4 tahun ke depan.

Kekalahan Donald Trump, menambah catatan sejarah bahwa tidak selamanya, petahana itu selalu memenangkan pertarungan di pilpres. Walaupun hal itu, sangat mengejutkan semua pihak, karena yang namanya petahana itu, memiliki segudang amunisi untuk melumpuhkan lawan yang datang mau merampas singgasananya. 

Tapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur.  Atas hasil itu, Trump, tidak mau menerima, kekalahannya. Saran saya, seharusnya, Donald Trump menjaga nama besar negaranya, dengan tidak perlu menggugat hasil pilpres yang ada. 

Jangan karena gengsi atau karena mau  mempertahankan egonya, maka 1001 macam cara dipakai untuk menutupi rasa maluannya itu. Padahal justri itu hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. Sayangnya emosi Donal Trump yang meledak-ledak itu sama benar dengan salah satu tokoh kartun dari negerinya sendiri, yakni Donal bebek.

Mestinya, Donal Trump belajar dari pengalaman pada tahun 2016 yang lalu. Bahwa dirinya menang dari Hillary, karena keberuntungan semata. Sebab popular vote, ia kalah. Artinya, kalau waktu itu, pilpresnya di Indonesia, Donald Trump, harus gigit jari. Ia boleh terpilih, karena ia menang pada electoral vote. Jadi ia boleh, melenggang ke gedung putih. 

Kini, melawan Joe Biden, baik popular vote maupun electoral college, semuanya dimenangkan oleh Joe Biden dengan Kamala Harris. Monggo mas Donald nrimo aja, ngga usah sewot. Sebab yang namanya jabatan itu amanah, atau anugerah dari Tuhan yang maha kuasa, atas orang yang direstuinya.

Harapan baru Atas Kemenangan Joe 

Kemenangan Joe Biden atas Donal Trump, memicu luapan kegembiraan masyarakat Amerika. Masyarakat kecil dan menengah yang selama masa kepemimpinan Donald Trump, mereka banyak kehilangan pekerjaan dan menjalani hidup yang kian sulit; kini ada secercah harapan, dengan terpilihnya Joe Biden. Paling tidak kebijakan yang pro rakyat, semasa Obama memimpin, pasti bisa dilanjutkan oleh Joe Biden.

Kemenangan Joe Biden, bagi para petarung politik dalam perebutan kursi kekuasaan pada 9 Desember 2020 ini, secara khusus yang bukan petahana, pasti memiliki energi baru dan semangat baru. Bahwa perjuangan yang sungguh-sungguh, dengan mengambil hati rakyat, maka pasti mereka bisa mengalahkan para petahana yang ada. 

Walaupun perjuangannya tidaklah ringan dan mudah. Mengingat, para petahana, biasanya dari semua aspek, mereka siap dan diuntungkan. Terutama dari aspek finansial dan koneksial.

Sudah bukan rahasia lagi, bila petahana memakai orang-orang yang ada di birokrasi, sebagai mesin politiknya.  Meskipun, sudah ada regulasi, yang melarang ASN untuk terlibat dalam soal politik praktis. 

Akan tetapi, fakta berbicara lain, secara diam-diam, dan bahkan terang-terangan, orang-orang di birokrasi dari yang tertinggi sampai yang terendah, melakukan gerilya politik. Tentu saja, semua yang bekerja keras itu, akan diperhitungkan, ketika petahana masih terpilih, maka jabatan empuk pun menjadi bagian dari para gerilyawan tersebut.

Joe Biden, sebelum memenangkan pertarungan pilpres 2020, ia pernah mengalami kekalahan juga. Misalnya pada tahun 2008, ia kalah bersaing dengan Barac Obama, sehingga partai Demokrat, mengusung Obama. Tetapi, kekalahannya itu terobati dengan dipinangnya untuk menjadi wakil presiden mendampingi Obama. 

Baru pada tahun 2020 inilah, Joe Biden, akhirnya boleh maraih impiannya, yakni menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat. Demikian halnya, para pejuang yang berjuang untuk menjadi pemimpin daerah, jangan pernah gentar, jangan pernah ragu, dan jangan merasa kalah sebelum sampai pada waktunya. Jika para petahana adalah Goliath, maka sekuat dan sehebat apa pun Goliath itu, ia akhirnya dikalahkan oleh Daud yang kecil. Jadi, tidak ada yang tidak mungkin. 

Belajar dari Joe

Secara serentak, pada 9 Desember 2020, ada 270 daerah yang akan memilih kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota). Seperti lasimnya, akan ada banyak daerah yang penyelesaiannya di tingkat Mahkama Konstitusi. 

