Mohon tunggu...
Annisa Zahra
Annisa Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - MSDM

MSDM

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Resensi Buku To Kill a Mockingbird

27 Oktober 2021   01:15 Diperbarui: 27 Oktober 2021   01:27 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Identitas novel


Judul buku     : To Kill a Mockingbird.
Penulis            : Harper Lee.
Tebal buku    : 396 Halaman.
Penerjemah  : Femmy Syahrani.
Penerbit         : Penerbit Qanita, PT Mizan Pustaka.
Edisi                 : Edisi Digital, September 2015.

Sinopsis

"Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa. Tapi Ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird."

Hidup Scout dan Jem berubah saat ayah mereka menjadi pembela seorang kulit hitam. Ketika Atticus membela seseorang yang dianggap sampah masyarakat, kecaman pun datang dari seluruh penjuru. Novel ini menunjukkan betapa prasangka seringkali membutakan manusia. Dan keadilan hanya dapat dilahirkan dari rasa cinta yang tak membedakan latar belakang.

To Kill a Mockingbird, tonggak sastra dunia yang tak lekang oleh zaman. Memenangi Pulitzer Prize, terjual lebih dari 40 juta kopi di seluruh dunia, diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dan diadaptasi ke dalam film pemenang Academy Awards, To Kill a Mockingbird dianggap sebagai buku paling berpengaruh dan paling laris pada abad ke-20.

Kelebihan dan Kekurangan

Novel To Kill a Mockingbird yang memenangi Pulitzer Prize, merupakan bahan bacaan di sekolah Amerika Serikat karena novel ini memberikan pelajaran mengenai keadilan, kesetaraan dan kewajiban sipil.

Kekurangan dalam novel ini dapat dilihat dari adanya penggunaan beberapa diksi atau kata asing yang kurang dapat dimengerti, serta tanpa adanya konflik yang berarti membuat pembaca sedikit bosan akan alur yang monoton. Walau alur terkesan lambat, tetapi alurnya dapat dikatakan cepat karena Scout---tokoh utama dalam novel--- diawal cerita berusia enam tahun, tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis sembilan tahun pada akhir cerita.

Harper Lee berhasil menggambarkan karakter dengan kuat dan jelas lewat penjabaran dari sudut pandang Scout yang memang dibuat sedemikian cerdas dan kritis. Dimana contohnya penggambaran Atticus Finch---Ayah Scout--- yang begitu penyayang pada anaknya dan sangat diplomatis. 

Dia bisa menjadi bapak ideal dalam mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang pemikir, berani dan bertanggung jawab, walau tanpa kehadiran istrinya. Calpurnia, ---juru masak keluarga Finch--- yang berbeda dari kaum kulit hitam lainnya, tidak hanya berperan sebagai juru masak, tetapi ikut berperan dalam mendidik Scout dan Jem---Kakak Scout---. Dan Dill---teman bermain Scout dan Jem---, dengan rasa selalu ingin tahunya, membawa Scout dan Jem pada kehidupan yang dinamis dan kesenangan baru setiap musim panas.

Ilmu parenting yang dapat diambil dari novel ini yaitu, mengajarkan hal-hal yang menurut masyarakat tidak perlu diajarkan pada anak-anak, seperti kebebasan berpendapat, menjelaskan kalimat asing dengan cara yang baik, dan mengajarkan nilai-nilai moral pada anak-anak. Contohnya percakapan antara Atticus dan Jack---adik Atticus---.


Paman Jack bergumam, "...dia bertanya wanita jalang itu apa ...."


"Apa kau memberitahunya?"


"Tidak, aku bercerita tentang Lord Melbourne."


"Jack! Kalau seorang anak bertanya sesuatu, jawablah, demi Tuhan. Jangan berlebihan. Anak-anak adalah anak-anak, tetapi mereka
tahu kalau kau menghindar, mereka tahu lebih cepat daripada orang dewasa, dan menghindar hanya akan membingungkan mereka...."

"...Tidak, kau mendapatkan pengetahuan yang benar sore ini, tetapi dengan alasan yang salah. Bahasa yang buruk adalah tahap yang dilalui semua anak, dan akan berakhir dengan sendirinya, ketika mereka mengerti bahwa mereka tak akan mendapat perhatian dengan cara itu...." Renung ayahku---Atticus---.

Selain memenangi Pulitzer Prize, menjadi bahan bacaan disekolah Amerika, dan diadaptasi ke dalam film pemenang Academy Awards. To Kill a Mockingbird mengajarkan kita untuk tidak asal berprasangka, bagaimana prasangka tidak hanya merugikan juga berbahaya. Tidak pernah ada kebenaran dalam prasangka. Jikapun ada, kebenaran dalam prasangka sangatlah rapuh. Seperti yang Atticus katakan kepada Scout, 

"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya ... hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya."

Dari novel ini, kita dapat melihat ketimpangan sosial yang terjadi akibat rasisme di Amerika. Ketika Atticus harus membela seorang kulit hitam atau Negro dalam sidang, dan keputusannya untuk menerima penunjukan dari hakim ini mengundang kontroversi oleh warga kulit putih di Maycomb---wilayah Keluarga Finch tinggal---. 

Menurut sebagian besar warga, seharusnya Atticus membela yang satu ras dengannya, dalam situasi masyarakat yang tidak dapat menerima kemenangan dari pihak kulit hitam walaupun mereka salah. Namun, Atticus digambarkan sebagai sosok yang teguh pendirian, idealis, dan setia pada prinsip.

 Harper Lee menekankan mengenai rasa kemanusiaan yang kadang luput dari manusia itu sendiri. Namun, dia juga tidak menyalahkan manusia tersebut, sebab selalu ada latar belakang dari pemikiran mereka. Entah dibentuk dari tradisi turun-temurun, rendahnya tingkat pendidikan, ataupun dangkalnya pemikiran.

Masih banyak orang yang merasa lebih baik daripada orang lain, padahal semua manusia sama. Jika kita mau hidup rukun, dan saling menghargai, maka kedamaian dapat diciptakan. 

Namun, manusia kadang terlalu egois hanya karena nafsu membunuh mockingbird, burung yang tidak pernah merugikan manusia, mereka tidak melakukan apapun hanya bernyanyi dengan tulus untuk kita nikmati. Karena itulah, membunuh mockingbird adalah dosa.

Membunuh mockingbird dalam novel ini ialah berprasangka dan membunuh kebenaran. Dalam novel dan berbagai resensi, Tom Robinson dan Boo Radley dianalogikan sebagai mockingbird. Tentang mengapa dan bagaimana mereka dikaitan dengan analogi tersebut, pembaca sendirilah yang akan memahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun