Adalah Ahmada, anak kelas 6 di Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah ibunya bercerai saat usianya tujuh tahun, Nayla dan Aulia adalah adik  perempuannya yang berusia 5  dan 3 tahun. Sejak orang tuanya bercerai, Ahmada dan kedua adik perempuannya ikut dengan ibunya. Sedangkan ayahnya, hanya sesekali berkunjung dan jarang memberi nafkah kepada anak-anaknya
 Ahmada kecil sudah terbiasa hidup susah tanpa kasih sayang dan pembiayaan dari ayahnya. Sebelum ayahnya menikah lagi, Ahmada masih sesekali menerima uang saku dari ayahnya meskipun tak berapa jumlahnya.
 Setelah menikah lagi, ayahnya itu seakan lupa dengan ketiga anaknya yang masih membutuhkan perhatian orangtua. Meski demikian, tak membuat Ahmada membenci dan tidak berbakti kepada ayahnya. Hal itu karena ibunya selalu menanamkan agar Ahmada selalu menghormati ayahnya.
 Nunik, Ibu Ahmada yang berusia 35 tahun ini bekerja sebagai penjaga warung makan sederhana. Namun seringkali ia tak mampu memenuhi kebutuhan dan sekolah ketiga anaknya . Tak jarang Ahmada dan Nayla berangkat ke sekolah tanpa sarapan dan uang saku. Bahkan untuk kebutuhan pembayaran sekolah kedua anaknya, sering menunggak hingga berbulan-bulan.
 Saat ibunya bekerja, Aulia adik Ahmada yang berusia tiga tahun diasuh neneknya yang seorang janda dan baru ditinggal mati suaminya. Untungnya Zainab nenek Ahmada, masih mempunyai uang pensiun dari suaminya yang pernah pekerja di dinas kebersihan meskipun tak banyak jumlahnya. Tapi setidaknya, masih ada uang bulanan yang dapat ia gunakan untuk menutup kebutuhan hidupnya dan biaya berobat jika sedang sakit.
Dalam hati, kadang Ahmada iri dengan  teman-temannya. Richo, temannya yang yatim bahkan hidupnya lebih beruntung dari pada dia. Meskipun tak punya ibu, setidaknya Richo masih punya kakek dan nenek serta ayah yang kaya dan memanjakannya.  Ia juga  melihat temannya yang yatim. Meskipun ayah atau ibunya sudah meninggal, tapi ia tetap bisa hidup cukup. Mendapat potongan uang sekolah. Apalagi setiap ada bantuan atau santunan, mereka masih sering mendapatkannya.
Namun pikiran itu seakan pupus saat ia masih merasakan elusan lembut sang ibu sebelum tidur. Merasakan sarapan pecel tumpeng yang seringkali dimasak ibunya. ,"Mereka mungkin tidak kekurangan, tapi mereka tidak lagi bisa bertemu dan merasakan kasih sayang dari  ayah atau ibunya yang sudah meninggal. Aku harus bersyukur," nasehatnya dalam hati sambil tersenyum kecil. Hari berganti hari dila
lui Ahmada dalam keadaan serba kekurangan. Saat ibunya pulang kerja adalah saat-saat yang paling ditunggu oleh Ahmada. Karena saat itu, tak jarang ibunya membawa makanan yang diberikan oleh si pemilik warung meskipun tak banyak jumlahnya.
 Jika ada sisa, pemilik warung memang sengaja memberikan sisa makanan yang tak habis terjual kepada Nunik, ibu Ahmada. Bu Suci, pemilik warung sederhana di pinggir kota memang sangat mengetahui kondisi pembantunya itu.
Kadang nasi dan lauk. Kadang juga hanya nasi atau lauk saja. Namun itu sudah membuat Nunik bahagia karena ia  dapat menghemat uang untuk membeli makan malam untuk anak-anaknya. Dengan begitu ia bisa menyisihkan uang empat puluh Ribu Rupiah upahnya setiap hari dari pukul 06.00  pagi hingga jam 16.00 sore. Jika ia tidak bekerja, uangpun tidak ia terima.
 Meski begitu, Nunik sangat bersyukur karena ia masih bisa memperoleh uang empat puluh ribu rupiah setiap pulang kerja. Karena tak banyak majikan yang mau memberikan upah harian seperti bu Suci. Apalagi setiap minggu, ia bisa libur karena warung tempat ia bekerja tutup.
 Warung bu Suci memang buka setiap hari, kecuali hari minggu. Pada hari minggu, pelanggannya yang kebanyakan pegawai perkantoran dekat warung memang  banyak yang libur. Sehingga kalaupun buka pasti sepi pembeli.
,"Bu,  ibunya temanku menitipkan jajanan puding di kantin sekolah. Setiap pulang sekolah ia membawa banyak uang dari dagangannya. Apa ibu bisa  membuat jajanan yang bisa aku titipkan disekolah," pinta Ahmada kepada ibunya yang sedang melipat baju putih lusuh.
Sejenak Nunik terdiam memandangi wajah anaknya yang tampak kurus itu. ," Apa saja jajanan yang sudah ada disekolahmu," Tanya Nunik  penuh antusias.
,"Banyak bu, ada telur puyuh, es lilin, bakpao, nasi bakar, nasi kuning, nasi goreng, sate usus. Pokoknya enak-enak," Jawab Ahmada dengan penuh semangat.
,"Kalau Kerupuk, kacang asin atau  cemilan kering sudah ada," tanya ibunya lagi sambil melanjutkan melipat tumpukan baju.
,"Karena pagi ibu sudah harus berangkat ke warung, kita cari cemilan yang bisa kita buat sore hari, sehingga pagi hari kamu tinggal membawanya ke kantin sekolah. Nanti sore kita ke pengurus kantin untuk menanyakan apa bisa kita menitipkan jajanan kesana," Â ajak Nunik kepada anaknya yang sedang makan krupuk puli buatannya.
,"Bagaimana kalau menjual krupuk puli ini saja. Malam hari Ibu tinggal goreng, terus dibungkus dan paginya aku yang bawa ke sekolah," pinta Ahmada sambil merengek memaksa ibunya untuk menyetujui usulnya.
Dan benar saja, Nunik  menyetujui usul Ahmada. Nunik paham betul, Anaknya itu  memang tidak begitu pandai dalam bidang akademik. Tapi Ahmada bukan anak pemalu. Dia mempunyai banyak cara untuk mendapatkan uang dari orang lain.
Kadang ia disuruh tetangganya belanja, idek-idek (memijit dengan kaki) mbah Waryo tetangganya yang sudah tua, atau bahkan membeli rumput untuk ternak sapi pak Nawi jika siempunya sedang sibuk bekerja disawah. Dengan begitu, setidaknya ia menerima upah yang bisa ia gunakan untuk uang jajannya saat sekolah atau berangkat mengaji sore hari.
Ahmada yang tidak pernah menolak permintaan tolong tetangga-tetangganya membuat ia dikasihi banyak orang. Tak jarang ia menerima baju, makanan dan uang secara Cuma-Cuma dari tetangganya yang iba. Tapi meski begitu, ia dan ibunya tidak pernah meminta-minta.
Orang yang suka meminta-minta itu sangat rendah dihadapan orang lain, maka hindarilah menjadi peminta-minta. Â Berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk bekerja, dan memintalah atau bersandar kepada Allah saja. Nabi pernah menyampaikan, bahwa orang yang mencari nafkahnya dari mengumpulkan kayu bakar lebih baik dari pada meminta-minta. Setidaknya itulah pelajaran yang pernah Ahmada baca dari materi Qur'an Hadis disekolahnya.
Sore hari setelah pulang mengaji Ahmada segera menghampiri ibunya yang sedang memandikan adiknya. ,"Ayo bu kita ke mbak Lastri," ajak Ahmada dengan tidak sabar. Mbak Lastri  adalah pengelola kantin disekolah Ahmada. Mbak Lastri yang setiap hari menjual bermacam-macam jajanan, makanan dan minuman di kantin yang Sebagian besar adalah  titipan dari wali murid yang sekolah di sekolahnya. Mbak Lastri juga menjual Es teh dan sayur serta krupuk upil sambel yang sangat enak.
Setelah memandikan dan mendandani putri kecilnya yang cantik, segera Nunik dan Ahmada menuju rumah mbak Lastri yang terletak diujung desa.
 ,"Assalamualaikum," ucap Ahmada dan Nunik.
,"Walaikum salam," Jawab mbak Lastri sambil menarik jilbab blusukan yang ada dikursi ruang tengah dan mengenakannya.
,"Ow, mbak Nunik, Ahmada. Ayo duduk," ajak  Lastri dengan ramah sambil menyisihkan krupuk upil dagangannya yang ditaruh di kursi ruang tamu dan membawanya masuk keruang tengah.
;"Ada apa mbak Nunik, tumben main kesini. Tanya mbak Lastri penasaran.
,"Iya mbak Lastri. Maaf sebelumnya, tujuan saya dan Ahmada kesini pertama untuk silaturrahmi. Dan kedua mau bertanya, apakah saya bisa menitipkan snack untuk dijual dikantin sekolah,"
,"Ow, iya. Ahmada kemarin juga sudah bertanya ke saya. Boleh saja. Tapi makanan yang dijual dikantin harus makanan yang sehat ya, bukan asal makanan dan minuman," jawab mbak Lastri menjelaskan.
Kantin sekolah memang harus menyediakan makanan yang bebas dari bahan-bahan kimia membahayakan, diolah dengan baik, dimasak matang, tidak berbau tengik serta asam. Penjual juga harus dalam keadaan sehat dan tempat menjual makanannya perlu terjaga dengan bersih.
Menurut Kompas.com, Kantin sehat adalah unit kegiatan disekolah yang memberi manfaat bagi Kesehatan. Karena itu, suatu kantin sehat harus menyediakan makanan utama atau ringan yang menyehatkan, yaitu bergizi, higienis, dan aman dikonsumsi bagi peserta didik serta warga sekolah lainnya.
,"Kamu kan pintar membuat kue dan donat, coba saja menitipkan donat mini ke kantin sekolah. Pasti anak-anak suka,".
,"Kalau Ahmada minta jualan krupuk puli mbak,"
,"Krupuk sudah banyak, kalau roti masih sedikit. Hanya Bakpau saja," saran Lastri.
,"oww, begitu ya mbak, lusa saya akan menitipkan donat mini ke kantin sekolah. Donat saya nanti saya jamin aman mbak Lastri, Â tidak memakai pemanis buatan yang berbahaya untuk anak-anak. Lagian kalau tidak habis bisa dimakan anak saya," Ucap Lastri sambil tersenyum.
,"pertama kali titip tidak usah banyak-banyak. 20 atau 25 biji saja. Nanti kalau habis, jumlahnya bisa ditambah," saran Lastri sambil melihat Ahmada yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka berdua.
Hampir satu jam kemudian, Nunik dan Ahmada pamit karena azan maghrib segera berkumandang. Â Setiap Maghrib dan Isya, Ahmada memang selalu mengumandangkan Adzan di Musholla Al-Hidayah yang terletak diseberang jalan rumahnya.
Malam hari menjelang tidur, ibu Ahmada berbicara kepada Ahmada sambil menidurkan kedua adiknya yang masih balita.
,"Kita berdoa ya mas, semoga ibu, nenek kita semua diberi Kesehatan. Diberikan rejeki yang barokah. Semoga dagangan kita lusa laris. Bisa buat tambahan uang sekolahmu dan adik. Malam hari saat adik-adikmu tidur, ibu akan membuat donat mini sehingga paginya bisa kamu bawa ke sekolah,"
,"Iya bu," jawab Ahmada sambil melihat tayangan upin ipin kesukaannya di televisi.
,"Adik-adikmu sudah tidur, ayo matikan tivinya. Supaya besok bisa bangun pagi,"
,"Segera Ahmada mematikan tivi dan menuju kamar neneknya. Ahmada memang selalu tidur dengan neneknya. Sedangkan ibunya, tidur diruang tengah Bersama kedua adik perempuannya.
Dalam hati, Nunik tahu betul jika anak seumuran Ahmada tidak seharusnya membantu dan memikirkan beban hidup yang tidak ringan. Tapi kondisi membuat Ahmada harus dewasa sebelum waktunya. Apalagi Ahmada yang lahir sebagai anak pertama, ia dituntut oleh keadaan yang secara langsung merupakan pelajaran hidup sebagai bekal untuk masa depannya.
,'Ahmada, Bersabarlah," itulah pesan yang selalu diberikan Nunik kepada anak lelaki yang memasuki usia remaja awal itu.
Alangkah indahnya bagi orang yang memiliki kesabaran. Allah SWT menggambarkan hal tersebut didalam kitab-Nya, ,"Sesungguhnya Allah itu beserta orang yang sabar,".Â
Biasanya, orang hanya melihat hasil dan kenikmatannya saja, tanpa pernah mengingat bahwa sebuah kenikmatan hanya dapat diperoleh melalui proses. Maka sesungguhnya, yang harus kita nikmati itu prosesnya bukan hasilnya, karena hasil hanyalah sebuah efek dari bagaimana kita berproses. Proseslah yang sesungguhnya dilihat Allah. Hingga Merugilah orang yang tidak bersabat dalam proses.
Berharaplah kepada Allah dalam setiap apapun, karena hanya Allah yang tidak akan pernah mengecewakan. Kita harus menikmati proses dan hasil itu disisi Allah. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah yang maha segalanya.
      Sebagai mahluk beriman, bukankah kita harus bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, bersabar untuk tidak melakukan hal-hal  yang diharamkan Allah dan sabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah.
      Sabar juga merupakan sebab untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak keburukan. Hal ini sesuai dengan firman AllahSWT: "Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat." (Qur'an surat Albaqarah :45).
      Hari-hari Panjang dilalui Ahmada dan ibunya dalam kesabaran. Pasang surut kesulitan ekonomi sudah ia rasakan. Namun, sedikit demi sedikit kondisi ekonomi keluarganya mulai membaik. Langganan donat mini nya tak hanya anak-anak disekolah. Tetapi juga para penjual sayur keliling yang setiap pagi mengambil dirumahnya. Belum lagi pesanan jika ada tetangga yang sedang ada acara keluarga dan hajatan.
13 Tahun kemudian, Ahmada tumbuh menjadi lelaki dewasa yang mempunyai karakter dan kepribadian menawan. Kini, Ia dan ibunya bahkan mempunyai toko kue yang besar dengan banyak cabang.
      Donat mini, kue yang dijual atas ide penjual kantin sekolahnya ternyata mampu menjadikan Ahmada dan keluarganya dalam kondisi kecukupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H