Mohon tunggu...
Annisa Salsabila
Annisa Salsabila Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Passion, Patience and Persistence

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peninjauan terhadap Reformasi Kebijakan Covid-19 di Indonesia, Sudah Tepatkah?

7 Desember 2020   17:30 Diperbarui: 7 Desember 2020   20:11 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kabar24.bisnis.com

Pada awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan penemuan penyakit baru yang berawal dari laporan World Health Organization (WHO) berasal dari negara tirai bambu China yaitu dari suatu wilayah Kota Wuhan. Penyakit ini disebut dengan COVID-19 atau Corona Virus Disease-19 yang telah menjadi perhatian satu negara dengan negara lainnya (Afni 2020).

Terhitung sejak bulan Maret 2020, Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami penyakit COVID-19 dengan jumlah positif terbanyak di dunia. Hal tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-21 dengan kasus tertinggi di dunia dengan angka 320.564 yang terkonfirmasi positif COVID-19 per 8 Oktober 2020 (Leo 2020).

Pandemi yang disebabkan oleh penyakit COVID-19 telah memberikan dampak dari berbagai aspek yang menyebabkan timbulnya permasalahan baru dari sejumah kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah.

Seperti contohnya di negara China, kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 yaitu menyediakan fasilitas kesehatan dengan mengubah gedung olahraga, aula, sekolah dan juga hotel menjadi rumah sakit sementara, dan juga melakukan rapid test ataupun  polymerase chain reaction (PCR) pada masyarakat, hingga menerapkan pengisolasian kota (lockdown).

Selanjutnya, upaya preventif juga dilakukan di Daegu, Korea Selatan yaitu dengan melakukan pendeteksian dini melalui rapid test yang dilakukan secara massal untuk meminimalisir penyebaran virus tersebut. Selain itu, terdapat beberapa negara lainnya yang telah berupaya untuk menekan laju peningkatan penyebaran virus COVID-19.

Di Indonesia sendiri, pertanggal 31 Maret 2020 Presiden RI telah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Pandemi COVID-19 dimana dalam Perppu tersebut terdapat beberapa kebijakan dalam bidang kesehatan, sosial, ekonomi dan juga salah satunya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kebijakan yang telah diterapkan pemerintah sejak Maret 2020 adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yaitu pembatasan kegiatan tertentu penduduk di dalam suatu wilayah untuk menekan penyebaran virus COVID-19.

Pembatasan Sosial Berskala Besar juga didasari oleh beberapa aturan dasar salah satu contohnya adalah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang merupakan wujud upaya pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum seperti yang diamanatkan dalam UUD RI Alinea ke empat.

Pembatasan kegiatan juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, produktivitas kerja, dan aspek ekonomi lainnya. Dalam hal kebijakan yang diterapkan, pemerintah dianggap lemah dalam pengambilan keputusan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah daerah karena terdapat ketidakselarasan kebijakan yang diambil, pemerintah pusat cenderung ingin mempertahankan stabilitas ekonomi dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar tersebut.

Nyatanya juga terdapat disharmonisasi antara kebijakan yang dibuat pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pasalnya pemerintah daerah menginginkan adanya isolasi kota/lockdown dan memberi aturan yang mengikat guna memperlambat penyebaran Covid-19. Sehingga, kebijakan yang diterapkan dianggap kurang efektif dalam mengurangi angka positif Covid-19 lantaran masih terdapat warga yang tak acuh terhadap kebijakan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Masih terdapat masyarakat yang kurang sadar terhadap virus ini seperti contohnya masih banyak kelompok remaja yang berkumpul di satu tempat dengan tidak menerapkan protokol kesehatan, selain itu adanya sanksi tidak tegas pada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan yaitu dengan menggunakan masker dan melakukan physical distancing.

Selanjutnya, dalam menekan laju positif wabah Covid-19 pemerintah juga melaksanakan rapid test massal bahkan di berbagai daerah. Dari Ketua Satgas Covid-19, Dr. dr. Rustamadji., M.Kes., mengatakan bahwa rapid test terbagi menjadi dua jenis yaitu rapid test anti bodi dan rapid test antigen (Ika 2020).

Prosedur pemeriksaan rapid test sendiri dengan mengambil sampel darah dari ujung jari dan kemudian diteteskan ke alat rapid test. Hal ini yang menurut beliau, rapid test kurang efektif dalam menekan laju penyebaran Covid-19 dan beliau memberitahu untuk memastikan keberadaan virus Covid-19 dengan melakukan uji swab atau swab test. 

Swab test atau yang disebut dengan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang merupakan satu-satunya untuk memastikan seseorang tertular virus Covid-19 atau tidak, dapat diketahui pemerintah dalam mengupayakan penekanan laju pertumbuhan virus tersebut melalui pelaksanaan 3T (testing, tracing dan treatment) dalam melacak penyebaran Covid-19 (Mutiara 2020).

Per tanggal 5 Oktober 2020, pemerintah menetapkan adanya batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan swab test yaitu Rp900.000. Namun, sejumlah kebijakan tersebut dianggap belum memberikan solusi pada penanganan Covid-19 di Indonesia lantaran masih banyak masyarakat kurang mampu untuk mengeluarkan sejumlah biaya untuk memeriksakan diri pada swab test dan hanya mengandalkan pada rapid test.

Oleh karena itu, penyebaran Covid-19 terus meningkat dan sekaligus kebutuhan akan tenaga kesehatan juga meningkat dikarenakan banyaknya rumah sakit yang menampung pasien Covid-19.

Mengenai Tenaga Kesehatan, akan terlebih dahulu membahasnya melalui sudut Hukum Kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan termasuk dalam kelompok health providers yaitu pemberi pelayanan kesehatan (Fred 1991).

Dasar hukum tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan yaitu setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui Pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Berdasarkan rumusan undang-undang tersebut tenaga kesehatan termasuk tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan dan lainnya.

Semenjak virus Covid-19 menyebar di Indonesia, pemerintah berupaya untuk menyediakan fasilitas  di beberapa daerah, seperti contohnya di DKI Jakarta tepatnya di Kemayoran pemerintah mengalihfungsikan gedung Wisma Atlet menjadi Rumah Sakit Darurat Covid-19.

Namun, seiring berjalannya waktu jumlah yang positif Covid-19 kian meningkat drastis sehingga hal ini membuat tenaga kesehatan yang berada di RS Darurat Wisma Atlet kewalahan karena tidak seimbangnya jumlah tenaga kesehatan dengan banyaknya jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Dalam detik health pada 22 Oktober 2020, Khadijah menyebutkan hingga saat ini, jumlah hunian di Tower 6 dan 7 sudah 80 persen dan tower 5 sudah 90 persen yang artinya fasilitas isolasi mandiri hampir terisi penuh. Hal ini menyebabkan sejumlah tenaga kesehatan yang berada disana mengalami kelelahan karena telah melayani pasien dengan waktu yang cukup lama, tidak hanya itu resiko yang dihadapi juga cukup tinggi bahkan dapat mengakibatkan kematian akibat Covid-19.

Berdasarkan data per Selasa 29 September 2020 dari surat elektronik Kompas, jumlah kematian tenaga kesehatan di Indonesia akibat infeksi Covid-19 meningkat mencapai 228 tenaga kesehatan. Kondisi ini begitu memprihatinkan melihat angka pasien yang positif Covid-19 terus meningkat namun jumlah tenaga kesehatan yang ada justru menurun.

Maka dari itu, perlunya perlindungan terhadap hak dan kewajiban tenaga kesehatan yang mana diatur dalam Pasal 57 poin (a) Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi dan Standar Prosedur Operasional.

Oleh karenanya, diperlukan suatu Standar Prosedur Operasional bagi tenaga kesehatan untuk menjamin keselamatan dirinya selain itu perlunya pembatasan dan pembagian jam kerja untuk mengoptimalkan kondisi baik fisik maupun psikis tenaga kesehatan.

Pada 22 September 2020, dalam artikel “Cara dokter & perawat di RSD Wisma Atlet cegah penularan Covid-19 & semangat kerja” Kesehatan kontan melaporkan bahwa Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dalam hal ini mengevaluasi Standar Prosedur Operasional yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan, terdapat beberapa cara pencegahan Covid-19 di RSD Wisma Atlet yaitu dengan melakukan kegiatan pemulihan bagi tenaga kesehatan yang berupa pendampingan psikologi dan berolahraga.

Selain itu, adanya pembagian jam kerja yang jelas yang setidaknya terdapat tiga sif yakni sif pagi, siang dan malam yang masing-masing mempunyai delapan jam kerja dimana setiap sif diisi oleh lima tim tenaga kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar kondisi stamina tenaga kesehatan tidak terkuras.

Virus COVID-19 yang telah memberikan banyak dampak pada sektor kehidupan, terutama memberikan kenyataan bagi pemerintah untuk mengoptimalkan kebijakan-kebijakan yang ada. Apabila meninjau dari Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dianggap kurang efisien dalam mengurangi angka positif Covid-19 lantaran dalam kebijakan tersebut kurangnya sanksi yang tegas bagi yang tidak mematuhi protokol kesehatan seperti contohnya di daerah pasar masih kerap terjadi kontak fisik bahkan dari beberapa penjual banyak yang tidak memakai masker misalnya.

Kurangnya edukasi terhadap Virus Covid-19 juga merupakan salah satu pengaruh masih meningkatnya virus tersebut di masyarakat. Terdapat ketidaksiapan dan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani Covid-19 yang disebabkan oleh lemahnya struktur birokrasi yang tidak adaptif dengan masalah kesehatan.

Pemerintah seharusnya memiliki sistem untuk tracking mendata orang yang terkena Covid-19 dan cepat tanggap dalam menangani pasien tersebut untuk meminimalisir penyebaran virus. Perlunya menambah fasilitas sarana maupun prasarana untuk dapat menampung pasien Covid-19 dan juga pemberian akses gratis bagi masyarakat yang ingin melakukan test swab karena tes tersebut dianggap yang paling akurat sehingga apabila ada seseorang yang positif Covid-19 bisa langsung diisolasi di rumah sakit.

Juga, pemerintah dapat melakukan pendeteksian secara cepat dan segera melakukan pendataan bagi warga masyarakat yang terpapar virus corona. Selanjutnya, yang masih menjadi kelemahan kebijakan pemerintah disini adalah lemahnya koordinasi antarstakeholder dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana masalah disini adalah kewenangan siapa yang berhak melakukan kebijakan.

Di satu sisi pemerintah pusat cenderung lamban dalam memberikan instruksi untuk kebijakan Covid-19 di sisi lain pemerintah daerah juga mengambil langkah sendiri untuk cepat tanggap mengurangi angka positif Covid-19. Maka dalam hal untuk kepentingan masyarakat diperlukannya otonomi daerah pada pemerintah daerah hal ini guna mempermudah proses birokrasi yang ada sesuai dengan keadaan daerah masing-masing sehingga dapat mengurangi angka positif Covid-19.

Selain itu, kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit membuat tenaga kesehatan tersebut kelelahan dalam menangani pasien Covid-19. Banyaknya dari tenaga kesehatan yang meninggal dunia disebabkan oleh beberapa hal salah satunya kurangnya persediaan APD (alat pelindung diri) yang sangat dibutuhkan mereka saat ini. Maka dari itu, perlunya persediaan APD yang cukup dan pemberian pembagian jam kerja yang jelas bagi tenaga kesehatan dirumah sakit.

Penambahan tenaga kesehatan juga dapat dilakukan pada daerah yang menjadi episentrum penyebaran virus Covid-19. Perlunya belajar dari negara China yaitu dengan menyediakan fasilitas kesehatan khusus pasien yang terpapar Covid-19 dengan mengubah gedung olahraga, aula, sekolah dan juga hotel menjadi rumah sakit sementara seperti yang sudah diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta mengalihfungsikan Gedung Wisma Atlet menjadi Rumah Sakit Darurat Pasien Covid-19.

Terakhir, masih banyaknya warga masyarakat yang tidak peduli dengan keberadaan virus Covid-19 di Indonesia. Walaupun pemerintah telah mengupayakan sejumlah kebijakan diatas dengan menerapkan physical distancing dan protokol kesehatan, namun tidak jarang ditemui masih ramainya orang berkumpul di rumah ibadah, toko kopi, restoran dan tempat lainnya.

Masih banyaknya masyarakat ekonomi kebawah memaksakan dirinya untuk mencari nafkah dan menggantungkan hidupnya dengan bekerja sehingga tidak ada pilihan lagi baginya. Oleh karena itu, perlunya pemerintah daerah memberikan bantuan ekonomi bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan maksimal dan disamping itu perlunya memberlakukan sanksi yang tegas bagi yang melanggar aturan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA:

Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Cet. 1. Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991.

Indonesia. Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2014, LN No.298 Tahun 2014, TLN No. 5607, Ps.1

Indonesia. Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2014, LN No.298 Tahun 2014, TLN No. 5607, Ps.57

Muis, Afni Regita Cahyani. “Transparansi Kebijakan Publik Sebagai Strategi Nasional dalam Menanggulangi Pandemi Covid-19.” Sosial & Budaya Syar’i 7 (Mei 2020). Hlm. 440.

Agustino, Leo. “Analisis Kebijakan Penanganan Wabah COVID-19 Pengalaman Indonesia.” Jurnal Borneo Administrator 16 (Agustus 2020). Hlm. 254.

Abyansyah, Muh. Irham. “Angka Covid-19 di Indonesia Berada di Peringkat ke-21 Dunia.” https://fixmakassar.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-57813774/update-covid-19-kamis-8-oktober-2020-angka-covid-19-di-indonesia-berada-di-peringkat-ke-21-dunia, .diakses pada 13 Oktober 2020.

Ika. “Pakar UGM Jelaskan Efektivitas Rapid Test.” https://ugm.ac.id/id/berita/19667-pakar-ugm-jelaskan-efektivitas-rapid-test. Diakses pada 15 Oktober 2020

 Nabila, Mutiara. “Mulai Hari Ini Tarif Uji Swab Covid-19 Maksimal Rp900.000.” https://kabar24.bisnis.com/read/20201006/15/1301125/mulai-hari-ini-tarif-uji-swab-covid-19-maksimal-rp900000. Diakses pada 15 Oktober 2020

Nur Azizah, Khadijah. “Alert! Corona di Indonesia Naik Terus, Tenaga Kesehatan Mulai Kelelahan.” https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5181556/alert-corona-di-indonesia-naik-terus-tenaga-kesehatan-mulai-kelelahan. Diakses pada 22 Oktober 2020

Pranita, Ellyvon. “Kematian Akibat Covid-19, Data Terbaru IDI Ungkap 228 Tenaga Kesehatan Meninggal Dunia.” https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/29/170200223/kematian-akibat-covid-19-data-terbaru-idi-ungkap-228-tenaga-kesehatan?page=all. Diakses pada 22 Oktober 2020

“Cara dokter & perawat di RSD Wisma Atlet cegan penularan Covid-19 & semangat kerja.” https://kesehatan.kontan.co.id/news/cara-dokter-perawat-di-rsd-wisma-atlet-cegah-penularan-covid-19-semangat-kerja. Diakses pada 22 Oktober 2020.

“Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia terkait Wabah COVID-19.” https://kemlu.go.id/brussels/id/news/6349/kebijakan-pemerintah-republik-indonesia-terkait-wabah-covid-19.  Diakses pada 15 Oktober 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun