What
Pendahuluan
Rudolf SteinerÂ
Merupakan salah seorang tokoh pemikir modern besar dan luar biasa. Tidak hanya untuk dunia pendidikan, ia juga merupakan seorang tokoh filusuf. Gagasannya tentang pendidikannya hanya sebagian dari banyak gagasannya yang lain. Lahir di Australia pada tahun 1861 dan wafat pada tahun 1925.
Semasa hidup Steiner suka berceramah dan mengajar berkeliling tempat. Yang menjadi prinsipnya adalah apa yang harus dilakukan untuk membangun generasi yang luar biasa. Steiner memiliki sekolah yang sampai hari ini sangat popular. Cabangnya ada di lebih tujuh puluh lima negara. Model pendidikan gaya Steiner ini, biasa disebut Steiner Education atau kadang disebut Waldorf Education.Â
Holitik Education
Pendidikan holistik adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pengembangan seluruh aspek diri manusia, bukan hanya aspek intelektual semata. Konsep ini memandang manusia sebagai kesatuan yang utuh, terdiri dari dimensi fisik, emosional, sosial, intelektual, dan spiritual. Pendidikan holistik bertujuan untuk membantu individu mencapai potensi maksimal mereka dalam semua aspek kehidupan. Â
Pendidikan holistik belum diimplementasikan secara komprehensif dalam pembelajaran. Dalam rangka mengimplementasikan pendidikan holistik dalam pembelajaran, direkomendasikan agar guru dalam melaksanakan pembelajaran tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan, melainkan juga ranah keterampilan dan sikap, melalui pendekatan belajar siswa aktif.
Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada otak atau kemampuan intelektual, tetapi juga pada perkembangan hati dan tangan. Dalam konteks ini, "kepala" melambangkan pemikiran dan kecerdasan, "hati" melambangkan perasaan dan empati, serta "tangan" melambangkan tindakan dan kreativitas.
Pengembangan Pemikiran (Head)
Steiner menekankan pentingnya pengetahuan, tetapi ia juga menekankan cara pengetahuan itu dipahami. Dalam pendidikan Waldorf, misalnya, anak-anak diajarkan untuk memahami konsep-konsep melalui pengalaman langsung, bukan sekadar menerima informasi secara pasif. Pengajaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan anak.Pengembangan Emosi (Heart)
Pendidikan Steiner juga sangat memperhatikan kesehatan emosional dan sosial siswa. Keterlibatan seni, musik, dan kegiatan yang berhubungan dengan alam adalah bagian dari kurikulum yang dimaksudkan untuk memperkaya emosi siswa dan membangun empati. Pendidikan ini tidak hanya membentuk individu yang cerdas, tetapi juga yang peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar.ÂPengembangan Keterampilan (Hands)
Steiner percaya bahwa kreativitas dan kemampuan praktis merupakan elemen penting dalam pendidikan. Aktivitas seperti berkebun, kerajinan tangan, dan keterampilan manual lainnya menjadi bagian penting dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian dan penguasaan keterampilan dalam diri siswa.Â
Anthroposofi
Steiner menawarkan satu gagasan yang disebut Anthroposofi . Berasal dari kata Yunani antropo (manusia) dan sophia (kebijaksanaan), berarti kajian tentang manusia dalam aspek dan levelnya kebijaksanaannya, meyakini adanya dunia spiritual yang dapat dipahami oleh intelek manusia dan dapat diakses oleh manusia melalui pengalaman hidup batiniahnya. Â
Antithesis modern yang dikenal sebagai anthroposentis berpusat pada manusia humanisme. Tapi menurut Steiner manusia modern melihat intelektualitas hanya dari akal dan panca indera, padahal ada alat-alat yang lain tidak dipakai seperti intuisi, naluri, insting, imajinasi, yang di dunia modern tidak terlalu diperhitungkan. Sehingga barat sering kehilanganan spiritualitas.
Barat terkenal menggairahkan gelombang kecenderungan baru, yang kemudian dinamakan sebagai New Age, semacam kerinduan barat untuk kembali pada spiritualitas. Tidak heran kemudian Budhisme dan Sufisme Jalaluddin Rumi pernah dan mungkin sampai sekarang digandrungi di Barat. Karena memang masyarakat barat lelah dan tidak puas dengan cara berfikir di peradabannya hanya percaya kepada sesuatu yang masuk akal atau ada fakta empiriknya. Jika tidak ada fakta dan tidak masuk akal, maka suatu hakikat tidak bisa percaya. Padahal sampai level tertentu pancaindera dan akal itu tidak terlalu kuat untuk menangkap pengetahuan, dan seringnya manusia mudah 'tertipu' akal dan pancainderanya sendiri. Itulah sekilas kritik atas nalar barat yang kita kenal sebagai positivistik. Sejatinya realitas tidak berhenti di situ, ada realitas mental, rohaniah, spiritual, yang akal tidak bisa menjangkaunya apalagi panca indera. Ini yang ingin digarap oleh Steiner, membawa pendidikan ke dunia filsafat dengan istilah Anthroposofi.
Dalam definisinya Anthroposofi merupakan gerakan spiritualisasi sains yang berikutnya ini akan dikenal di seluruh dunia.
Komponen kuncinya dua :
'Oneness with the world' & 'Search for self Â
Kesatuan dengan dunia dan pencarian diri. Aspek kesatuan dengan dunia ini sangat penting diperhatikan contohnya kesombongan, karena manusia sering merasa yang paling tinggi dari alam semesta lingkungan sekelilingnya maka dia merasa berhak mengeksploitasi, memanfaatkan tanpa batas, tanpa pertimbangan analisis mengenai dampak lingkungan, tidak sadar bahwa dia juga bagian dari alam semesta. Padahal jika dia merusak alam itu sama dengan merusak dunianya sendiri, hidupnya sendiri.
Jika pencarian diri sudah dilakukan, maka manusia akan sadar bahwa ia bagian dari alam semesta. Inilah yang dimaksud Anthroposofi , membahas manusia pada level sophia. Manusia dan alam sebenarnya satu. Kesadaran itu akan muncul jika manusia kenal dirinya yang sejati.
Gagasan utama Anthroposofi yaitu :
Spiritual knowledge dan freedom Â
'Kebebasan dari apa'. Apakah dunia spiritual itu bebas dari diri manusia itu sendiri, dari pikiran-pikirannya sendiri. Bukan hal mudah ketika manusia harus memisahkan diri dari dirinya, dan pikirannya. Bahwa ketika berucap manusia sadar ada keterpisahan antara dirinya dengan pandangannya. Kalau seseorang bisa memposisikan diri semacam ini, mengapa dia tidak marah ketika dikritik orang lain? Karena yang dikritik adalah gagasannya, dan gagasannya itu bukanlah dirinya yang sejati seutuhnya, tapi sesuatu yang tidak sama persis dengan dirinya.
Maka hendaknya manusia membebaskan diri dari ikatan-ikatan termasuk dari hasrat, ambisi, nafsu dan masuk ke dalam spiritual knowledge, yang tidak bisa ditangkap hanya menggunakan akal dan panca indera. Itulah kebebasan yang sejati menurut Steiner.Â
 Nature of Human Being dan Evolution EmanationÂ
Kenapa manusia dengan yang alam dan lainnya disebut satu? Karna menurut Steiner mereka adalah pancaran, karena manusia dan semesta muncul dari dzat yang satu dan sama. Jika ditarik lagi ke atas manusia semuanya berasal dari Pencipta, muncul dariNya dan akan kembali lagi kepadaNya, inilah gagasan evolution-emanation. Hampir semua filosof peripatetik menyebutkan bahwa alam itu diciptakan secara emanasi.
Evolution-emanation kurang lebih berarti perjalanan perubahan manusia dimulai dengan Pencipta memancarkan ciptaanNya hingga terciptalah manusia, dan diakhiri dengan puncak evolusi; kembalinya manusia kepada Pencipta. Dan satu-satunya jalur untuk menempuh perubahan itu adalah Ethic yang sekaligus juga merupakan gagasan keempat. Menurut Steiner Etika di sini adalah tata laku batin, yang mungkin dalam Islam berpadanan dengan akhlak. Tata laku batin dan rohani perlu diatur dan ditata hingga sanggup berevolusi menuju kesempurnaan.
Ethic
Menurut Steiner Etika di sini adalah tata laku batin, yang mungkin dalam Islam berpadanan dengan akhlak. Tata laku batin dan rohani perlu diatur dan ditata hingga sanggup berevolusi menuju kesempurnaan. Â
Waldorf Education ( Sebuah Pendidikan yang Holistik )
Waldorf Education adalah pendidikan khas Steiner. Dalam kategori-kategori yang dikenal hari ini, Waldorf Education termasuk genre pendidikan holistik. Pendidikan holistik adalah pendidikan yang mengelola manusia, menuntunnya, sehingga ia bisa mengembangkan semua potensinya secara utuh. Panca indera, akal, naluri, nurani, intuisi, imajinasi, semuanya itu potensi yang dikelola oleh pendidikan holistik.
Ciri kurikulum Pendidikan Holistik adalah Transdisiplin.Â
Transdisiplin membebaskan manusia dari kesempitan berpikir. Harus mengenal banyak disiplin ilmu yang lain, mau terbuka menerima masukan dari bidang yang lain. Karna manusia makhluk terbatas ia tidak bisa ahli dalam semua, tapi hendaknya ia siap menerima masukan dari banyak bidang yang lain.
Menyadari posisinya dan fokus pada bidangnya sambil tidak menutup diri dari masukan-masukan yang lain. Seimbang dalam belajar baik secara individual maupun secara kelompok secara kolaboratif dan kooperatif. Ini ditujukan untuk melatih kehidupan sosial sebagaimana sudah disebut. Menyadari bahwa belajar itu bersifat longlife dan evolutif, bertambah ilmunya bertambah pula kualitas hidupnya. Karna potensi manusia itu besar luar biasa dan tak terbatas.
How
 Pembelajaran dalam Pendidikan Holistik prosesnya Kreatif dan Artistik.Â
Tiga Prinsipnya yaitu :
1. Connectedness
Keterhubungan, belajar dengan kesadaran akan hubungannya dengan sekelilingnya, dengan alamnya, lingkungan social dan budayanya. Bahwa ilmu pengetahuan itu terkait dengan banyak hal dalam hidup manusia.
2. Inclusion
Keterbukaan, siapapun punya hak untuk dapat pendidikan. Fasilitas pendidikan harus bisa diakses oleh siapapun, kapanpun, dimanapun.Â
3. Â Balance
Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan secara seimbang. Termasuk seimbang dalam kemampuan intelektual, emosional, fisik, sosial, estetika, dan spiritual. Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dangan manusia lainnya juga alam yang mengitarinya. Jadi estetik keindahan selalu mengikutinya, karena keindahan itu puncaknya ilmu. Tujuan dari manusia belajar adalah untuk mengemban tanggung jawab sebagai khalifah yang menata keindahan hidup, menjaga nilai kebenaran, nilai kebaikan, dan nilai keindahanÂ
Prinsip General dalam Waldorf Education
1. Kombinasi antara ilmu pengetahuan, seni, dan spiritualitas
Ketiganya adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Peserta didik tidak hanya dikenalkan pada ilmu, tapi juga diajarkan seni agar jiwanya lentur, diasah spiritualitasnya agar jiwanya tidak dangkal, hidup secara lembut, dalam serta luas. Ilmu pengetahuan menuntut keluasan wawasan, seni menuntut harmoni dan keindahan, sementara spiritual itu menuntut kedalaman, maka dalam Waldorf Education anak didik dibimbing untuk hidup dengan tiga unsur itu.Â
2. Pendidikan tidak hanya fokus pada intelegensi, tapi juga pada tangan dan hatiÂ
Seiner menekankan bahwa seni dan kerajinan tangan sama pentingnya dengan mata pelajaran kognitif. Prinsip terkenal Pestalozzi bahwa pendidikan bukan hanya dari 'kepala', tetapi juga dari 'hati' dan 'tangan', umumnya diterapkan di semua kelas sekolah Waldorf, tidak hanya di kelas bawah. Berbagai bentuk seni dan kerajinan tangan dipraktikkan di sore hari, ketika 'tangan dan kaki yaitu kemauan lebih energik daripada berpikir dan kognisi. Semua kerajinan termasuk pekerjaan merajut dan menempa diajarkan kepada anak laki-laki dan perempuan. Di kelas bawah, recorder atau sejenis seruling pentatonik khusus dimainkan sebentar setiap hari. Selain olahraga dan senam, Eurhythmy, bentuk tarian khusus yang diciptakan Steiner, juga merupakan bagian dari kurikulum Waldorf. Membuat karya seni dan kerajinan, cerita yang indah, drama, tari dan musik merupakan bagian integral dari pendidikan Waldorf.Â
3. Dasar pendidikan Waldorf adalah anak-anak harus dihargai sebagai manusia pada level sesuai usianya
Hal ini bertujuan untuk menghindari trauma dalam jiwanya. Bahwa pembelajaran yang dipaksakan bukan pada levelnya itu tidak menyenangkan, maka persiapan jiwa dan fisik menjadi lebih penting, membiarkan keinginannya mengalir, tugas guru adalah mengarahkan dan menciptakan situasi. Proses yang dilalui anak jauh lebih penting ketimbang hasil instan. Ada pengajaran yang memaksa anak menguasai sesuatu hal, padahal mereka belum siap melakukannya. Jika orangtua memaksakan anaknya untuk bisa sesuatu, atau mencapai sesuatu, padahal itu tidak sesuai untuk level jiwa anak, maka akan membuat anak trauma. Bisa jadi semasa sekolah dia selalu berprestasi, tapi ketika dewasa hidupnya menjadi pontang-panting kacau tidak stabil.
4. Semua Pendidikan adalah Self-Education
Pada tingkat apapun, pendidikan pada dasarnya selalu selfeducation atau swadidik. Swadidik di sini tidak hanya dimaksudkan dalam arti subjektif, seperti ketika seseorang terlibat dalam belajar dan berlatih sendiri, tetapi juga dalam arti objektif. Educare, atau dalam bahasa Jerman Er-ziehung, secara harafiah berarti menarik ziehen keluar atau naik implikasinya adalah bahwa seseorang menuntun manusia lain, diri lain, ke pengalaman tahap perkembangan budaya yang telah dicapai umat manusia. Menurut Steiner, reaksi dasar anak untuk diajar adalah resistensi. Pada dasarnya naluri anak menganggap bahwa tidak ada hal yang harus diajari kepada mereka. Oleh karena itu, seorang guru harus mengusahakan bagaimana resistensi dasar ini dapat diubah menjadi kemauan untuk belajar. Ide swadidik ini menempatkan Steiner dalam tradisi pendidik yang menyatakan mengajar adalah 'gardening', sebagai lawan dari mengajar adalah 'engineering'Â
Why
Mengapa Rudolf Steiner Memilih Pendidikan Holistik?
Rudolf Steiner, seorang filsuf dan pedagog Austria, percaya bahwa pendidikan konvensional yang terlalu berfokus pada hafalan dan ujian tidak mampu mengembangkan manusia secara utuh. Ia melihat bahwa setiap individu memiliki potensi unik yang perlu dipupuk sejak dini. Pendidikan holistik, menurut Steiner, adalah kunci untuk: Â
- Mengembangkan potensi sejati
Setiap anak memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda. Pendidikan holistik memberikan ruang bagi setiap anak untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi unik mereka. - Membangun karakter
Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial. Hal ini penting untuk membentuk generasi yang memiliki karakter yang kuat. Â - Menghubungkan dengan dunia
Pendidikan holistik mendorong anak-anak untuk terhubung dengan alam, masyarakat, dan dirinya sendiri. Ini membantu mereka memahami tempat mereka di dunia dan mengembangkan empati.
Mengapa Holistic Education Penting dalam Pengembangan Potensi Diri? Â
- Pengembangan Potensi yang Lebih Luas
Pendidikan holistik memungkinkan individu untuk mengeksplorasi berbagai minat dan bakat yang mereka miliki. Tidak hanya terbatas pada bidang akademik, tetapi juga seni, olahraga, dan keterampilan sosial. - Membangun Karakter yang Kuat
Pendidikan holistik menekankan pada nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial. Hal ini membantu individu untuk tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas, empati, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. - Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Pendidikan holistik membantu individu memahami emosi mereka, mengelola stres, dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. - Fokus pada Proses, Bukan Hanya Hasil
Pendidikan holistik lebih menekankan pada proses pembelajaran daripada hanya pada hasil akhir. Hal ini memungkinkan individu untuk belajar dari kesalahan dan terus berkembang. - Mendorong Kreativitas dan Inovasi
Dengan memberikan ruang untuk eksplorasi dan eksperimen, pendidikan holistik mendorong individu untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
Dalam pendidikan holistik, individu tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Mereka diajak untuk bertanya, mengeksplorasi, dan menemukan jawaban sendiri. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menyenangkan.
Secara singkat, pendidikan holistik penting karena:
- Menyeluruh: Melibatkan semua aspek diri manusia.
- Berpusat pada individu: Menghargai perbedaan dan potensi unik setiap individu.
- Relevan: Memungkinkan individu untuk menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata.
- Menyenangkan: Membuat pembelajaran menjadi pengalaman yang menyenangkan dan bermakna
Kesimpulan
Pendidikan Holistik yang diperkenalkan oleh Rudolf Steiner menawarkan sebuah visi pendidikan yang lebih manusiawi dan relevan dengan tantangan zaman. Dengan fokus pada pengembangan seluruh aspek diri manusia, pendidikan holistik tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas, tetapi juga individu yang bahagia, bermakna, dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.
Daftar Pustaka
Nurcholis, A. (2021). Holistic educational philosophy ideas in waldorf education by Rudolf Steiner. Jurnal At-Ta'dib Vol, 16(2).
Steiner, Rudolf. "The Philosophy of Freedom." Rudolf Steiner Press, 1894.
Noddings, Nel. "Holistic Education and Waldorf Schools." Journal of Holistic Education, 2018.
Clouder, Christopher. "Education for the Future: Steiner Schools in the 21st Century."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H