Kita tidak tahu, apakah Donald Trump, belajar demokrasi dari Indonesia, ya; sehingga ia juga mau menyelesaikan persoalan pilpres lewat jalur hukum. Tetapi kita tidak perlu sewot dengan rencana Trump itu. Sebab di mata hukum, setiap warga negara, berhak mendapat layanan hukum.  

Menarik apa yang disampaikan oleh Joe Biden, pada pidato menyambut kemenangannya. Biden mengatakan bahwa, hentikan memberlakukan lawan sebagai musuh. Dan dia akan menjadi presiden pemersatu bangsa. Itu berarti, baik yang memilihnya maupun yang tidak memilihnya, semua adalah rakyatnya. Dan dia akan bekerja keras untuk semua itu. Karena itu, tugas pertama yang harus dilakukannya adalah memulihkan persatuan bangsa.

Kebesaran hati seorang pemimpin, mesti begitu. Fakta, banyak kepala daerah, saat terpilih, mereka pun melancarkan politik balas dendam. Lewat tim sukses, mereka pun menginventarisir orang-orang yang berbeda (lawan), yang ada di birokrasi, dan mulailah orang yang berbeda itu disingkirkan (non job) ataupun dimutasikan ke tempat-tempat terpencil. Perbedaan dipandang sebagai dosa yang tidak dapat diampuni, makanya selama ia menjabat (5 tahun), orang-orang yang dipandang sebagai lawan politik dan yang tidak mau bertobat, maka mereka akan menjalani masa-masa sulit selama 5 tahun.

Para calon pemimpin dan bahkan yang sedang menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai seorang pemimpin di semua level pemerintahan, jangan pernah malu dan mau belajar dari apa yang telah ditunjukan oleh Joe Biden, di atas. 

Seorang pemimpin, harus mengedepankan kepentingan bangsa, daerah di mana ia pimpin. Seluruh rakyat yang memilihnya atau pun yang tidak memilihnya, semua sama-sama rakyatnya, yangharus dilayani. Mereka semua membayar pajak yang sama. Tidak ada ketentuan, yang mengatakan bahwa rakyat yang tidak memilih pemimpin di daerahnya, bebas dari tanggungjawab membayar pajak atau sebaliknya.

Memang aneh, ada saja ulah para pemimpin yang dengan arogan mengancam dengan mengatakan, bahwa jika wilayah "A" yang tidak memilihnya, maka pembangunan jalan atau jembatan, tidak akan dilanjutkan. Apa benar demikian? Emangnya duit untuk membangun jalan dan jembatan itu adalah uang dari kantong pribadi dari calon pemimpin tersebut? Tentu saja tidak. Akan tetapi, bagi rakyat yang tidak paham akan hal itu, meyakini bahwa infra struktur yang mereka nikmati adalah hasil dari kerja keras sang pemimpin itu sendiri. Sehingga, bila tidak memilihnya, maka pembangunan yang sedang berjalan, akan dihentikan.

Pemimpin adalah Pahlawan

Hari ini, 10 November 2020, kita  bangsa Indonesia,  merayakan hari Pahlwan Nasional. Perayaan kali ini, bangsa kita dan bahkan seluruh dunia, lagi berperang melawan pandemi Covid 19. Sementara itu, di 270 daerah, ada segelitir orang, baik petahana maupun pendatang baru,  sedang  berjuang guna mendapatkan posisi sebagai pemimpin di daerahnya masin-masing. Sebagai rakyat, tentunya kita semua berharap, bahwa para pemimpin yang terpilih itu adalah para pahlawan yang benar-benar  berjuang untuk kepentingan segenap masyarakat yang mereka pimpin.

Kita belum tahu benar, apakah para calon pemimpin yang mau memperebutkan kursi kepemimpinan pada 9 Desember nanti, adalah orang-orang yang boleh kita banggakan dan harapkan sebagai pejuang dan pahlawan daerah ? Walaupun begitu, kita percaya saja bahwa, mereka yang menyatakan diri sebagai calon pemimpin, adalah orang-orang yang telah menyatakan tekad dan janji yang mereka obral pada saat kampanye, itu juga yang mereka akan lakukan.

Ingat, secara sederhana, orang yang disebut pahlawan adalah orang yang secara sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan banyak orang, dengan tidak mempedulikan kepentingan dirinya sendiri, kelompoknya sendiri atau pun golongannya sendiri.  Sama halnya seorang pemimpin yang memperjuangkan nasib dan kepentingan rakyatnya, agar mereka sejahtera, sesungguhnya adalah pahlawan itu sendiri. Selamat bertarung!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun