“Sabar ya. Percayalah Allah sebaik-baiknya penulis sekenario kehidupan.” Aku hanya mengangguk dalam pelukannya.
“Tidak ada yang salah, semua berjalan atas acc Allah. Baik itu takdir buruk ataupun takdir baik.”
“Kamu harus bangkit. Saat aku bisa bangkit, tentunya kamu juga bisa, dan punya hak yang sama untuk bangkit.”
Masyaallah, aku sangat bersyukur ada Mba Embun yang begitu menenangkan ku, tak bertanya dalam, namun bisa begitu dalam merangkulku.
“Kamu harus bersyukur lebih atas harapan yang tidak dikabulkan sesuai keinginanmu. Berarti tandanya Allah menyiapkan sesuatu rencana yang lebih baik dari itu. Allah tidak ingin kamu merasakan bahagia yang biasa, Allah ingin kamu bahgia luar biasa.” Mba Embun mengelus kepalaku.
“Kamu orang pilihan yang Allah rindukan senja, Allah rindu do’a-do’a dan rengekanmu. Allah terlalu suka atas do’a mu, sehingga ingin lebih dekat denganmu.”
Masyaallah, ucapan Mba Embun begitu menampar keras hatiku. Benar, aku begitu beruntung hingga Allah selamatkan aku dari pernikahan yang tidak seharusnya terjadi.
Aku perlahan berhenti menangis, namun masih dalam pelukan sahabatku.
“Mba, bantu aku bangkit.” Aku mentap mata Mba Embun penuh harap.
“Pasti.” Ucapnya begitu yakin dan menyejukkan hatiku.
Bersyukur sekali aku karena telah Allah pertemukan dengannya. Wanita spesial yang tak ku sangka menerima ku sebagai sahabatnya, tidak memandangku sebelah mata, dan begitu tulus padaku.