Korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi persoalan individu, tetapi juga merupakan masalah struktural yang dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan psikologis. Beberapa penyebabnya adalah:
Budaya Feodalisme dan Patronase
Indonesia memiliki sejarah panjang dengan struktur kekuasaan feodal, di mana loyalitas kepada pemimpin lebih diutamakan daripada hukum. Dalam budaya ini, penguasa sering dianggap memiliki hak istimewa yang sulit digugat. Hal ini menciptakan ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan tanpa pertanggungjawaban yang memadai.Nilai Kolektivisme dan Utang Budi
Dalam masyarakat Indonesia, hubungan sosial seringkali didasarkan pada prinsip kolektivisme, termasuk budaya “utang budi.” Budaya ini, meskipun positif dalam aspek solidaritas, bisa menjadi justifikasi bagi praktik nepotisme dan korupsi. Misalnya, seorang pejabat merasa "berutang budi" kepada orang yang membantunya meraih posisi kekuasaan dan membalasnya dengan memberikan akses tak resmi pada proyek atau sumber daya negara.Sistem Politik dan Ekonomi yang Rentan
Sistem demokrasi yang belum matang seringkali membuat biaya politik menjadi sangat tinggi, terutama dalam pemilu. Hal ini mendorong para politisi untuk mencari cara-cara ilegal untuk mendanai kampanye mereka, yang seringkali berujung pada korupsi anggaran atau manipulasi kebijakan.Absennya Superego Kolektif yang Kuat
Dalam perspektif psikoanalisis Freud, korupsi menunjukkan lemahnya superego kolektif masyarakat. Superego yang seharusnya menjadi penegak moralitas kerap kalah oleh id (dorongan untuk kekayaan, kekuasaan, dan kenikmatan) dan oleh ego yang mencari pembenaran pragmatis atas tindakan korupsi tersebut.
HOW
Perbandingan Upaya Pencegahan Korupsi: Internasional dan Nasional