PENDAHULUAN
1. Biologis/Psikologis
Penyebab kejahatan ini berfokus pada faktor-faktor internal individu, seperti kondisi fisik, genetik, dan mental.
- Pendekatan Biologis
Menjelaskan bahwa beberapa individu mungkin memiliki kecenderungan bawaan untuk melakukan tindakan kriminal. Contohnya termasuk kelainan genetik atau kondisi neurologis yang memengaruhi kontrol impuls. - Pendekatan Psikologis
Melibatkan aspek mental seperti gangguan kepribadian, trauma masa lalu, atau kondisi emosional yang tidak stabil. Contoh teori di sini adalah teori kepribadian kriminal (criminal personality theory), yang menyatakan bahwa ciri-ciri kepribadian tertentu cenderung mendukung perilaku menyimpang.
2. Sosiologis
Penyebab ini berasal dari lingkungan sosial seseorang, termasuk keluarga, teman, dan masyarakat.
- Lingkungan Miskin atau Marginalisasi
Kemiskinan, pengangguran, dan kurangnya akses pendidikan meningkatkan peluang seseorang terlibat dalam kejahatan. - Subkultur Kriminal
Kelompok atau komunitas tertentu dapat mengembangkan norma yang mendukung perilaku kriminal sebagai cara bertahan hidup atau mencari status. - Struktur Sosial yang Tidak Seimbang
Ketimpangan ekonomi dan sosial menciptakan situasi di mana individu tertentu merasa "dipaksa" untuk melanggar hukum demi memenuhi kebutuhan dasar.
3. Teori Penyimpangan Budaya
Pendekatan ini menjelaskan bahwa konflik nilai budaya dapat menjadi penyebab kejahatan.
- Konflik Antarbudaya
Ketika budaya minoritas memiliki norma yang berbeda dari hukum mayoritas, anggota budaya tersebut mungkin dianggap melanggar hukum. - Penyimpangan Budaya Internal
Dalam masyarakat yang homogen, kelompok-kelompok kecil dapat mengembangkan norma yang bertentangan dengan norma dominan. Contohnya adalah geng jalanan yang menganggap tindakan kriminal sebagai simbol loyalitas.
4. Teori Kontrol Sosial
Teori ini berfokus pada lemahnya mekanisme kontrol sosial yang menyebabkan individu lebih rentan terhadap tindakan kriminal.
- Ikatan Sosial yang Lemah
Ketika seseorang tidak memiliki ikatan yang kuat dengan keluarga, teman, atau komunitas, kemungkinan mereka untuk melakukan kejahatan meningkat. - Institusi Sosial yang Tidak Efektif
Kegagalan lembaga seperti sekolah, gereja, atau pemerintah dalam memberikan kontrol sosial yang efektif dapat menyebabkan peningkatan kejahatan. - Absennya Pengawasan
Kurangnya pengawasan langsung dari keluarga atau otoritas juga berkontribusi pada perilaku menyimpang.
5. Teori Lain
- Labeling Theory
Menjelaskan bahwa ketika seseorang diberi label sebagai "kriminal", mereka cenderung mematuhi label tersebut, memperkuat perilaku kriminal.
Contoh: Remaja yang dihukum karena pelanggaran kecil mungkin merasa sulit kembali ke masyarakat dan akhirnya terlibat dalam kejahatan yang lebih serius. - Conflict Theory
Menekankan ketimpangan kekuasaan antara kelompok dominan dan subordinat dalam masyarakat. Kelompok yang lebih lemah sering kali melanggar hukum yang dibuat oleh kelompok dominan untuk melindungi kepentingan mereka.
Contoh: Kejahatan oleh kelas bawah sering dikriminalisasi lebih ketat daripada pelanggaran oleh kelas atas. - Radical (Critical) Criminology
Menghubungkan kejahatan dengan ketidakadilan sistemik dan kapitalisme. Pendekatan ini memandang hukum sebagai alat yang digunakan oleh kelompok berkuasa untuk menekan kelompok yang lemah.
Contoh: Kejahatan korporasi sering kali diabaikan, sementara kejahatan kecil oleh individu miskin dihukum dengan keras.
WHAT
Apa Itu Criminal Policy
Criminal Policy adalah pengorganisasian yang rasional terhadap reaksi sosial terhadap kejahatan. Konsep ini memiliki tiga fokus utama:
- Ilmu Respon
Mengkaji bagaimana masyarakat dan lembaga hukum merespon kejahatan. - Ilmu Pencegahan Kejahatan
Memahami dan mengembangkan strategi untuk mencegah terjadinya kejahatan. - Penunjukan Perilaku sebagai Kejahatan
Menentukan tindakan apa yang dianggap sebagai pelanggaran hukum atau kriminal.
Menurut Hoefnagels, kebijakan kriminal mencakup dua pendekatan:
- Penal Policy
Berkaitan dengan penerapan hukuman, termasuk studi tentang asal-usul, perkembangan, dan manfaat hukuman. - Non-Penal Policy
Fokus pada pendekatan pencegahan dan pendidikan masyarakat untuk mengurangi kejahatan tanpa menggunakan hukuman.
Pengertian kebijakan kriminal atau politik kriminal (criminal policy) merupakan usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan.8 Dimana difenisi ini diambil dari Marc Ancel yang merumuskan sebagai “the rational organization of the control of crime by society”. Sedangkan G. Peter Hoefnagels mengemukakan bahwa “criminal policy is the rational organization of the social reactions to crime”. Selanjutnya G. Peter Hoefnagels mengemukakan beberapa definisi mengenai kebijakan kriminal antara lain:
1. Criminal Policy is the science of response (ke-bijakan kriminal adalah ilmu tentang reaksi dalam menghadapi kejahatan).
2. Criminal policy is the science of prevention (kebijakan kriminal adalah ilmu untuk me- nanggulangi kejahatan).
3. Criminal policy is a the science of designating human behavior as crime (Kebijakan kriminal adalah kebijakan untuk merancang tingkah laku manusia sebagai kejahatan).
4. Criminal policy is a rational total of response to crime (kebijakan kriminal adalah satu reaksi terhadap kejahatan yang rasional).
WHY
Mengapa Kejahatan Terjadi
Menurut teori Hoefnagels, penyebab kejahatan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori:
- Biologis/Psikologis
Faktor-faktor genetik, kesehatan mental, atau kondisi psikologis individu. - Sosiologis
Lingkungan sosial, struktur masyarakat, dan norma-norma yang memengaruhi perilaku individu. - Teori Penyimpangan Budaya
Kelompok atau sub-kultur tertentu memiliki nilai-nilai yang bertentangan dengan norma hukum dominan. - Teori Kontrol Sosial
Menjelaskan bahwa kejahatan terjadi akibat kurangnya kontrol sosial atau ikatan sosial yang lemah. - Teori Labeling
Menyoroti bagaimana pelabelan seseorang sebagai pelaku kriminal dapat memperkuat perilaku kriminal. - Teori Konflik dan Criminology Radikal
Menekankan ketimpangan kekuasaan dan konflik kelas sebagai penyebab kejahatan.
Diskursus mengenai konsep criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels sangat relevan untuk konteks Indonesia karena beberapa alasan berikut:
1. Kompleksitas Masalah Kejahatan di Indonesia
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengatasi berbagai jenis kejahatan, mulai dari tindak pidana ringan, korupsi, hingga kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia dan narkoba. Pendekatan hukuman (penal) saja sering kali tidak cukup untuk menekan angka kejahatan.
- Kelemahan Penal Policy: Sistem peradilan pidana Indonesia kerap mengalami masalah seperti overkapasitas di lembaga pemasyarakatan, rendahnya efektivitas hukuman dalam memberikan efek jera, dan korupsi dalam sistem hukum.
- Kebutuhan Non-Penal Policy: Upaya pencegahan melalui kebijakan non-penal seperti pendidikan masyarakat, peningkatan lapangan kerja, dan penguatan keluarga sering kali kurang mendapatkan perhatian.
2. Kesenjangan Sosial dan Ekonomi
Ketimpangan sosial dan ekonomi menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kejahatan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori Hoefnagels, yang menyebutkan bahwa akar penyebab kejahatan sering kali berakar pada masalah sosial yang membutuhkan intervensi kebijakan sosial (social policy).
- Contoh: Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di beberapa wilayah Indonesia mendorong individu untuk terlibat dalam kejahatan seperti pencurian atau perdagangan narkoba.
3. Lemahnya Penegakan Hukum
Keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan criminal policy yang inklusif (penal dan non-penal) sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
- Diskursus di Ruang Publik: Membuka diskusi tentang reformasi hukum berdasarkan konsep Hoefnagels dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan hukum yang lebih adil.
4. Kompleksitas Sosial Budaya
Keanekaragaman budaya di Indonesia menciptakan berbagai norma dan nilai yang tidak selalu sejalan dengan hukum nasional. Dalam beberapa kasus, pendekatan represif terhadap kejahatan yang berbasis budaya lokal justru memicu konflik sosial.
- Pendekatan non-penal yang disarankan oleh Hoefnagels dapat digunakan untuk memahami norma lokal dan mencari solusi preventif yang tidak mengganggu harmoni sosial.
5. Kasus Korupsi Sebagai Contoh
Korupsi adalah contoh nyata di mana penal policy sering kali gagal memberikan efek jera. Hukuman berat bagi koruptor tidak selalu menurunkan tingkat korupsi karena akar masalahnya adalah lemahnya sistem pengawasan dan integritas moral.
- Implementasi kebijakan non-penal seperti transparansi dalam tata kelola keuangan negara dan pendidikan antikorupsi sejak dini sangat relevan dengan pendekatan Hoefnagels.
HOW
Bagaimana Mengatasi Kejahatan
Pendekatan Penal
- Penggunaan Hukuman: Hukuman diberikan untuk mencegah kejahatan di masa depan dan memberikan keadilan kepada korban.
- Efektivitas Hukuman: Studi penologi meneliti bagaimana hukuman yang diterapkan berdampak pada pelaku dan masyarakat.
Pendekatan Non-Penal
- Pendidikan: Mengedukasi masyarakat untuk memahami dampak buruk kejahatan dan pentingnya mematuhi hukum.
- Rehabilitasi: Program pemulihan untuk pelaku kejahatan agar dapat kembali ke masyarakat dengan lebih baik.
- Pemberdayaan Sosial: Mengatasi akar penyebab kejahatan, seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial.
- Penguatan Kontrol Sosial: Membina ikatan sosial yang kuat dalam komunitas untuk meminimalkan perilaku menyimpang.
Politik kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral dari uapaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare), oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal atau kebijakan kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian dapatlah dikatakan, bahwa politik kriminal pada hakekatnya juga merupakan bagian integral
dari politik sosial Integrasi Pendekatan MultidisiplinerHoefnagels menyarankan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, dan kriminologi. Penanganan kejahatan harus memperhatikan penyebab mendasar, dampak sosial, dan upaya rehabilitasi jangka panjang.
Usaha untuk menanggulangi kejahatan, politik kriminal dapat dijabarkan dalam berbagai bentuk, antara lain:
1. Penerapan hukum pidana (criminal law application).
2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);dan
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat me- ngenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime andpunishment).
Dengan demikian politik kriminal disamping dapat dilakukan secara refresif melalui upaya non penal/criminal law application, dapat pula melalui sarana non penal/preventionwithout punishment. Melalui sarana non penal ini.
Kerangka Pemikiran Hoefnagels
Mencakup tiga elemen utama:
- Penal Policy
Berfokus pada penerapan hukuman bagi pelaku kejahatan sebagai sarana pencegahan dan pemulihan. Hukuman disesuaikan dengan tujuan kebijakan kriminal dan norma sosial yang berlaku. - Non-Penal Policy
Menekankan upaya di luar hukuman, seperti pencegahan kejahatan melalui pendidikan, penyediaan lapangan kerja, dan program kesejahteraan sosial. - Social Policy
Sebagai kerangka besar, kebijakan sosial mendukung kebijakan kriminal dengan menciptakan lingkungan sosial yang sehat, sehingga mengurangi insentif atau peluang untuk melakukan kejahatan.
Pentingnya Kebijakan Kriminal
- G. Peter Hoefnagels menekankan bahwa kebijakan kriminal bukan sekadar tentang menanggulangi kejahatan yang sudah terjadi, tetapi juga mencakup strategi preventif yang berbasis ilmu pengetahuan.
- Tujuannya adalah menciptakan harmoni antara sistem hukum dan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini harus adaptif, berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
Aplikasi dalam Sistem Hukum
Mengisyaratkan bahwa kebijakan kriminal harus bersifat:
- Komprehensif: Melibatkan pendekatan hukum dan non-hukum.
- Berbasis Bukti: Berdasarkan penelitian ilmiah tentang penyebab kejahatan dan cara mencegahnya.
- Berorientasi pada Pencegahan: Tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga mengatasi akar penyebab kejahatan melalui pendekatan sosial.
Konteks Ruang Publik di Indonesia
Ruang publik di Indonesia berfungsi sebagai wadah untuk diskusi dan debat tentang reformasi kebijakan kriminal. Beberapa poin penting terkait diskursus ini adalah:
- Partisipasi Masyarakat
Diskursus tentang criminal policy dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kebijakan yang berorientasi pada pencegahan kejahatan. - Peran Media
Media memainkan peran penting dalam memperluas diskusi ini. Kasus-kasus kriminal yang diangkat ke media sering kali menjadi pemicu diskusi publik tentang efektivitas sistem hukum. - Peran Akademisi dan Praktisi Hukum
Pemikiran Hoefnagels dapat menjadi referensi akademis dan praktis bagi pembuat kebijakan, pengacara, dan aktivis untuk mendesain kebijakan yang lebih humanis dan efektif.
Kesimpulan
Diskursus mengenai skema criminal policy G. Peter Hoefnagels sangat relevan untuk ruang publik di Indonesia karena menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani kejahatan. Pendekatan penal, non-penal, dan kebijakan sosial yang terintegrasi dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai tantangan hukum dan sosial yang dihadapi Indonesia saat ini.
Mengapa diskursus ini penting? Karena sistem hukum Indonesia memerlukan reformasi yang tidak hanya berorientasi pada hukuman, tetapi juga pada pencegahan dan perbaikan sistem sosial. Pemikiran Hoefnagels dapat menjadi landasan untuk membangun kebijakan kriminal yang lebih adil, humanis, dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka
- PPT Prof. Apollo - TM 13
- Budiyono, B. (2013). Pemanfaatan Media Massa Oleh Penegak Hukum Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi. Perspektif, 18(1), 1-13.
- Hutapea, T., Koto, Z., & Syafruddin, S. (2024). KEBIJAKAN POLRI DALAM UPAYA MENGEFEKTIFKAN PENERAPAN KONSEP HUKUM PIDANA BARU DALAM UU RI NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KUHP. Jurnal Ilmu Kepolisian, 18(1).
- Reza, A. (2023). KEBIJAKAN HUKUM PIDANA UNTUK MENGURANGI OVERCROWDED PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS LAMPUNG).
- Henny Nuraeny, S. H. (2022). Tindak pidana perdagangan orang kebijakan hukum pidana dan pencegahannya. Sinar Grafika.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI