Dari aktivitas Migas ini berpotensi dalam menghasilkan polusi,dan menjadi pemicu perkembangan dalam pertambangan. Kegiatan ini berdampak bagi lingkungan,dampak tersebut adalah perubahan gaya hidup,pengaruh permukiman kembali desa,pengembangan sumber daya manusia,terhambatnya akses ke sumber alam seperti perikanan,perburuan,pengumpulan sagu,dan lain-lain.
Selain kekayaan pertambangan,wilayah ini juga menghasilkan udang dan kepiting dengan jumlah yang besar. Selain itu komoditas perikanan juga diekspor ke Negara luar seperti Malaysia,Singapura,China,dan Jepang. Tidak hanya itu,di Pulau Bintuni juga adanya pengembangan agribisnis dan agrowisata.
Tujuan dari pengembangan ini adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya pengembangan ini potensi pohon mangrove semakin meningkat dengan adanya penanaman bibit bersama,edukasi terkait mangrove,dan lain-lain.
Pulau Bintuni terdapat beberapa jenis pohon mangrove yaitu Avicennia alba blume. Â Dengan perakaran akar nafas seperti pensil,bentuk daun elliptical-oblong ,Bunga dengan tipe spike,opposite>10 bunga,tipe buah kotak,dan tumbuh di sungai yang landau dengan lumpur dalam.
Yang kedua adalah Avicennia officinalis L. Sistem perakaran dengan akar nafas seperti pensil;akar tunjang yang tidak berkembang,bentuk daun obovate ,tipe bunga spike,tipe buah kotak,dan tempat tumbuh di endapan lumpur padat di tepi sungai.
Yang ketiga adalah Bruguiera sexangula (Lour.)Poir. Memiliki bentuk akar lutut,bentuk daun elliptical ,tipe bunga tunggal(soliter),buah bersifat vivipar(hipokotil),dan tempat tumbuh didaerah yang agak kering dengan aerasi baik. Yang keempat adalah Rhizopora Mucronata Lamk,dengan sistem perakaran tunjang,bentuk daun Elliptikal ,tipe bunga cyme umumnya 2-3 bunga,sifat buah vivipara,dan tempat tumbuh di pinggiran sungai yang digenangi air pasang agak besar.
Yang terakhir adalah Xylocarpus granatum Koen.memiliki perakaran papan,bentuk daun obovate ,tipe bunga panicle(8-20 bunga),memiliki bentuk buah seperti bola,dan tumbuh di daerah lumpur berpasir dekat perbatasan dengan hutan tanah kering. Jadi pulau Bintuni ini mempunyai 4 jenis perakaran yaitu akar nafas,akar tanjung,akar lutut,dan akar papan
Ekosistem mangrove adalah suatu ekosistem khas daerah tropis yang hidupnya berkembang baik dengan temperature dari 19C sampai 40C dengan toleransi fluktuasi <10C. Dalam ekosistem ini juga sebagai pendukung kehidupan yang perlu dijaga kelestariannya(Indrayati,2015).Â
Mangrove juga berperan cukup tinggi dalam menghambat pemanasan global, dan menahan zat karbon yang merupakan salah satu penyebab pemanasan global tersebut.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Papua Barat Hendrik Runaweri, luas lahan mangrove mengalami kerusakan seluas 18.381 Hektar dari 438.252 Hektar di Pesisir Papua Barat. Daerah yang memiliki hutan mangrove terluas adalah pulau Bintuni dengan luas 225.367 Hektar. Di pulau Bintuni mengalami kerusakan mencapai 8.553 Hektar.
Di Pulau Bintuni mengalami kerusakan hutan yang cukup besar dan terjadi pada tahun 1996-2000 dalam peningkatan luas areal penebangan hutan mangrove oleh Perusahaan HPH dan Industri Chip Mill dan Wood Chip sebesar 14.531 Ha/Tahun. Akibatnya tumbuhan bakau/mangrove semakin berkurang,sehingga terjadi penurunan produksi Chip Mill dan Wood Chip sebesar 27.312 m3/Tahun. Peningkatan luas areal tebangan tersebut,juga mengakibatkan penurunan terhadap produksi ikan di Perairan Teluk Bintuni sebesar 76,29 ton/tahun.