Mohon tunggu...
Annisa Dwi Rachma
Annisa Dwi Rachma Mohon Tunggu... -

Seorang gadis yang lahir di Sidoarjo, Jawa Timur dan pergi merantau menuju Balikpapan, Kalimantan Timur.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dulu Hidupku Kamu

30 Juni 2015   00:57 Diperbarui: 30 Juni 2015   00:57 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore di luar begitu kelabu hingga membuat angin terlalu bersemangat untuk berhembus kencang, menyapa pepohonan dengan kasar. Mujurnya, pepohonan masih dapat berdiri dengan tegapnya. Jika tidak, angin bukan hanya dapat mematahkan tubuh sang pohon, tetapi juga jiwanya. Selazimnya kemudian hujan turun membasahi atap rumah penduduk dan membuat irama yang berbeda pada setiap kedatangannya. Tetapi nyatanya tidak, hujan ternyata lebih tahu perasaan para manusia yang kurang berkenan akan kehadirannya. Sejatinya manusia-manusia tersebut menolak berkah dari Tuhan melalui sang hujan.

Secangkir teh panas dengan setia menghangatkan pikiranku. Dan juga hatiku. Memandangi langit sore bersituasi seperti ini membuatku meraskaan de javu. Tak ada yang dapat kulakukan kecuali terpikirkan kisah kasih monyetku. Ya, terlintas begitu saja bagaimana aku jatuh hati pada seorang lelaki yang tidak amat kusukai. Awalnya tak pernah perasaanku berubah menjadi luar biasa terhadapnya, bahkan aku telah mengenalnya selama lebih dari tiga tahun. Lebih parah lagi, sebenarnya dia hampir menjadi seorang kekasih sahabatku, dulunya. Rasa penasaran untuk mengenang masa lalu yang datang secara tiba-tiba ini mengarahkanku untuk beranjak dari kursi malas dan membuatku melangkahkan kaki menuju kamar tidurku. Kemudian kuambil kotak usang berdebu di bawah kasurku. Kotak curahan hati ajaib, begitu aku yang remaja menamainya. Sempat sekilas kumenengok seonggok kasur yang empuk. Biasanya ketika aku melihat kasur yang menggoda ini, takkan sanggup kumenolak ajakannya untuk sejenak melupakan hidup, menerbangkan segala masalah ke langit-langit kamarku. Namun kali ini tidak.

26 Mei 2010

Dear, Diary.

Hari ini, hari yang melelahkan

Tak pernah tak menyakitkan

Di bawah atap ruang menimba ilmu tak berbeda

Bersama manusia yang kupuja

Namun apa daya, tak mampu kumenggapainya.

Akankah perasaan ini kan terus berpendar?

Atau justru hanya menjadi selasar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun