Mohon tunggu...
annisa nur afifah
annisa nur afifah Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa, yang berusaha ada dimana saja

contact me : IG : @annisa.naff e-mail : annisanurafifah36@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Embun Senja

19 September 2022   14:50 Diperbarui: 19 September 2022   15:13 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari begitu terik disela-sela beberapa awan kelabu, padahal baru pukul sepuluh pagi. Hari ini Sabtu, 21 Desember 2019. Aku akhirnya melangkah keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan harian di Indomaret dekat komplek rumah. Bermodalkan sandal jepit warna pink, dompet, cardigan hitam dan helm pororo aku beranjak dari rumah menaiki si momo, sepeda motor kesayanganku.

Tak sampai sepuluh menit ku sudah tiba ditujuan. Ku parkirkan si momo sesuai arahan bapak parkir, tak lupa untuk menguncinya. Aku mulai membuka hp untuk mengecek barang apa saja yang hendak aku beli sambil berjalan memasuki indomaret poin.

"Selamat datang di Indomaret, ada yang bisa dibantu?" Ucap sesorang pramuniaga cantik yang berdiri dimeja kasir, tepat saat aku membuka pintu. Ku balas dengan senyuman tipis, kemudian kulihat dia kembali melanjutkan melayani pembayaran pelanggan.

Aku mulai mencari kebutuhanku yaitu kapas, pembersih wajah, masker dan tissue wajah. Semua berjalan cepat karena barang-barang ini mudah aku temukan. Mereka berada pada baris rak yang sama. Tanpa berlama-lama aku segera menuju kasir untuk membayar, karena aku ingat harus membeli makan si memey, kucing kesayangan Ibu.

"Ini saja mba ?" Katanya, aku hanya mengangguk pelan.

"Mau isi pulsanya sekalian ?" Pertanyaan lanjutannya. "Ini saja mba cukup" Jawabku.

"biskuit nya lagi promo ga sekalian? beli satu gratis satu ? Dia memberikan tawaran promo, yang ku balas dengan gelengan kepala sambil tersenyum kearahnya.

"Uangnya saya terima ya". Kemudia dia mulai memencet mesin kasir dan memberi ku uang kembalian sambil berkata "Terimakasih telah berbelanja, silahkan datang kembali"

Aku membayangkan betapa panasnya udara di luar, ditambah dengan mulai padatnya lalu lintas di jalan raya. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak langsung keluar dan memesan sebuah cappucino di point cafe indomaret. Tampak seorang wanita seusiaku sedang duduk di teras indomaret dengan secangkir kopi dan sebuah buku yang dibukanya. Tapi aku merasa tatapannya kosong.

"ini mba cappucino nya, sedotan silahkan ambil didepan." Ucapan mas-mas indomaret mengalihkan pandanganku dari wanita itu.

Akupun bersiap pulang, ingin membeli makanan memey. Namun belum sempat pintu ku dorong, gerimis datang tiba-tiba. Aku tak membawa mantel. Beberapa pasangan muda mudi pun datang untuk berteduh. Memenuhi bangku teras. Kulihat masih ada satu yang tersisa, bangku didepan wanita yang tadi ku amati.

Aku pun memutuskan untuk duduk dibangku itu. "Permisi" Kataku sambil melihat kearahnya.

"Apakah saya bisa duduk ?" Tanyaku. " Silahkan mba, memang bangku kosong." Terdengar lembut suaranya, namun ada ketegasan disana.

Dia kembali menatap bukunya, dan aku mulai membuka ponselku, melihat pesan masuk. Kulihat bahwa belum ada balasan pesan dari kekasihku. Sabtu Minggu adalah waktu liburku, dan waktu liburnya. Namun minggu ini dia mengabari bahwa ada pekrjaan yang harus di selesaikan sehingga harus lembur. Jadilah weekend ini ku habiskan bersama mama dirumah. Kapan lagi aku memiliki banyak waktu bersama Ibu, karena nanti jika sudah menikah, aku pasti tidak akan selalu bisa bersamanya.

Gerimis sekarang sudah menjadi hujan. Riuh kendaraan hampir hilang tertutup suara hujan, sesekali aku menarik cardiganku saat angin berhembus. Kembali, pandanganku tertuju pada wanita didepanku, yang sama sekali tak berespon terhadap hujan yang datang, dia tetap fokus melihat buku ditangannya yang sama sekali belum kulihat ia membalik halaman dibuku itu.

Wanita ini cukup manis kurasa, juga anggun. Jilbabnya yang menjulur menutupi dada, dan kacamata yang dikenakannya, membuatnya terlihat mempesona. Walaupun, ia tidak menggunakan riasan saat ini. Namun, melihatnya memberikan ketenangan sendiri. "Ah, apakah aku bisa menjadi wanita yang seperti ini" Pikirku dalam hati.

"Kenapa ya mba?" Tanya wanita ini tiba-tiba karena sadar sedari tadi aku memperhatikannya.

"Ah, ndak papa mba, Cuma saya heran, dari tadi mba lihat buku, tapi kok ndak di balik-balik halamannya" Jawabku apa adanya. Dia tersenyum tipis, sambil menutup bukunya. Kembali dia tersenyum padaku, kemudian menatap hujan dalam-dalam, seolah sedang mengingat kenangan yang berat.

"Saya Senja, mba siapa ?" Tanyaku padanya sambil menjulurkan tangan.

"Embun" Jawabnya. "Oh pantas seperti namanya." Ucapku lirih tanpa sadar.

"Bagiamana mba ?" responnya saat mendengar kalimatku.

"Oh, bukan apa-apa. Nama mba, sesuai dengan penampilannya " Jawabku mantap. Yang di ikuti senyum manisnya lagi.

"Kata-kata mba persis sama dengan seseorang yang saya kenal. Saat kami pertama bertemu." Dia tersenyum tipis, namun raut wajahnya juga ikut berubah.

"aaaaa, pasti seseorang yang istimewa." Jawabku.

"Bisa dibilang seperti itu, begitu istimewa hingga Allah menakdirkan dia berada disisinya lebih dulu."

Deg. Situasi macam apa yang sedang aku hadapi saat ini, lidahku pun kelu, tak bisa lagi beradu membalasnya.

"Saya minta maaf ya mba, jika sudah mengingatkan mba tentang kenangan yang menyedihkan."

"Engga, mba Senja tidak perlu minta maaf, karena memang tidak ada kenangan menyedihkan yang beliau tinggalkan." Aku hanya bisa tersenyum tipis sambil meraih tangannya.

Indomaret pun makin ramai dengan orang yang mampir untuk sekedar berteduh karena hujan yang tak kunjung usai atau memang memiliki tujuan kesini. Tak terasa sudah pukul setengah dua belas, ku kembali membuka ponsel untuk melihat pesan masuk. Namun belum ada pesan dari Mas Indra. Mungkin memang sedang sibuk, semoga pekerjaannya dapat diselesaikan segera.

"Mba Embun orang sini ?" Tanyaku penasaran, karena tak ku lihat barang belanjaannya. Sepertinya pun dia sudah terbiasa dan nyaman dengan keadaan disini.

"Iya mba, rumah saya di Jl. Delima VIII." Jawabnya sudah dengan senyum ceria kembali, namun masih bisa ku lihat setitik kesedihan itu dimatanya.

"Mungkin seseorang itu sangat spesial" pikirku.

***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun