"Kata-kata mba persis sama dengan seseorang yang saya kenal. Saat kami pertama bertemu." Dia tersenyum tipis, namun raut wajahnya juga ikut berubah.
"aaaaa, pasti seseorang yang istimewa." Jawabku.
"Bisa dibilang seperti itu, begitu istimewa hingga Allah menakdirkan dia berada disisinya lebih dulu."
Deg. Situasi macam apa yang sedang aku hadapi saat ini, lidahku pun kelu, tak bisa lagi beradu membalasnya.
"Saya minta maaf ya mba, jika sudah mengingatkan mba tentang kenangan yang menyedihkan."
"Engga, mba Senja tidak perlu minta maaf, karena memang tidak ada kenangan menyedihkan yang beliau tinggalkan." Aku hanya bisa tersenyum tipis sambil meraih tangannya.
Indomaret pun makin ramai dengan orang yang mampir untuk sekedar berteduh karena hujan yang tak kunjung usai atau memang memiliki tujuan kesini. Tak terasa sudah pukul setengah dua belas, ku kembali membuka ponsel untuk melihat pesan masuk. Namun belum ada pesan dari Mas Indra. Mungkin memang sedang sibuk, semoga pekerjaannya dapat diselesaikan segera.
"Mba Embun orang sini ?" Tanyaku penasaran, karena tak ku lihat barang belanjaannya. Sepertinya pun dia sudah terbiasa dan nyaman dengan keadaan disini.
"Iya mba, rumah saya di Jl. Delima VIII." Jawabnya sudah dengan senyum ceria kembali, namun masih bisa ku lihat setitik kesedihan itu dimatanya.
"Mungkin seseorang itu sangat spesial" pikirku.
***