Mohon tunggu...
Dian Rahmawati (anra)
Dian Rahmawati (anra) Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswi prodi Sastra indonesia di universitas Pamulang.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Sepucuk Surat untuk Mara

4 Juli 2023   23:50 Diperbarui: 5 Juli 2023   00:17 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by pinterest (RM of BTS)

Siang yang terik, Mara hampir tidak ingin keluar Rumah, karena benar-benar panas matahari membuatnya tak nyaman. Ia terus berguling ke kanan dan juga ke kiri. Keadaan rumahnya hening, seperti tak ada kehidupan, itu semua karena mama dan papa Mara sibuk bekerja di luar rumah, dan Mara hanya berdua bersama asisten rumah tangganya, bi sinem.

Setengah jam Mara di atas kasur empuknya itu, tiba-tiba, handphonenya berbunyi, ada notifikasi masuk ke Handphonenya. Dengan cepat, langsung segera ia cek, oh, ternyata itu dari pujaan hatinya, Mas Saga, Anak Bungsu dari Pemilik perusahaan tempat papa Mara bekerja.

MySaga: Kecil, Mas kerumah ya, mas bawakan mie ayam kesukaanmu.

Mara yang mendapatkan pesan itu, ia langsung senang dan tak sabar bertemu dengan pujaan hatinya itu yang sudah 2 tahun lamanya bersama. Sudah cukup lama bersama, Mara dan Saga berniat untuk membawa hubungannya itu ke jenjang serius, karena Saga juga sudah memasuki kepala 3. Saga berniat meminta izin dan restu kepada papa Mara, pak Wijaya nanti, ketika dirinya sudah tak kerepotan dengan lukisan-lukisannya, dan juga ketika Pak Wijaya sudah ada waktu senggang.

Mereka bertemu, dan berbincang banyak sekali. Dari perihal tentang "kenapa awan berwarna putih?", sampai perihal "nanti, jadi penerusnya Mas Janu dong?"

Anak-anak dari Pak Utami, pemilik perusahaan tempat Pak wijaya bekerja, sangat di kenal baik oleh Pak wijaya, papa Mara. Bahkan, selain Saga yang mengenal Papa Mara, Janu, anak sulung dari pak Utami juga mengenal baik papa Mara.

Setelah pertemuan hari ini, dan mie ayam yang di bawa Saga untuk Mara sudah Habis, Saga pulang dan berniat meminta Restu terlebih dahulu kepada Ayahnya. Tetapi Sayangnya, Ayahnya tak merestuinya, justru Ayahnya ingin menjodohkan kakak Sulungnya dengan anak dari Direktur perusahaannya itu, Pak Wijaya. Saga tak terima dengan hal itu, lalu berusaha memberi penjelasan kepada ayahnya di meja makan, saat sedang makan malam bersama.

"Ayah kan tahu saya dan Mara sudah berpacaran, kenapa ayah justru ingin menikahkan Mas Janu dengan Mara?"

"Ayah Tahu, tetapi kepribadian Janu dan Mara itu lebih cocok, ketimbang dengan kamu," ucap Ayah Saga dengan santainya.

"Ayah serius?" tanya ibunda Saga yang langsung memberhentikan aktifitas makannya.

"serius. Nanti minggu depan kita buat lamaran ya Janu, biar kamu dan Mara segera menikah"

Janu hanya membalasnya dengan satu kata dan menggangguk kecil.

Bukannya Janu tak ingin membantu adiknya, disaat seperti ini, tetapi ia juga bingung, karena menyangkalpun pilihan ayahnya pasti sudah bulat. Anak sulung pak Utami, Janu, adalah anak yang paling nurut dan taat pada Ayahnya. Sedangkan Saga, sebaliknya, ia tak begitu taat pada ayahnya. Saga ingin selalu membuat jalan menuju suksesnya dengan peta yang telah ia buat sendiri, salah satunya adalah Menikahi Mara. tetapi sayangnya, Ayahnya adalah sang perusak Peta. Walaupun dengan anaknya sekalipun.

"ayah? Ayah masih marah dengan saya perihal jurusan kuliah yang Saya pilih? Karena saya tidak mau menjadi salah satu penerus di perusahaan ayah? Ayah, Saya selalu nurut dengan Ayah, saya selalu mengikuti apa yang ayah mau. Hanya perkara saya tak mau mengikuti perintah ayah sekali, ayah sedendam itu dengan Saya? Saya anak ayah, saya sama seperti mas Janu. Lalu, bagai-"

Belum juga omongannya kelar, tiba-tiba Kakak sulungnya, Janu, memotong pembicaraan Saga, agar Adiknya itu berhenti dan diam.

"Saga, sudah Saga!"

"Saga, ayah menginginkan kedua anak ayah menjadi penerus perusahaan, tetapi kamu justru memilih jalan lain, Padahal sudah ayah siapkan jalan untukmu. Ayah berusaha untuk anak ayah, bukan untuk orang lain tetapi kamu seperti tidak bisa menghargai ayah, Saga."

"yasudah terserah ayah!"

Dengan segera ia bangkit dari duduknya dan pergi ke kamarnya. Rasa kesal dan sedih menjadi satu, rasanya ia ingin marah, tetapi percuma karena ia Tahu ayahnya kalau sudah memilih opsi pasti sudah tak ada penyangkalan lagi. Kakak sulungnya itu menyusulnya ke kamar, dan berusaha menenangkan adiknya itu.

"Ga, maaf kan mas yang tak bisa membantu mu sedikitpun. Mas juga tersiksa dengan pilihan Ayah, tetapi mas tak bisa berbuat lebih, Saga."

Saga menatap Janu dengan netra yang sedih. "mas kenapa kalau mas tersiksa tidak ajukan penolakan juga? Kenapa justru diam? Bagaimana dengan kekasih mas? Mas terus bagaimana dengan renc... ah.." Saga menghela nafasnya kasar. Janu hanya bisa menepuk-nepuk punggung adiknya itu. Hening, dan sedikit redup di dalam Kamar Saga, karena hanya lampu tidur saja yang hidup.

Janu memberitahu kepada Saga, kalau ternyata ayahnya itu sudah membicarakan ini kepada papa Mara juga, sebelum papanya itu berbicara kepadanya di meja makan, dan papa Mara setuju dengan perjodohan ini. Sebelumnya, papa Mara sedikit ada penyangkalan, tetapi karena merasa tak enak dengan Sahabatnya itu yang selalu bersedia menolongnya, papa Mara meng-iyakan ajakan perjodohan anak Sulung pak Utami dan putri Tunggalnya itu. Ia berpikir kalau Janu sama baiknya dengan Saga, jadi tidak ada masalah.

Mara kesal dan sedih setengah mati. Ia berpikir kalau Pernikahan itu bukan hanya berjanji di atas altar, tetapi juga selamanya bersama seseorang yang sudah dipilih.

"paaa! Ini tuh bukan zaman siti nurbaya." Ujar Mara dengan kesal

"Mara, kamu kan anak satu-satunya. Papa dan mama mau yang terbaik buat kamu. Lagipula Janu dan Saga kan juga sama saja? Mereka hanya beda wajah saja"

"intinya aku tidak mau. Aku bukan siti nurbaya, dan aku mau menikah dengan mas Saga. Lagipula kami sudah membicarakan hal ini dari jauh-jauh hari, kenapa tiba-tiba jadi berubah?!"

Mama Mara berusaha menenangkan putrinya itu. "tenang Mara, tenang yaa."

Sampai akhirnya netra Mara mengeluarkan air mata, tetapi hasilnya tetap sama, papa Mara akan tetap dengan pilihannya yang awal, menjodohkan Mara dengan Janu.

"Papa mama kan tahu kalau Mara sangat mencintai Mas Saga, tetapi kenapa... kenapa justru mas Janu yang papa mama pilih?"

"Janu yang terbaik buat kamu, Nak."

Mara kesal, Tahu dari mana papanya kalau Janu yang terbaik? Padahal papanya mengenal kedua nya dengan baik tetapi kenapa seakan-akan Saga manusia yang tak pantas untuk Mara.

Selama seminggu penuh Mara mencari cara agar perjodohan ini dibatalkan, tetapi sayangnya, semua tetap harus berjalan. Tulisan-tulisan yang ia Tulis menjadi sangat kacau, kisah indah yang harus ia tulis juga berakhir dengan akhir yang tak bahagia, seperti kehidupannya.

Saga sudah berusaha dengan sebisanya, semua sudah ia lakukan, sampai ia mau mengkorbankan hidupnya juga, tetapi sayang, hasilnya tetap nihil. Saga dan Mara di fase menerima semua kenyataan yang menyakitkan ini. Kenyataan yang menyakiti keduanya, tetapi keduanya tak bisa apa-apa. Sudah banyak pengorbanan, tetapi entah kemana perginya pengorbanan itu. Entah ayah Saga memikirkannya atau tidak, tetapi ia telah menyakiti 3 insan sekaligus.

Hari dimana Mara di lamar oleh Janu, Saga tak ikut, ia tak ingin sukarela menyaksikan kesakitan yang dalam waktu lama akan ia rasakan. Saat proses pengharapan itu terjadi, Mara sangat cantik, Janu sampai ikut terkagum dengannya. Janupun bingung, ia harus bahagia atau sedih dengan semua rencana yang sudah di susun oleh ayah bundanya.

Papa Mara dan Ayah Saga merencanakan pernikahan Mara dan Janu akan di selenggarakan di saat hari dimana Mara berulang Tahun. Hari tak bahagia itu, akan terjadi dibarengi oleh hari dimana Mara sangat berbahagia, hanya terjadi sekali dalam setahun, tetapi sayangnya yang akan ia rasakan Tahun ini adalah rasa sakit dan kecewa.

Untuk pertemuan terakhir, Janu menjemput Mara untuk bertemu dengan Saga, mantan kekasih Mara. Janu menemani Mara, karena Mara hanya boleh pergi bersama Janu sebelum pernikahan dilakukan. Janu meninggalkan keduanya di restoran cepat saji, untuk waktu yang cukup lama, karena ia membiarkan mereka untuk berpamitan sebelum akhirnya Mara menjadi istrinya.

"Sudah, jangan sedih kecil. Kan mas Janu sama seperti Mas, Cuma memang beda wajah saja hahaha," bohong kalau Saga juga tak merasakan sakit. Ia sakit, sakit itu semua bersarang di dadanya. Ia sangat ingin marah, tetapi untuk apa? Toh akhirnya akan sia-sia.

"Mas kenapa ketawa si? Aku sungguh tidak mau, haruskah ini tetap berjalan? Tak bisa kah kita mati bersama saja?" jawab Mara dengan netra yang sedikit sembab. Saga berusaha menenangkan mantan kekasihnya itu, kepala yang lebih kecil di elus-elusnya dengan Kasih yang mungkin tak akan pernah ada batas waktunya itu.

"Tidak boleh seperti itu ya Kecil. Oke? Nanti Mas kirimkan lukisan kelinci lucu lagi, oke?"

Saga sangat senang membuatkan Mara lukisan, entah lukisan wajah Mara atau Lukisan kelinci putih yang lucu, hewan yang sangat Mara sukai. Saga membujuk Mara, tangan kekarnya itu pindah menjadi mengelus pipi cubby dan putih Mara, walaupun pada akhirnya bujukan itu akan sia-sia.

"aku inginnya mas disini, aku inginnya mas yang nanti menjadi temanku berjanji di altar, mas..." netranya terus mengeluarkan air mata.

Setelah pertemuan itu, Saga sempat memeluk tubuh kecil Mara dengan penuh kasih. Pelukan terakhir, untuk Kasih yang akan terus ada sampai nanti, sampai keduanya mati.

Janu mengantarkan Mara kembali untuk pulang. Mereka tak banyak omong, lagipula setelah perjodohan ini terjadi, tak ada lagi bahan untuk dibicarakan Mara dan Janu, yang ada hanya rasa canggung dan sedih. Keduanya berpisah setelah Janu bertemu dengan papa Mara, yang sedang menonton tv bersama Mama Mara.

Satu hari sebelum hari pernikahan, Saga menyiapkan sesuatu. Sama sepertinya di Tahun sebelumnya, Ia membelikan Mara barang yang sekiranya Mara butuhkan atau Mara sukai. Tetapi tahun ini adalah tahun terakhir Saga memberikan Mara hadiah ulang tahun, karena tahun berikutnya, Saga tak akan memberi apa-apa. Karena rasanya tak pantas jika ia berlebihan kepada iparnya itu.

Hari esok, ia akan mendampingi kakak sulung nya itu, menikah dengan pujaan hatinya. Saga tak bisa berbuat apa-apa lagi, ia hanya pasrah dan berdoa meminta kepada Tuhan agar pujaan hatinya itu tetap bahagia, walau tak bersamanya.

Sesudah ia menyiapkan kado yang akan ia bawa besok, ia menuju kamar kakak sulungnya itu, sedikit penasaran dengan apa yang sudah kakaknya persiapkan untuk calon istrinya.

"mas hadiahin Mara apa?" tanya Saga dengan wajah polos dan langsung duduk di tepi kasur, tepatnya di samping Janu.

"beberapa novel yang belum sempat di beli oleh Mara, dan juga beberapa gantungan kunci kelinci, Ga," jawab Janu yang kemudian kado yang sudah siap untuk di kasih itu di taruh di atas meja kerjanya.

"ohh,"

"kenapa Ga? Tidak romantis ya?"

"Iya, tetapi ya tidak apa-apa. Toh pasti Mara suka,"

Mara tak suka barang mewah seperti anak orang kaya lainnya. Beberapa kado tak mahal yang di beri Tahun lalu oleh sahabat-sahabatnya Mara, setau Saga sampai sekarang masih ada, masih terpajang di rak buku putih milik Mara. Asalkan bermanfaat, Mara pasti akan mengambilnya dan menjaganya sampai akhir hayatnya.

Padahal pagi hari Saga akan mendampingi Janu, tetapi sampai dini hari ia belum tidur. Pikirannya berisik, hatinya merasakan sesak di dada, tetapi ia hanya diam. Menangis pun seperti tertahan. Begitupun dengan Mara, netranya terus terbuka menatap atap. Meratapi nasibnya yang sangat-sangat perihatin. Sampai akhirnya ia harus beranjak mandi, dan bersiap-siap untuk di rias oleh Makeup artist yang sudah ia pilih bersama mamanya dan juga calon suaminya, Janu.

Sebelum Mara duduk untuk di rias, ia memeluk mamanya itu, memeluk dengan erat karena rasa sakit di dadanya benar-benar menyakitinya.

"Sudah jangan sedih anak mama yang paling cantik. Cup..cupp.. nanti mama suapin dimsum deh yaaa, anakku," ujar mama Mara sembari tangan yang sudah sedikit keriput itu mengelus surai Mara dengan sangat lembut.

"aku maunya Mas Saga,"

Hatinya selalu memilih Saga, tetapi di atas Hatinya, ada kedua orang tua yang mengendalikan semuanya dan bertolak belakang dengan apa mau sang pemilik hati.

Mara di rias dengan tampilan sedikit natural. Mata sembabnya itu berusaha di tutupin dengan foundation, bedak dan juga beberapa riasan berwarna natural. Mara sangat cantik, di hari bahagia karena ulang tahunnya tetapi sayangnya kebahagiaan itu berubah menjadi rasa sedih karena pernikahannya dengan Janu.

Pernikahan berlangsung, Mara di atas altar dengan senyum palsunya itu bersama dengan Janu, sedangkan Saga, ia di bawah, memandang keduanya, memandang kakak dan pujaan hatinya itu di atas sana. Tetapi pada akhirnya, Saga memilih pergi ke toilet, dan menangisi rasa sakit itu.

Rasa sakit Ayahnya sudah terbalaskan semua. Saga sudah merasakan rasa sakit yang amat menusuk dadanya itu, tetapi apakah sebenar Saga pantas mendapatkan pembalas dendaman ini? Ayahnya tak perduli dengan itu, lagipula disisi lain ia juga sangat Bahagia bisa menikahkan anak sulungnya itu dengan anak direktur perusahaannya itu, yang dimana Ayah Saga juga sudah menganggap Mara sebagai anak nya dan sangat menyayanginya, tetapi kasih ayah Saga tak seluas Kasih Saga kepada Mara.

Pernikahan hanya di lakukan sehari, lalu setelah matahari terbenam, semua sudah selesai. Ada salah satu sahabatnya yang setia menemani Mara, Adisti. ia membantu banyak Mara ketika di atas altar. Ia juga akan yang mengantarkan Mara sampai rumah baru, untuk membantu melepaskan Gaun putih yang sangat megah itu. Tetapi sebelum pergi, Adisti datang dengan 1 paperbag kecil berwarna pink pastel.

"Mar, ini dari someone. Buka nya ketika kamu sudah tidak repot lagi yaa," ujar Adisti dengan wajah senang

"Dari siapa Dis?"

"Tak boleh ku beri tahu sebelum kamu sudah tak repot lagi. Ayo segera pulang, lalu kita buka kado ini untuk pertama, untuk pembukaan membuka kado pernikahan," jawab Adisti sembari tertawa kecil.

Janu yang baru saja bertemu dengan rekan kantornya itu, langsung mendekat ke istrinya dan membantunya berjalan, menuntunnya ke arah mobil hitam fortuner miliknya itu.

Mara pulang bersama dengan Janu dan Juga Adisti. Tangannya sibuk menggenggam Hadiah yang entah dari siapa. Sampai akhirnya ia sampai di tempat yang sedikit tak asing, karena beberapa kali Mara sempat ke Rumah Janu, untuk mampir sebentar, menemani mantan kekasihnya itu, Saga, melakukan pekerjaannya, melukis.

Mara langsung di sambut oleh mama mertuanya, bunda Saga dan langsung di bantunya masuk ke dalam kamar.

Setelah bebersih, Mara siap untuk membuka kado, di temani dengan sahabatnya itu. Tetapi sehabis kado yang pertama, Adisti harus pulang, dan lagi juga kado selanjutnya adalah urusan Mara dan Juga suaminya, Janu.

"ayo di buka, aku penasaran deh," ucap Adisti kegirangan sembari tangannya mengambil paperbag kecil berwarna pink pastel itu.

Mara membukanya, melihat isi dari paperbag kecil itu, ternyata itu smartwatch berwarna rose. Dan ada sepucuk surat di dalamnya.

"Eh ada suratnya"

"buka, baca Mar"

Mara mengeluarkan surat itu dari amplop kertas cokelat, dan membukanya dengan sangat hati-hati. Di belakang surat itu ada gambar yang sudah terukir oleh pensil hitam, lalu ketika di balik, tulisnya hampir memenuhi satu kertas. Tulisan sambung dan rapi, Mara tahu itu dari siapa. Itu dari pujaan hatinya, Saga yang kini sudah menjadi mantan kekasihnya.

Mara mulai membacanya dengan suara, agar Adisti juga mendengarnya.

 

Halo kecil, selamat ulang tahun ya. Untuk hadiah terakhir, saya beri yang simpel saja ya. Nanti lukisan kelincinya menyusul saja, ya. Kecil, Terima kasih untuk 2 tahunnya ya, saya sangat senang bisa mengenalmu, dan masuk ke dalam ke kehidupanmu. Terima kasih sudah menjadi pelangi di saat hidup saya tak ada warna sama sekali. Terima kasih atas kasih yang selalu kamu kasih ke saya. Saya sangat bersyukur bisa mengenalmu, bahkan bukan hanya mengenal saja. Saya sangat berterima Kasih juga kepada Tuhan, sudah mau mempertemukan saya yang tak tahu arti kasih ini, dengan kamu yang selalu penuh kasih. 2 tahun memang sebentar, tetapi untuk saya yang di pertemukan olehmu, itu sudah lebih dari cukup. Tidak apa-apa kalau akhirnya memang kita tak bersama, ya kan kecil? Kecil, saya mohon sekali, tolong bahagia ya, walaupun akhirnya tak dengan saya, tetapi kamu harus Bahagia. Tolong jangan bersedih. Kamu juga tahu kan kalau Mas Janu juga orang baik, beliau sama seperti saya, jadi tak apa ya?? Tetapi kalau Mas Janu main tangan, tolong langsung bilang ke bunda ya. Bunda selalu mau mendengarkanmu, karena beliau juga sangat menyayangimu. Bahkan jika kamu ingin istana, akan beliau usahakan untuk mantu kesayangannya. Oh iya, kalau nanti kita berpapasan, tak apa untuk tak saling sapa atau seperti orang asing. Saya sangat tidak keberatan, atau kalau kamu mau marah dan benci saya juga tak apa Kecil. Oke kecil? Please be happy, Mara Amanda Wijaya. I love you to the moon and back, kecil, yang belakang namanya tak bisa ku tambahkan kata kepunyaan karena bukan lagi milikku. 

Salam hangat, Gusti Saga Putera Utami.

Kenyataan yang menyakitkan, tetapi Harus ia terima. Mara menangis dipelukan Adisti, sampai suaranya itu tersendat-sendat. Adisti berusaha menenangkan sahabat kecilnya itu. Semua sudah harus selesai, akhir dari cerita yang di bangun selama dua tahun itu berakhir menyakitkan.

Mara dan Saga, keduanya berusaha menerima kenyataan. Merubah status dari kekasih menjadi ipar. Keduanya berusaha memaafkan, dan mulai menerima keadaan. Walaupun sebenarnya, keduanya masih di ikuti oleh rasa kecewa dan sedih.

Saga, setelah dengan Mara, ia memutuskan untuk tidak membangun hubungan kasih dengan siapapun. Hati yang sudah terluka itu, masih selalu untuk Mara, bahkan sampai matipun. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun