Mohon tunggu...
Anni Rosidah
Anni Rosidah Mohon Tunggu... Guru - Penulis Buku Arah Cahaya

Jaga Selalu cita-cita dan mimpimu. Jangan Pernah kau padamkan. Mesti setitik, cita-cita dan mimpi itu akan mencari jalannya

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Arah Cahaya Part 12 (Kakakku Pahlawanku)

16 Agustus 2023   13:37 Diperbarui: 7 September 2023   16:19 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Terus kenapa kok tidak kuliah? Malah kerja di luar negeri," tanya Cahaya pada ibunya karena penasaran dengan cerita yang tadi belum selesai.

"Bapak dan ibu tidak punya uang untuk biaya kuliah. Adik-adiknya masih banyak dan semua membutuhkan biaya," jawab Mardiyah.

"Karena tidak ingin mengecewakan masmu, Ibu menjual semua hasil panen padi untuk biaya selama daftar kuliah di Surabaya. Masmu pun daftar Si ... si ... sipenmaru (Dulu, seleksi penerimaan mahasiswa baru di salah satu kampus negeri)," terang ibu sambil terbata-bata karena tak paham istilahnya.

"Meski Ibu mengizinkan dia daftar kuliah, dalam hati ibu berdoa agar ia tidak diterima." Kenang ibu sambil melanjutkan ceritanya.

"Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yakni pengumuman Sipenmaru dari kampus negeri yang diinginkan masmu. Masmu tidak diterima. Mendengar itu, tentu Ibu bahagia karena masmu tidak jadi kuliah," terangnya.

"Namun setelah itu, masmu ingin kerja di luar negri. Kerja di kapal Korea. Dan itu tidak mudah serta membutuhkan banyak biaya. Namun begitu, ibu dan bapak tetap mengusahakannya. Ibu menjual sawah dan hutang di bank demi menuruti keinginan anak lelaki satu-satunya," kata ibu sambil melanjutkan ceritanya.

Waktu itu, bekerja di kapal luar negeri memang menjadi primadona para pemuda. Selain karena gajinya besar, juga bisa keliling dunia, katanya. Tidak seperti sekarang yang sangat miris jika kita mendengar cerita tentang para ABK (Anak Buah Kapal) yang kerja di luar negeri. Selain harus kerja keras tanpa mengenal jam kerja, mereka juga tidak mendapat perlakuan layaknya manusia. Bahkan sampai di larung ke laut jika ada yang meninggal di sana.

Seperti kebanyakan lainnya, jika ingin kerja di luar negeri harus sekolah dahulu bahasa Korea di Jakarta. Hidup di penampungan yang konon katanya kotor dan kumuh serta penuh derita.

"Setelah berbulan-bulan di penampungan, akhirnya masmu berangkat juga. Tidak tega sebenarnya. Punya anak lelaki satu-satunya tapi harus kerja jauh dari keluarga. Tapi tekat masmu sangat kuat. Bahkan ia sampai sakit karena saking inginnya kerja di kapal luar negeri seperti teman-temannya." Kenang Mardiyah.

"Saat di luar negeri, sesekali masmu mengirimkan surat dan foto-foto di tempat kerjanya. Foto di kapal dengan teman-teman sesama orang Indonesia dan dari negara-negara lainnya, dan juga foto ketika berjalan-jalan saat kapal sandar," tambah wanita paruh baya itu kepada anak-anaknya yang sudah mulai tertidur semua.

Memang, seingatku banyak sekali surat dan foto-foto yang dikirim kakakku untuk keluarga. Mungkin dengan maksud agar keluarga bahagia mengetahui keadaannya di sana baik-baik saja. Bertahun-tahun setelah itu, kakakku memang sering pulang pergi bekerja di kapal besar keliling dunia. Setahun di rumah, berangkat lagi dua atau tiga tahun selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun