Was dich nicth umbringt, macht dich nur starker. What doesn't kills you, makes you stronger. Sesuatu yang tidak membunuhmu, akan membuatmu lebih kuat -- Nietzsche
Ayah dan Ibu yang bijak akan mengajar anaknya bekerja keras dibanding memanjakan. Melatih membiasakan anak sedikit bersabar dalam menahan keinginan sampai saatnya tiba, padahal mereka lebih dari mampu untuk mengabulkan semua permintaan anak seketika itu juga.
Ketika mengalami sedikit Suffering dalam sabar dan ketabahan itulah, aspek Intellect dan Choice anak akan berkembang. Ke depannya, anak akan mampu menajamkan logika untuk mencari solusi atau jalan keluar. Ia juga akan mampu memilih kebaikan dibanding keburukan walaupun keburukan tampak sangat sangat menggiurkan kelihatannya.
Sama persis ketika puasa di Bulan Ramadhan di tengah pandemi Covid 19 yang telah kita lewati bersama ini, sedikit rasa penderitaan itu menempa kesabaran kita dalam menahan diri menunggu waktu adzan Magrib tiba, menempa kita juga untuk bersabar tahun ini tidak mudik. Sedikit penderitaan merasakan lapar menempa kita untuk berempati kepada mereka yang nasibnya kurang beruntung dibandingkan kita.Â
Suffering tersebut mengasah aspek 'intellect' kita, sehingga pada akhirnya menajamkan aspek 'choice' kita untuk pada akhirnya bergerak melakukan aksi. Jadi, sungguh, dalam kadar tertentu, rasa sakit dan penderitaan (suffering) itu diperlukan dan baik bagi kita. Dan ini janji Tuhan, bahwa Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya, diluar batas kemampuan hamba-Nya tersebut. Semua sudah ditakar dan kita pasti mampu melewatinya.
Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan (penderitaan), maka ia bersabar. Itu pun baik baginya -- HR. Muslim no.2999
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H