Masih terdapat masyarakat yang kurang sadar terhadap virus ini seperti contohnya masih banyak kelompok remaja yang berkumpul di satu tempat dengan tidak menerapkan protokol kesehatan, selain itu adanya sanksi tidak tegas pada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan yaitu dengan menggunakan masker dan melakukan physical distancing.
Selanjutnya, dalam menekan laju positif wabah Covid-19 pemerintah juga melaksanakan rapid test massal bahkan di berbagai daerah. Dari Ketua Satgas Covid-19, Dr. dr. Rustamadji., M.Kes., mengatakan bahwa rapid test terbagi menjadi dua jenis yaitu rapid test anti bodi dan rapid test antigen (Ika 2020).
Prosedur pemeriksaan rapid test sendiri dengan mengambil sampel darah dari ujung jari dan kemudian diteteskan ke alat rapid test. Hal ini yang menurut beliau, rapid test kurang efektif dalam menekan laju penyebaran Covid-19 dan beliau memberitahu untuk memastikan keberadaan virus Covid-19 dengan melakukan uji swab atau swab test.Â
Swab test atau yang disebut dengan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang merupakan satu-satunya untuk memastikan seseorang tertular virus Covid-19 atau tidak, dapat diketahui pemerintah dalam mengupayakan penekanan laju pertumbuhan virus tersebut melalui pelaksanaan 3T (testing, tracing dan treatment) dalam melacak penyebaran Covid-19 (Mutiara 2020).
Per tanggal 5 Oktober 2020, pemerintah menetapkan adanya batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan swab test yaitu Rp900.000. Namun, sejumlah kebijakan tersebut dianggap belum memberikan solusi pada penanganan Covid-19 di Indonesia lantaran masih banyak masyarakat kurang mampu untuk mengeluarkan sejumlah biaya untuk memeriksakan diri pada swab test dan hanya mengandalkan pada rapid test.
Oleh karena itu, penyebaran Covid-19 terus meningkat dan sekaligus kebutuhan akan tenaga kesehatan juga meningkat dikarenakan banyaknya rumah sakit yang menampung pasien Covid-19.
Mengenai Tenaga Kesehatan, akan terlebih dahulu membahasnya melalui sudut Hukum Kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan termasuk dalam kelompok health providers yaitu pemberi pelayanan kesehatan (Fred 1991).
Dasar hukum tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan yaitu setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui Pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Berdasarkan rumusan undang-undang tersebut tenaga kesehatan termasuk tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan dan lainnya.
Semenjak virus Covid-19 menyebar di Indonesia, pemerintah berupaya untuk menyediakan fasilitas  di beberapa daerah, seperti contohnya di DKI Jakarta tepatnya di Kemayoran pemerintah mengalihfungsikan gedung Wisma Atlet menjadi Rumah Sakit Darurat Covid-19.
Namun, seiring berjalannya waktu jumlah yang positif Covid-19 kian meningkat drastis sehingga hal ini membuat tenaga kesehatan yang berada di RS Darurat Wisma Atlet kewalahan karena tidak seimbangnya jumlah tenaga kesehatan dengan banyaknya jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Dalam detik health pada 22 Oktober 2020, Khadijah menyebutkan hingga saat ini, jumlah hunian di Tower 6 dan 7 sudah 80 persen dan tower 5 sudah 90 persen yang artinya fasilitas isolasi mandiri hampir terisi penuh. Hal ini menyebabkan sejumlah tenaga kesehatan yang berada disana mengalami kelelahan karena telah melayani pasien dengan waktu yang cukup lama, tidak hanya itu resiko yang dihadapi juga cukup tinggi bahkan dapat mengakibatkan kematian akibat Covid-19.