1. Hukum hanya ada dalam perundang-undangan formil
a. Hanya hukum yang lahir dari kandungan proses formil yang memiliki legalitas sebagai prasarana hukum yang mengikat, hukum yang lahir di luar kandungan formil tersebut dianggap sebagai hukum anak haram yang tidak memiliki validitas sebagai hukum terapan yang mengikat
b. Dalam sistem ini berlaku kaidah hukum bahwa Hukum yang diakui dirujukkan pada “kodifikasi hukum” yang dibuat oleh lembaga formil legislatif. Hukum sengaja dibuat dalam bentuk rumusan tertulis yang disusun secara sistematik dalam kitab hukum Perundang-undangan yang berfungsi melaksanakan kewenangan peradilan sudah memiliki perangkat hukum yang pasti dan konkret.
a) Statute Law system secara ekstrem berpegang teguh kepada ajaran “positivisme”, yang mengajarkan kaidah bahwa, tidak ada hukum di luar aturan perundang-undangan. Hukum hanyalah aturan yang telah terkodifikasi secara tertulis dan sistematis.
b) Hakim yang menduduki fungsi peradilan hanya mengadili menurut Kitab Hukum Perundang-undangan. Mereka tidak boleh melakukan penafsiran dan mencari asas dan dasar-dasar hukum lain di luar aturan perundang-undangan yang ada.
c) Dalam pandangan aliran ini, hakim dipandang sebagai makhluk yang tak berjiwa yang tidak mempunyai hati nuran, hakim tidak ubahnya sebagai robot yang hanya bergerak jika digerakkan, dan hakim hanyalah sebagai corong Peraturan Perundang-undangan.
c. Hakim hanyalah corong peraturan perundang-undangan
a) Mekanisme Statute Law System mutlak memberikan kewenangan penciptaan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan kepada legislative power, telah menempatkan fungsi dan kewenangan hakim pada tataran:
b) Hakim hanya sebagai corong Undang-Undang
c) Hakim dalam menjalankan kewenangan fungsi kekuasaan kehakiman tidak berhak dan tidak berwenang menafsirkan Undang-Undang
d) Adil dan tidak adil suatu ketentuan perundang-undangan mesti diterapkan hakim, meskipun bertentangan dengan keyakinan dan hati nuraninya.