Mohon tunggu...
Siti Annisa Rizki
Siti Annisa Rizki Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Director of Arunika Psikologi Group. Top 15 Writer for the Call for Papers on Transition to Just Energy by The Habibie Center 2023. Favorite Blogger at BRI Write Fest 2023. Industrial and Organizational Psychologist since 2012 for State-Owned Enterprises (BUMN) and national Business Companies. • Your empathetic psychologist • Free spirit | open mind | happy to support.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Menjadi Remote Worker, Apakah Selalu Menyenangkan?

24 Juli 2024   17:54 Diperbarui: 24 Juli 2024   20:03 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengusaha mungkin melihat hasil-hasil ini sebagai positif, dengan anggapan bahwa produktivitas menjadi lebih tinggi. Gajendran dan rekannya menemukan bahwa teleworkers seringkali melampaui yang diharapkan. Misalnya, mereka dapat merespons email di luar jam kerja untuk menunjukkan komitmen organisasional mereka (Gajendran dkk, 2015). Namun para ahli mengatakan bahwa tanpa batasan yang lebih kuat, karyawan dapat mengalami kelelahan, dan overwork semacam itu seharusnya dihindari oleh manajer dan organisasi.

"Ketakutan pemimpin perusahaan terhadap pengaturan kerja yang dilakukan secara fleksibel juga sering kali dipicu oleh kekhawatiran bahwa kinerja akan menurun jika karyawan tidak dipantau secara ketat," kata Jeanne Wilson, PhD, seorang profesor perilaku organisasi di College of William & Mary di Williamsburg, Virginia. "Seringkali, manajer menggunakan kesibukan, bekerja lembur, atau indikator lain untuk menyimpulkan bahwa seorang karyawan efektif. Di situasi kerja jarak jauh, manajer harus lebih bergantung pada hasil. Ini adalah transisi yang sulit bagi banyak pemimpin." (Abrams, 2019).

Sebelum memperbolehkan karyawan untuk bekerja dari jarak jauh, organisasi harus mengevaluasi kembali tentang kebijakan terkait evaluasi kinerja karyawan, tentang promosi, dan kenaikan gaji untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak memihak pekerja yang bekerja di lokasi.

Namun, tanggung jawab untuk membuat telecommuting menjadi sukses tidak hanya berada pada pundak pengusaha. Karyawan juga perlu mengembangkan rutinitas yang efektif, menetapkan batasan yang sehat dengan manajer, rekan kerja, dan anggota keluarga, serta berusaha untuk tetap terlibat secara sosial dan profesional. Selain itu, perlu untuk mengembangkan kemampuan di dalam membangun perencanaan yang efektif dan efisien. Pada situasi kerja dengan autonomy yang tinggi, perlu sekali untuk mempertahankan komitmen dan rasa tanggung jawab di dalam mengelola tugas dan kehidupan pribadi.

Bagi beberapa orang, bekerja dari ruang co-working yang menyediakan akses internet, ruang rapat, dan fasilitas lainnya dapat membantu mengatasi isolasi sosial. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti University of Michigan, tim peneliti telah menggunakan survei, wawancara, dan observasi partisipatif untuk menunjukkan bahwa ruang-ruang seperti ini dapat menciptakan rasa komunitas tanpa mengancam otonomi karyawan yang bekerja dari luar kantor (Garrett dkk, 2017). Di Bali ataupun di kota-kota lainnya yang ramah terhadap remote worker atau digital nomad sudah banyak ditemui coworking space. Saya juga menemui salah satu coworking space di Bali yang juga membuat aktivitas-aktivitas kolektif untuk meningkatkan layanan kepada para pekerja. Hal ini juga menghubungkan antara kemungkinan kolaborasi yang bisa dibangun dengan memanfaatkan berbagai peluang dan keberagaman yang ada di sana, baik lokal maupun internasional. Hal tersebut menguntungkan berbagai pihak, baik dari sisi jejaring, peluang kerja sama, peluang pembelajaran dan lain sebagainya.

Menariknya, menurut penelitian yang dilakukan Gajendran, popularitas yang meningkat dari telecommuting dapat mengurangi manfaat dari telecommuting itu sendiri. Gajendran menyebutkan bahwa ketika telecommuting menjadi sesuatu yang jarang terjadi di sebuah perusahaan, karyawan cenderung berkinerja terbaik. Namun, ketika sebagian besar karyawan di sebuah organisasi diizinkan untuk melaksanakan telecommuting, bekerja dari jarak jauh lebih sering tidak meningkatkan kinerja kerja, menunjukkan bahwa antusiasme terhadap pengaturan ini dapat menurun dalam kasus-kasus seperti itu (Gajendran dkk, 2015).

"Gagasan telecommuting adalah alat manajemen seperti alat manajemen lainnya," kata Gajendran. Ketika dilakukan dengan baik, kerja remote memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja, meningkatkan kepuasan karyawan, dan menguntungkan bisnis.

 

Daftar Referensi

Alisan Doyle (2020). What Is Telecommuting? Diakses dari : https://www.thebalancemoney.com/what-is-telecommuting-2062113

Gallup (2013). Remote Workers Log More Hours and Are Slightly More Engaged. Diakses dari : https://news.gallup.com/opinion/gallup/170669/remote-workers-log-hours-slightly-engaged.aspx

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun