Mengetahui hal itu, ayahnya yang berniat mencari bantuan berpesan agar Endah dan kakak-kakaknya tidak meninggalkan rumah. Saat hujan mengguyur desanya, barulah kemudian ayahnya pergi ke luar untuk mencari pertolongan.Â
Setelah berhasil menyusuri sungai dan melewati lapangan, ayahnya kemudian menemukan sukarelawan yang mengendarai mobil pick up. Mendengar permintaan tersebut, sukarelawan segera mengevakuasi Endah beserta kakak-kakaknya.Â
Butuh kira-kira dua hingga tiga jam dalam proses evakuasi dirinya beserta keluarganya. Tepatnya sekitar subuh, Endah dan keluarganya sampai di rumah sakit.Â
Endah menjelaskan bahwa dirinya sempat tak sadarkan diri beberapa hari akibat luka bakar yang diperolehnya dari awan panas Merapi.
Setiap terjadinya suatu peristiwa tentu memiliki hikmahnya masing-masing. Setelah 11 tahun berlalu, baik Jumarno maupun Endah telah membangun kembali kehidupan bersama keluarga mereka masing-masing.Â
Meski sudah 11 tahun berlalu, peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010 tentunya memunculkan trauma yang sangat mendalam bagi para korbannya. Salah satunya Jumarno.Â
Meskipun hingga kini ia sudah tidak menempati rumah tersebut dan pindah ke rumah lain yang dekat dengan rumah kediamannya dahulu, setiap kali dirinya berada di rumahnya yang sebelumnya ia selalu terbayang-bayang akan kejadian erupsi Merapi tersebut.Â
Bahkan Jumarno belum pernah tidur kembali di rumah tersebut dan tidak akan datang kecuali ada kepentingan.Â
Hingga kini, ia memilih untuk lebih berhati-hati. Jumarno mengungkapkan bahwa saat ini ia sudah berbekal Handy Talkie untuk berkomunikasi jika sewaktu-waktu muncul kabar untuk berevakuasi akibat Gunung Merapi erupsi kembali.
Bencana alam memang sejatinya merupakan sebuah ancaman yang tidak dapat diprediksi bagi setiap kalangan yang menghadirkan kerugian baik materi maupun non materi.Â
Kerugian berupa materi memang bisa digantikan kembali, tetapi perasaan traumatik yang ditimbulkannya tidak akan pernah terlupakan dalam ingatan memori korban.Â