Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Kemiskinan didefiniskan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan).Â
Apabila kita mengibaratkan kemiskinan seperti memasak sepanci nasi, sekelompok masyarakat yang berada pada lingkaran kemiskinan yang kronis diumpamakan seperti halnya kerak nasi. Tersisa sedikit, tetapi sangat sulit untuk mengangkatnya.
Penanggulangan kemiskinan kronis atau kemiskinan ekstrem baru-baru ini menjadi masalah yang mendapat perhatian sangat penting oleh presiden. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, pengentasan kemiskinan ekstrem harus dilakukan secara terkonsolidasi, terintegrasi dan tepat sasaran melalui kolaborasi intervensi, sehingga kemiskinan ekstrem dapat mencapai target nol persen pada 2024.Â
Selama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan perhitungan kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Untuk kemiskinan nasional dihitung menggunakan garis kemiskinan setara 2,5 $PPP. Â
Sedangkan, Tingkat kemiskinan ekstrem dihitung menggunakan garis kemiskinan setara dengan 1,9 $PPP (World Bank).Berdasarkan laporan Poverty & Equity Brief East Asia &Pacific (2019) kelompok penduduk masuk dikatakan masuk kedalam lingkaran kemiskinan ekstrem jika daya beli kebutuhan dasar mereka masih setara dengan Rp11.941 per orang per hari, atau Rp358.233 per orang per bulan.
Berdasarkan standar tersebut, persentase kemiskinan nasional pada maret 2021 adalah sebesar 10,14 persen atau sekitar 27,54 juta jiwa. Sedangkan persentase kemiskinan ekstem sebesar 4 persen hal ini berarti masih sekitar 10,9 juta jiwa penduduk masuk kedalam kategori penduduk dengan kemiskinan yang kronis.Â
Untuk mencapai target kemiskinan ektrem nol persen pada tahun 2024, pemerintah perlu mencari dan membidik dengan tepat siapa saja penduduk yang masuk ke dalam kelompok yang besarnya 10,9 juta jiwa tersebut. Fokus penanggulangan kemiskinan kronis di Indonesia tentunya memerlukan sumbangsi upaya dari seluruh pihak, baik dari lapisan atas pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Target dan sasaran pengentasan kemiskinan ekstrem.
Setahun setelah penentuan target pengentasan kemiskinan ekstrem sebesar nol persen tahun 2024, perlu adanya pembaharuan target kemiskinan yang akan dientaskan pada tahun-tahun berikutnya.Â
Perbaharuan data menjadi sebuah tonggak yang sangat penting pada proses realisasi program pengentasan kemiskinan. Target dan sasaran perlu ditetapkan secara akurat dan valid dengan eror seminimal mungkin. Pada maret 2022, Persentase penduduk miskin telah mengalami penurunan menjadi sebesar 9,54 persen, menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021. Hal ini berarti jumlah penduduk miskin pada maret 2022 menjadi sebesar 26,16 juta orang.
Jika dilihat berdasarkan sebaran spasial, Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022.Â
Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 12,53 persen, turun menjadi 12,29 persen pada Maret 2022. Sedangkan angka kemiskinan berdasarkan sebaran per pulau menunjukan bahwa persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,89 persen.Â
Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,82 persen. Sedangkan dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,85 juta orang), sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,98 juta orang).Â
Namun, Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin tersebut sayangnya belum diikuti dengan pemerataan kesejahteraan. BPS mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau gini ratio pada Maret 2022 sebesar 0,384. Angka tersebut meningkat 0,003 poin dibandingkan kondisi Maret 2021.
Persoalan kemiskinan memang bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.Â
Tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini selain menghadapi kerak kemiskinan, juga harus menghadapi banyaknya penduduk yang rentan atau mudah jatuh miskin ketika terjadi guncangan bencana alam, bencana sosial, ekonomi yang tercatat hampir mendekati tiga kali lipat penduduk miskin yaitu sebesar 24,09% penduduk Indonesia berdasarkan susenas 2014- 2020.Â
Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Sedangkan, Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.Â
Pada periode September 2021–Maret 2022, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2022 sebesar 1,586, turun dibandingkan September 2021 yang sebesar 1,668. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2022 sebesar 0,395, turun dibandingkan September 2021 yang sebesar 0,418.
Setelah memiliki gambaran mengenai target kemiskinan yang harus di selesaikan pada tahun 2024, tentunya sasaran program pengentasan kemiskinan ekstrem menjadi perhatian yang sangat penting.Â
Adanya gejolak yang disebabkan Pandemi Covid-19 mendesak seluruh jajaran pemerintahan dari pusat sampai desa untuk bekerja cepat dalam melakukan pendataan calon penerima bantuan sosial agar tidak ada satu orang pun tertinggal.Â
Pemutakhiran dan singkronisasi data menjadi persoalan yang teramat penting dilakukan sebelum program-program perlindungan dan bantuan sosial di gelontorkan, Selain itu meminimalisasi exclusion error dan inclusion error pada data penerima bantuan perlu menjadi perhatian agar dapat diminalisir seminimal mungkin. Ibaratkan memanah suatu titik bernama kemiskinan ekstrem, langkah awal  yang perlu dilakukan adalah pembidikan sasaran dengan menggunakan busur panah yang tepat.Â
Busur panah yang tepat untuk digunakan dalam menentukan penduduk yang mengalami kemiskinan kronis adalah dengan menyediakan data yang tepat dengan meminimalisasi eror melalui akurasi dan sinkronisasi data yang dilakukan secara kolaboratif multisektor, Busur panah yang digunakan untuk membidik kemiskinan ekstrem tersebut adalah dengan transformasi data melalui registrasi sosial dan ekonomi.
Registrasi dan Update data sosial dan ekonomi merupakan upaya perbaikan dan pengembangan data target program pembangunan bidang sosial, ketenagakerjaan, kewirausahaan, dan ekonomi lainnya yang terintegrasi, akurat, dan terkini untuk mewujudkan target perlindungan sosial menyeluruh dan adaptif.Â
Melalui registrasi sosial ekonomi maka akan dapat digunakan sebagai upaya integrasi data yang akan digunakan dalam penanggulangan kemiskinan, pemberian bantuan sosial dan mengetahui masyarakat rentan miskin apabila terjadi kejadian luar biasa seperti pandemi COVID-19 sehingga dapat diantisipasi agar tidak terjatuh dalam jurang kemiskinan.Â
Sebagai bentuk kontribusi seluruh penduduk Indonesia dalam membantu upaya pengentasan kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada tahun 2024, maka perlu kita tinggkatkan lagi nilai kesadaran masyarakat untuk berkontribusi dalam memberikan data yang akurat dan apa adanya pada saat dilakukannya pendataan sosial dan ekonomi, kesadaran masyarakat ini tentunya akan dapat mengurangi permasalahan ketidaktepatan sasaran pada saat pemberian bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah.Â
Ketika data yang dikumpulkan sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya tentu akan sangat mudah bagi pengambil kebijakan dalam menentukan siapa yang berhak dan yang tidak untuk menerima bantuan dalam upaya pengentasan kemiskinan ekstrem.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.Â
Kemiskinan didefiniskan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan). Apabila kita mengibaratkan kemiskinan seperti memasak sepanci nasi, sekelompok masyarakat yang berada pada lingkaran kemiskinan yang kronis diumpamakan seperti halnya kerak nasi. Tersisa sedikit, tetapi sangat sulit untuk mengangkatnya.
Penanggulangan kemiskinan kronis atau kemiskinan ekstrem baru-baru ini menjadi masalah yang mendapat perhatian sangat penting oleh presiden. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, pengentasan kemiskinan ekstrem harus dilakukan secara terkonsolidasi, terintegrasi dan tepat sasaran melalui kolaborasi intervensi, sehingga kemiskinan ekstrem dapat mencapai target nol persen pada 2024.Â
Selama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan perhitungan kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Untuk kemiskinan nasional dihitung menggunakan garis kemiskinan setara 2,5 $PPP. Â
Sedangkan, Tingkat kemiskinan ekstrem dihitung menggunakan garis kemiskinan setara dengan 1,9 $PPP (World Bank).Berdasarkan laporan Poverty & Equity Brief East Asia &Pacific (2019) kelompok penduduk masuk dikatakan masuk kedalam lingkaran kemiskinan ekstrem jika daya beli kebutuhan dasar mereka masih setara dengan Rp11.941 per orang per hari, atau Rp358.233 per orang per bulan.
Berdasarkan standar tersebut, persentase kemiskinan nasional pada maret 2021 adalah sebesar 10,14 persen atau sekitar 27,54 juta jiwa. Sedangkan persentase kemiskinan ekstem sebesar 4 persen hal ini berarti masih sekitar 10,9 juta jiwa penduduk masuk kedalam kategori penduduk dengan kemiskinan yang kronis.Â
Untuk mencapai target kemiskinan ektrem nol persen pada tahun 2024, pemerintah perlu mencari dan membidik dengan tepat siapa saja penduduk yang masuk ke dalam kelompok yang besarnya 10,9 juta jiwa tersebut. Fokus penanggulangan kemiskinan kronis di Indonesia tentunya memerlukan sumbangsi upaya dari seluruh pihak, baik dari lapisan atas pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Target dan sasaran pengentasan kemiskinan ekstrem.
