Mohon tunggu...
Annisa Nurul Koesmarini
Annisa Nurul Koesmarini Mohon Tunggu... Wirausaha - Do Good, Feel Good

Saya Senang Membaca-Menulis-Menonton-Berbisnis Jika membaca diibarat menemukan harta karun. Maka menulis seperti menjaga harta karun itu tetap abadi. Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya - Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Film The Eagle Huntress, Perjuangan Suku Nomaden, dan Keberanian

20 Juli 2017   19:56 Diperbarui: 17 Agustus 2017   22:07 1730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aisholpan dan elangnya (foto: dokpri)

Menonton film "The Eagle Huntress" (true story) malam ini membuat saya takjub, karena ternyata gadis kecil berusia 13 tahun dari Mongolia, bisa membuktikan dirinya layak diakui sebagai pemburu Elang sejati. Hal yang banyak diragukan oleh sesepuh di kampungnya. 

Film ini dibuka dengan gambaran alam yang sangat indah. Bercerita tentang suku nomaden yang menjelajah gunung Altai di Mongolia.Selama ribuan tahun, pengembara yang tangguh ini telah menggunakan elang emas untuk berburu makanan dan bulu yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup ditengah musim dingin yang berat. Dari generasi ke generasi, hal ini diajarkan turun temurun dari ayah ke anaknya. Film ini juga mengisahkan tentang hubungan yang unik tentang manusia dan burung elang. Adat telah mengajarkan setelah 7 tahun masa kesetiaan, burung elang harus dikembalikan ke alam liar untuk meneruskan siklus hidupnya.

Kisah bercerita tentang Aisholpan. Gadis kecil berusia 13 tahun yang lahir di gunung Altai. Anak dari suku nomaden. Aisholpan diceritakan rajin membantu orang tuanya. Semua mereka lakukan bersama-sama. Ia sangat menyayangi ayahnya. Ayahnya seperti guru dan mentor baginya. Ayah dan kakeknya adalah seorang pemburu elang dari generasi ke generasi. Itu bukan merupakan pilihan. Namun, hal tersebut adalah panggilan yang mengalir dalam darahnya. Saat musim salju, mereka naik ke gunung yang tinggi untuk berburu rubah bersama elang mereka. Pemburu dan penangkap bekerja sama sebagai tim.

Ayah Aisholpan, ternyata juga merupakan pemburu elang hebat. Ayahnya sudah sangat sering masuk 5 besar kompetisi atau festival elang, ayahnya bahkan berhasil meraih juara pertama hingga dua kali. Melihat ayah dan kakeknya yang juara, Aisholpan juga bertekad ingin menjadi pemburu elang, sama seperti ayahnya. Impiannya, menjadi pemburu elang wanita pertama di Mongolia. Beruntungnya, keluarga Aisholpan sangat mendukungnya menjadi pemburu elang. Akan tetapi, banyak suara konservatif di komunitas pemburu elang dan para sesepuh di lingkungannya yang memiliki pendapat yang berbeda. Pandangan kaum konservatif ini masih menganggap bahwa wanita tidak layak menjadi pemburu elang karena wanita lebih lemah dan rapuh, sulit bagi wanita untuk ke gunung dan mengejar hewan sambil berkuda. Pria yang seharusnya menjadi pemburu elang. Wanita seharusnya hanya bekerja di rumah membuatkan teh dan air. Memeras susu sapi, mengolah susu, membuat kurt (olahan susu seperti keju). Begitu pendapat para tetua di kampungnya. 

Aisholpan berkata ia ingin menjadi pemburu elang, meneruskan tradisi keluarga. Ayahnya sebenarnya sangat mengkhawatirkannya. Namun, ayahnya tidak ingin mengecewakan putrinya. Ayahnya berpendapat bahwa wanita dan pria setara, wanita bisa melakukan apa saja yang pria lakukan, asal mereka berusaha. Ayahnya akhirnya bersedia menjadi guru atau mentor bagi Aisholpan untuk menjadi pemburu elang wanita pertama di Mongolia. 

Hal yang diajarkan ayahnya adalah beberapa hal mendasar yang harus dilakukan jika ingin menjadi pemburu elang. Pertama, ayahnya mengajarinya cara membuka penutup mata elang. Lalu belajar menyeret kelinci sambil berkuda. Setelah itu, belajar memanggil elang untuk makan. Kemudian setelah itu belajar menerbangkan elang dari gunung. 

Sembari melatih burung elangnya, Aisholpan sering mengajak bicara sambil mengelus-elus kepala burung elangnya, suatu hal yang menurut hemat saya justru membuat ikatan atau bonding antara elangnya dan Aisholpan semakin kuat. Ia terkadang bertanya, 

"Apa kau lelah?"

"Apa kau kepanasan?"

"Apa kau lapar?"

"Aku akan beri kau makan saat kita sampai di rumah"

kepada burung elangnya.
Kehidupan Aisholpan juga sama dengan anak-anak lain pada umumnya. Ia bersekolah di dekat sungai Syr, yang bisa dibilang cukup jauh dari rumahnya. Sekolahnya juga ada asramanya. Ia bersekolah selama 5 hari dan pada hari Jum'at ia pulang ke rumah. Adiknya Aisholpan juga tinggal bersamanya di asrama. Nilai-nilainya juga sangat bagus di sekolah, karena ia bercita-cita menjadi Dokter. Namun, saat ini menjadi pemburu elang, selalu menjadi hal yang ia pikirkan setiap hari.

Aisholpan banyak belajar dasar-dasar tentang menjadi pemburu elang dari burung ayahnya. Ia bermimpi suatu saat nanti, Ia juga punya burung elangnya sendiri. Ayahnya melihat keseriusannya berlatih, akhirnya membolehkannya untuk memiliki burung elangnya sendiri dan melatihnya.

Pada hari yang ditentukan, Ai mendapatkan kesempatan yang amat langka untuk mendapatkan bayi elang berumur 3 bulan di gunung terdekat. Sebagai informasi saja, anak burung elang cukup kuat bertahan di sarang tanpa induknya, selama beberapa hari setiap tahunnya. Anak elang ini juga belum cukup umur untuk terbang. Singkat cerita, Ai menunjukkan keberaniannya saat berhadapan dengan anak elang tersebut di sarang burung elang (ini jujur cukup membuat saya deg-deg-an sebagai penonton) dan akhirnya berhasil mendapatkan anak burung elang tersebut, meski sempat ia terpeleset sedikit.

Burung elang tersebut ia rawat dengan kasih sayang, dan ia berniat untuk membesarkannya dan akan ikut festival elang. Nah, bagaimana kelanjutan film The Eagle Huntress ini? Akankah Aisholpan berhasil menjadi pemburu elang pertama di Mongolia? Akankah para tetua di lingkugannya mau mengakui Aisholpan sebagai pemburu elang?

Silahkan teman-teman temukan jawabannya di film The Eagle Huntress ya.

Kisah Pemburu Elang Wanita Pertama di Mongolia (foto: dokpri)
Kisah Pemburu Elang Wanita Pertama di Mongolia (foto: dokpri)
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun