Mohon tunggu...
Annisa Dwi Susilowati
Annisa Dwi Susilowati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pemimpi

Hi! hope you guys like my article

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Letusan Gunung Merapi Tahun 2010 dalam Memori: Sebuah Kajian Sejarah Lisan

14 Desember 2021   23:06 Diperbarui: 26 Oktober 2022   12:20 2428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Kompas.com/Letusan Merapi Tahun 2010

Menyadari bahwa telah terjadi sesuatu, Gitodaryono sang ayah Jumarno beserta kakeknya yakni Mirso Sarwono mengajaknya untuk segera melarikan diri. 

Sang kakek pun segera melarikan diri untuk mencari pertolongan. Lebih lanjut, Jumarno mengungkapkan bahwa dirinya bersama ayahnya tidak melarikan diri, namun justru bertahan di dalam rumah. 

Alasannya ialah karena dirinya menyadari bahwa sudah tidak sempat untuk melarikan diri ketika abu vulkanik dengan ketebalan setinggi mata kaki telah mencapai rumahnya dalam jarak sekitar lima langkah dari rumah.

Mengetahui bahwa tidak memungkinkan baginya untuk selamat dengan cara keluar rumah, menjadikan tidak ada pilihan baginya selain tetap tinggal di rumah. Ia dan ayahnya kemudian mencari tempat aman untuk bertahan dari wedhus gembel atau awan panas Merapi. 

Lebih lanjut, Jumarno mengatakan bahwa dirinya pada waktu itu terpikirkan sebuah ide untuk berlindung di dalam lemari. Ia menjelaskan bahwa dirinya mengeluarkan semua barang agar ia bisa masuk dan berlindung di dalamnya. 

Setelah memasukkan seluruh tubuhnya ke bagian dasar lemari, kepalanya ia hadapkan pada bagian pojok lemari sehingga ia tetap bisa bernapas. 

Sembari menunggu keadaan pulih, dirinya terus memanjatkan doa memohon keselamatan pada Tuhan. Sedangkan, ayahnya menyelamatkan diri di samping lemari.

Tak dapat terelakkan bahwa rasa putus asa akan akhir kehidupan menyelimutinya saat itu. Tak kuat menahan panasnya wedhus gembel, ia pun sempat tak sadarkan diri hingga akhirnya pertolongan datang keesokan harinya. 

Jumarno beserta ayahnya baru bisa diselamatkan keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Oktober 2010. Jumarno tak mengingat secara pasti kapan waktu ia diselamatkan. 

Dalam ingatannya kala itu setelah pukul 9 pagi, ketika seseorang tengah bersepeda di sekeliling rumahnya, ia pun berteriak meminta pertolongan. Mendengar hal itu, segera seseorang datang menolong Jumarno serta ayahnya. 

Evakuasi oleh relawan mulanya dilakukan pada Gitodaryono, sang ayah Jumarno. Setelah jeda sekitar satu jam, barulah relawan mengevakuasi Jumarno dengan tandu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun