Mohon tunggu...
Annisa LutfianaZafira
Annisa LutfianaZafira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindakan Pengeroyokan Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam

3 April 2023   01:25 Diperbarui: 3 April 2023   01:32 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak peristiwa-peristiwa pengeroyokan di Indonesia yang terjadi dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut menjadi tidak asing lagi terdengar. Pengeroyokan dapat dikatakan sebagai perbuatan kekerasan yang dilakukan secara bersama oleh beberapa orang atau paling sedikit dua orang untuk melakukan tindak pidana dengan tujuan melukai atau memberi rasa sakit. Biasanya pengeroyokan terjadi karena adanya perselisihan, baik antara kelompok dengan kelompok lainnya maupun antara kelompok dengan personal atau individu yang kemudian menyebabkan adanya suatu tindakan kekerasan. Perselisihan tersebut biasanya disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya kesalahpahaman, dendam, pencemaran nama baik, perasaan merasa dikhianati atau dirugikan, merasa harga diri dan martabatnya direndahkan, serta faktor-faktor lainnya. Menurut Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pengeroyokan adalah :  

1. Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Adapun dalam Pasal 170 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan ancaman apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok, yakni bahwa :

2. Yang bersalah diancam:

a. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

b. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

c. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

Sebagaimana dijelaskan pada ayat (2) tersebut. tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama semakin meningkat dan meresahkan masyarakat termasuk aparat penegak hukum. Hal tersebut disebabkan tindakan pidana berupa kekerasan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, dikenal dengan sebutan pengeroyokan. Pengeroyokan menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti perlukaan yang didapatkan oleh korban dari pengeroyokan, bahkan tindakan pengeroyokan dapat membuat seseorang meninggal dunia.

Selain itu, tindak pidana pengeroyokan diatur dan dijelaskan pada hukum pidana di Indonesia, tindakan tersebut juga dapat dilihat dari sudut pandang hukum pidana Islam. Sekilas dari yang kita ketahui bahwa Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim, sehingga hukum pidana Islam hadir untuk memberikan suatu hukuman atau ancaman sesuai dengan syariat islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Pengeroyokan Dalam Hukum Pidana Islam

Istilah hukum pidana Islam berasal dari terjemahan bahasa Arab dari kata fiqh dan jinayah. Fiqh itu sendiri merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum syara' praktis yang diperoleh dari dalil-dalil terperinci. Sedangkan, jinayah memiliki pengertian sebagai suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya. Maksud dari perbuatan yang dilarang oleh syara' adalah perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh agama, karena adanya bahaya mengenai agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda.

Oleh karena itu, pengertian dari hukum pidana Islam adalah hukum yang mengatur mengenai tindak pidana atau perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban) sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur'an dan Hadits. 

Dalam Al-Qur'an, dijelaskan pada Q.S Al-Maidah (5:45)

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ ۗوَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

 Artinya, "Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama). Barangsiapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zali." 

Dalam Hadist, dijelaskan pula pada HR. Bukhari

وعن ابن عمر رضي الله عنهما قال قتل غلام غيلة فقال عمر لو اشترك فيه أهل صنعاء لقتلتهم به أخرجه البخاري 

Artinya, "Dari Ibnu Umar r.a, dia berkata: “Seorang anak telah dibunuh secara sembunyi-sembunyi. Kemudian Umar berkata, “Seandainya penduduk Shan’a’ ikut serta dalam pembunuhan tersebut, saya akan membunuh mereka karena perbuatannya.” 

Dalam hukum pidana, pengeroyokan termasuk dalam delik penyertaan (deelneming) yang merupakan suatu perbuatan antar pelaku untuk melakukan tindak pidana seperti:

a. Secara bersama melakukan suatu tindak pidana;

b. Seseorang yang menghendaki dan merencanakan adanya tindak pidana, namun mempergunakan orang lain dalam melaksanakan tindakan tersebut; dan

c. Seseorang yang menghendaki, merencanakan, dan melaksanakan tindak pidana dengan bantuan orang lain

Sementara dalam hukum pidana Islam, pengeroyokan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama atau dalam kata lain tindak pidana penyertaan dalam hukum Islam disebut sebagai turut berbuat jarimah atau yang dikenal dengan Al-Isytirak. Jarimah itu sendiri memiliki pengertian sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir. Jarimah itu sendiri merupakan suatu istilah yang sama pada jinayah bagi sebagian para ahli hukum Islam (fuqaha), dimana istilah tersebut diartikan sebagai perbuatan seseorang yang dilarang oleh Allah SWT dan akan dikenakan hukuman yang sesuai dengan ketentuan-Nya.

Para Fukaha membedakan Al-Isytirak ini menjadi dua bagian, yaitu:

a. Turut berbuat langsung (isytirak bil-mubasyir), sementara orang yang melakukan disebut sebagai syarik mubasyir. Arti dari turut berbuat langsung adalah pelaku yang atas seorang atau lebih secara nyata melakukan dan turut berbuat langsung dalam melakukan tindak pidana.

b. Turut berbuat tidak langsung (isytirak ghairul mubasyir/isytirak bit-tasabbubi) dan istilah syarik mutasabbib diberikan kepada orang yang melakukannya. Turut berbuat tidak langsung diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menyuruh atau menghasut orang lain untuk memberi bantuan dalam melakukan suatu tindak pidana dengan adanya unsur kesengajaan.

Oleh karena itu, diketahui bahwa sejatinya hukum pidana Islam tidak ada bedanya dengan hukum pidana di Indonesia, hanya saja pada hukum pidana Islam tidak membedakan secara spesifik antara hukum publik dengan hukum privat. Selain itu, dari pembahasan sebelumnya, diketahui pula dalam hukum pidana Islam bahwa terdapat dua aspek yang menjadi ruang lingkup pembahasan hukum pidana Islam seperti, adanya aspek tindak pidana dan aspek hukuman berupa sanksi pidana. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana unsur pengeroyokan termasuk ke dalam unsur jarimah atau jinayah. 

Adapun dalam hukum pidana Islam, terdapat beberapa macam bentuk tindak pidana hukum pidana Islam. Bentuk-bentuk tersebut antara lain :

  • Hudud
  • Jinayah
  • Ta'zir
  • Mukhalafat

Mengapa Pengeroyokan termasuk dalam Jinayat yang Mewajibkan Adanya Qiyas atau Diyat?

Dalam hal ini tindak pengeroyokan termasuk ke dalam tindak pidana Jinayat atau bentuk tindak pidana yang mewajibkan adanya Qiyas atau Diyat. Adapun pengertian dari Qiyas atau Diyat yaitu:

a. Qiyas adalah seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan kejahatan akan diberi hukuman berupa pembalasan setimpal sesuai dengan perbuatannya. Pembalasan ini dimaknakan sebagai sesuatu yang sedang atau telah dilakukan akan mendapatkan pembalasan yang sesuai dengan perbuatannya. 

b. Diyat adalah pemberian denda oleh pelaku yang telah melakukan suatu bentuk perbuatan kejahatan, dimana denda tersebut dikenakan kepada pelaku yang kemudian dibayarkan kepada korban sebagai sanksi atas perbuatan kejahatan yang dilakukannya. 

Oleh karena Qiyas atau Diyat termasuk bentuk hukuman dari tindak pidana jinayah atau jarimah, yang merupakan suatu bentuk hukuman yang menjadi hak perseorangan dengan pengertian bahwa apabila pelaku dimaafkan oleh korban, maka hukuman tersebut akan dapat dihapus. 

Contoh-Contoh Kasus Mengenai Pengeroyokan

(a) Insiden pengeroyokan terhadap mahasiswa STIA Prima Bone yang terjadi di kampus STIA Prima Bone dengan lima pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka dan satu pelaku yang dibebaskan karena tidak adanya cukup bukti. Insiden tersebut terekam dalam video yang kemudian viral di medsos. dalam video tersebut, menunjukkan sebuah peristiwa dimana seorang mahasiswa dikeroyok puluhan orang tak dikenal di halaman parkir kampus STIA Prima Bone yang terjadi pada hari Sabtu (20/11), sekitar pukul 13.10 WITA. Dalam video yang berdurasi 11 detik itu, terlihat sejumlah orang menyerang korban dan sejumlah mahasiswa lain menyaksikan pengeroyokan tersebut.

(b) Siswa SMA di Bogor dikeroyok oleh delapan teman di asrama. peristiwa ini dimulai dengan adanya kasus pencurian yang terjadi dalam asrama sekolah, kemudian korban dituding sebagai pelaku dari pencurian tersebut. Namun, korban tidak merasa melakukan pencurian yang ditudingkan kepadanya, sehingga tetap mempertahankan jawabannya. Akan tetapi, karena ia selalu mendapatkan desakan guna mengaku bahwa ialah pelakunya, akhirnya korban terpaksa mengakuinya. Setelah itu, korban mendapatkan kekerasan fisik secara bergantian oleh delapan temannya tersebut. Dari peristiwa tersebut, pihak sekolah melakukan mediasi antar orang tua dengan melibatkan KPAD Kabupaten Bogor dan terus melakukan upaya untuk mencari solusi bagi kedua belah pihak.

(c) Peristiwa pengeroyokan yang terjadi pada pengendara ojek online yang pada saat itu sedang mengantri untuk  pengisian bahan bakar di SPBU Majapahit, Semarang. Kemudian, terdapat tiga pengendara lain berposisi di depan korban. Pengendara tersebut tidak bergerak sama sekali walaupun keadaannya sedang senggang. Sehingga, korban meminta pengendara tersebut untuk bergerak maju ke depan. Akan tetapi, korban mendapatkan pukulan dari salah satu pengendara tersebut secara mendadak, dengan serangan susulan berupa pukulan lain pada helm korban oleh rekan pengendara lain. Akibat peristiwa tersebut, korban mengalami luka-luka pada muka dan anggota tubuh lainnya. Setelah melaporkan kejadian tersebut, tersebarlah kabar dan fakta bahwasanya pelaku dinyatakan meninggal dunia akibat pengeroyokan yang dilakukan oleh rekan pengendara ojek online, atau bisa dikatakan bila ia menerima pengeroyokan lain sebagai balasan atas apa yang ia lakukan sebelumnya terhadap sang korban.

 Penulis:

1)  Annisa Lutfiana Zafira (30302000334)

Mahasiswa S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

2) Dr. Ira Alia Maerani, S. H., M. H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun