,"Kalau Ahmada minta jualan krupuk puli mbak,"
,"Krupuk sudah banyak, kalau roti masih sedikit. Hanya Bakpau saja," saran Lastri.
,"oww, begitu ya mbak, lusa saya akan menitipkan donat mini ke kantin sekolah. Donat saya nanti saya jamin aman mbak Lastri, Â tidak memakai pemanis buatan yang berbahaya untuk anak-anak. Lagian kalau tidak habis bisa dimakan anak saya," Ucap Lastri sambil tersenyum.
,"pertama kali titip tidak usah banyak-banyak. 20 atau 25 biji saja. Nanti kalau habis, jumlahnya bisa ditambah," saran Lastri sambil melihat Ahmada yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka berdua.
Hampir satu jam kemudian, Nunik dan Ahmada pamit karena azan maghrib segera berkumandang. Â Setiap Maghrib dan Isya, Ahmada memang selalu mengumandangkan Adzan di Musholla Al-Hidayah yang terletak diseberang jalan rumahnya.
Malam hari menjelang tidur, ibu Ahmada berbicara kepada Ahmada sambil menidurkan kedua adiknya yang masih balita.
,"Kita berdoa ya mas, semoga ibu, nenek kita semua diberi Kesehatan. Diberikan rejeki yang barokah. Semoga dagangan kita lusa laris. Bisa buat tambahan uang sekolahmu dan adik. Malam hari saat adik-adikmu tidur, ibu akan membuat donat mini sehingga paginya bisa kamu bawa ke sekolah,"
,"Iya bu," jawab Ahmada sambil melihat tayangan upin ipin kesukaannya di televisi.
,"Adik-adikmu sudah tidur, ayo matikan tivinya. Supaya besok bisa bangun pagi,"
,"Segera Ahmada mematikan tivi dan menuju kamar neneknya. Ahmada memang selalu tidur dengan neneknya. Sedangkan ibunya, tidur diruang tengah Bersama kedua adik perempuannya.
Dalam hati, Nunik tahu betul jika anak seumuran Ahmada tidak seharusnya membantu dan memikirkan beban hidup yang tidak ringan. Tapi kondisi membuat Ahmada harus dewasa sebelum waktunya. Apalagi Ahmada yang lahir sebagai anak pertama, ia dituntut oleh keadaan yang secara langsung merupakan pelajaran hidup sebagai bekal untuk masa depannya.