Setahun setelah penentuan target pengentasan kemiskinan ekstrem sebesar nol persen tahun 2024, perlu adanya pembaharuan target kemiskinan yang akan dientaskan pada tahun-tahun berikutnya. Perbaharuan data menjadi sebuah tonggak yang sangat penting pada proses realisasi program pengentasan kemiskinan.Â
Target dan sasaran perlu ditetapkan secara akurat dan valid dengan eror seminimal mungkin. Pada maret 2022, Persentase penduduk miskin telah mengalami penurunan menjadi sebesar 9,54 persen, menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021. Hal ini berarti jumlah penduduk miskin pada maret 2022 menjadi sebesar 26,16 juta orang.
Jika dilihat berdasarkan sebaran spasial, Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022.Â
Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 12,53 persen, turun menjadi 12,29 persen pada Maret 2022. Sedangkan angka kemiskinan berdasarkan sebaran per pulau menunjukan bahwa persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,89 persen.Â
Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,82 persen. Sedangkan dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,85 juta orang), sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,98 juta orang).Â
Namun, Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin tersebut sayangnya belum diikuti dengan pemerataan kesejahteraan. BPS mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau gini ratio pada Maret 2022 sebesar 0,384. Angka tersebut meningkat 0,003 poin dibandingkan kondisi Maret 2021.
Persoalan kemiskinan memang bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.Â
Tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini selain menghadapi kerak kemiskinan, juga harus menghadapi banyaknya penduduk yang rentan atau mudah jatuh miskin ketika terjadi guncangan bencana alam, bencana sosial, ekonomi yang tercatat hampir mendekati tiga kali lipat penduduk miskin yaitu sebesar 24,09% penduduk Indonesia berdasarkan susenas 2014- 2020. Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.Â
Sedangkan, Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Pada periode September 2021–Maret 2022, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan.Â
Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2022 sebesar 1,586, turun dibandingkan September 2021 yang sebesar 1,668. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2022 sebesar 0,395, turun dibandingkan September 2021 yang sebesar 0,418.
Setelah memiliki gambaran mengenai target kemiskinan yang harus di selesaikan pada tahun 2024, tentunya sasaran program pengentasan kemiskinan ekstrem menjadi perhatian yang sangat penting.Â
Adanya gejolak yang disebabkan Pandemi Covid-19 mendesak seluruh jajaran pemerintahan dari pusat sampai desa untuk bekerja cepat dalam melakukan pendataan calon penerima bantuan sosial agar tidak ada satu orang pun tertinggal.Â
Pemutakhiran dan singkronisasi data menjadi persoalan yang teramat penting dilakukan sebelum program-program perlindungan dan bantuan sosial di gelontorkan, Selain itu meminimalisasi exclusion error dan inclusion error pada data penerima bantuan perlu menjadi perhatian agar dapat diminalisir seminimal mungkin. Ibaratkan memanah suatu titik bernama kemiskinan ekstrem, langkah awal  yang perlu dilakukan adalah pembidikan sasaran dengan menggunakan busur panah yang tepat.Â
Busur panah yang tepat untuk digunakan dalam menentukan penduduk yang mengalami kemiskinan kronis adalah dengan menyediakan data yang tepat dengan meminimalisasi eror melalui akurasi dan sinkronisasi data yang dilakukan secara kolaboratif multisektor, Busur panah yang digunakan untuk membidik kemiskinan ekstrem tersebut adalah dengan transformasi data melalui registrasi sosial dan ekonomi.
Registrasi dan Update data sosial dan ekonomi merupakan upaya perbaikan dan pengembangan data target program pembangunan bidang sosial, ketenagakerjaan, kewirausahaan, dan ekonomi lainnya yang terintegrasi, akurat, dan terkini untuk mewujudkan target perlindungan sosial menyeluruh dan adaptif.Â
Melalui registrasi sosial ekonomi maka akan dapat digunakan sebagai upaya integrasi data yang akan digunakan dalam penanggulangan kemiskinan, pemberian bantuan sosial dan mengetahui masyarakat rentan miskin apabila terjadi kejadian luar biasa seperti pandemi COVID-19 sehingga dapat diantisipasi agar tidak terjatuh dalam jurang kemiskinan.Â
Sebagai bentuk kontribusi seluruh penduduk Indonesia dalam membantu upaya pengentasan kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada tahun 2024, maka perlu kita tinggkatkan lagi nilai kesadaran masyarakat untuk berkontribusi dalam memberikan data yang akurat dan apa adanya pada saat dilakukannya pendataan sosial dan ekonomi, kesadaran masyarakat ini tentunya akan dapat mengurangi permasalahan ketidaktepatan sasaran pada saat pemberian bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah.Â
Ketika data yang dikumpulkan sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya tentu akan sangat mudah bagi pengambil kebijakan dalam menentukan siapa yang berhak dan yang tidak untuk menerima bantuan dalam upaya pengentasan kemiskinan ekstrem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H