Tiga Prinsipnya yaitu :
1. Connectedness
Keterhubungan, belajar dengan kesadaran akan hubungannya dengan sekelilingnya, dengan alamnya, lingkungan social dan budayanya. Bahwa ilmu pengetahuan itu terkait dengan banyak hal dalam hidup manusia.
2. Inclusion
Keterbukaan, siapapun punya hak untuk dapat pendidikan. Fasilitas pendidikan harus bisa diakses oleh siapapun, kapanpun, dimanapun.Â
3. Â Balance
Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan secara seimbang. Termasuk seimbang dalam kemampuan intelektual, emosional, fisik, sosial, estetika, dan spiritual. Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dangan manusia lainnya juga alam yang mengitarinya. Jadi estetik keindahan selalu mengikutinya, karena keindahan itu puncaknya ilmu. Tujuan dari manusia belajar adalah untuk mengemban tanggung jawab sebagai khalifah yang menata keindahan hidup, menjaga nilai kebenaran, nilai kebaikan, dan nilai keindahanÂ
Prinsip General dalam Waldorf Education
1. Kombinasi antara ilmu pengetahuan, seni, dan spiritualitas
Ketiganya adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Peserta didik tidak hanya dikenalkan pada ilmu, tapi juga diajarkan seni agar jiwanya lentur, diasah spiritualitasnya agar jiwanya tidak dangkal, hidup secara lembut, dalam serta luas. Ilmu pengetahuan menuntut keluasan wawasan, seni menuntut harmoni dan keindahan, sementara spiritual itu menuntut kedalaman, maka dalam Waldorf Education anak didik dibimbing untuk hidup dengan tiga unsur itu.Â
2. Pendidikan tidak hanya fokus pada intelegensi, tapi juga pada tangan dan hatiÂ
Seiner menekankan bahwa seni dan kerajinan tangan sama pentingnya dengan mata pelajaran kognitif. Prinsip terkenal Pestalozzi bahwa pendidikan bukan hanya dari 'kepala', tetapi juga dari 'hati' dan 'tangan', umumnya diterapkan di semua kelas sekolah Waldorf, tidak hanya di kelas bawah. Berbagai bentuk seni dan kerajinan tangan dipraktikkan di sore hari, ketika 'tangan dan kaki yaitu kemauan lebih energik daripada berpikir dan kognisi. Semua kerajinan termasuk pekerjaan merajut dan menempa diajarkan kepada anak laki-laki dan perempuan. Di kelas bawah, recorder atau sejenis seruling pentatonik khusus dimainkan sebentar setiap hari. Selain olahraga dan senam, Eurhythmy, bentuk tarian khusus yang diciptakan Steiner, juga merupakan bagian dari kurikulum Waldorf. Membuat karya seni dan kerajinan, cerita yang indah, drama, tari dan musik merupakan bagian integral dari pendidikan Waldorf.Â
3. Dasar pendidikan Waldorf adalah anak-anak harus dihargai sebagai manusia pada level sesuai usianya
Hal ini bertujuan untuk menghindari trauma dalam jiwanya. Bahwa pembelajaran yang dipaksakan bukan pada levelnya itu tidak menyenangkan, maka persiapan jiwa dan fisik menjadi lebih penting, membiarkan keinginannya mengalir, tugas guru adalah mengarahkan dan menciptakan situasi. Proses yang dilalui anak jauh lebih penting ketimbang hasil instan. Ada pengajaran yang memaksa anak menguasai sesuatu hal, padahal mereka belum siap melakukannya. Jika orangtua memaksakan anaknya untuk bisa sesuatu, atau mencapai sesuatu, padahal itu tidak sesuai untuk level jiwa anak, maka akan membuat anak trauma. Bisa jadi semasa sekolah dia selalu berprestasi, tapi ketika dewasa hidupnya menjadi pontang-panting kacau tidak stabil.
4. Semua Pendidikan adalah Self-Education
Pada tingkat apapun, pendidikan pada dasarnya selalu selfeducation atau swadidik. Swadidik di sini tidak hanya dimaksudkan dalam arti subjektif, seperti ketika seseorang terlibat dalam belajar dan berlatih sendiri, tetapi juga dalam arti objektif. Educare, atau dalam bahasa Jerman Er-ziehung, secara harafiah berarti menarik ziehen keluar atau naik implikasinya adalah bahwa seseorang menuntun manusia lain, diri lain, ke pengalaman tahap perkembangan budaya yang telah dicapai umat manusia. Menurut Steiner, reaksi dasar anak untuk diajar adalah resistensi. Pada dasarnya naluri anak menganggap bahwa tidak ada hal yang harus diajari kepada mereka. Oleh karena itu, seorang guru harus mengusahakan bagaimana resistensi dasar ini dapat diubah menjadi kemauan untuk belajar. Ide swadidik ini menempatkan Steiner dalam tradisi pendidik yang menyatakan mengajar adalah 'gardening', sebagai lawan dari mengajar adalah 'engineering'Â
Why
Mengapa Rudolf Steiner Memilih Pendidikan Holistik?
Rudolf Steiner, seorang filsuf dan pedagog Austria, percaya bahwa pendidikan konvensional yang terlalu berfokus pada hafalan dan ujian tidak mampu mengembangkan manusia secara utuh. Ia melihat bahwa setiap individu memiliki potensi unik yang perlu dipupuk sejak dini. Pendidikan holistik, menurut Steiner, adalah kunci untuk: Â
- Mengembangkan potensi sejati
Setiap anak memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda. Pendidikan holistik memberikan ruang bagi setiap anak untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi unik mereka. - Membangun karakter
Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial. Hal ini penting untuk membentuk generasi yang memiliki karakter yang kuat. Â - Menghubungkan dengan dunia
Pendidikan holistik mendorong anak-anak untuk terhubung dengan alam, masyarakat, dan dirinya sendiri. Ini membantu mereka memahami tempat mereka di dunia dan mengembangkan empati.
Mengapa Holistic Education Penting dalam Pengembangan Potensi Diri? Â
- Pengembangan Potensi yang Lebih Luas
Pendidikan holistik memungkinkan individu untuk mengeksplorasi berbagai minat dan bakat yang mereka miliki. Tidak hanya terbatas pada bidang akademik, tetapi juga seni, olahraga, dan keterampilan sosial. - Membangun Karakter yang Kuat
Pendidikan holistik menekankan pada nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial. Hal ini membantu individu untuk tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas, empati, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. - Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Pendidikan holistik membantu individu memahami emosi mereka, mengelola stres, dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. - Fokus pada Proses, Bukan Hanya Hasil
Pendidikan holistik lebih menekankan pada proses pembelajaran daripada hanya pada hasil akhir. Hal ini memungkinkan individu untuk belajar dari kesalahan dan terus berkembang. - Mendorong Kreativitas dan Inovasi
Dengan memberikan ruang untuk eksplorasi dan eksperimen, pendidikan holistik mendorong individu untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!