Karena secara lintas-budaya incest lebih bersifat emosional daripada masalah hukum, maka istilah tabu lebih dipilih daripada sekedar larangan. Namun, meskipun diakui dalam antropologi sebagai hal yang universal, ketabuan incest dipandang secara berbeda dalam masyarakat yang berbeda, dan pengetahuan tentang pelanggarannya pun menimbulkan reaksi yang sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Beberapa masyarakat menganggap incest hanya meliputi mereka yang tinggal dalam satu rumah, atau yang berasal dari keturunan yang sama; masyarakat lain menganggap incest meliputi “saudara sedarah”; sedangkan yang lainnya lagi lebih jauh mengkaitkannya dengan adopsi atau perkawinan.
Di atas sudah dibahas pengertian incest. Sekarang, mari kita coba pahami incest dari berbagai sudut pandang.
Dalam perspektif biologis, incest atau hubungan sedarah diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini bukan hanya terjadi pada manusia, tetapi juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat dalam pada anak-anaknya. Penjumlahan gen-gen pembawa 'sifat lemah' atau yang disebut gen resesif dari kedua orang tua akan turun pada satu individu (anak) sehingga anak lahir dalam keadaan tidak sempurna karena genotipenya berada dalam kondisi homozigot.
Secara sosial, incest dapat disebabkan oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Anggota keluarga tidak memiliki pembatas ketika hendak berganti pakaian, melakukan hubungan seksual, atau hal lain yang berkaitan dengan terbukanya aurat sehingga anggota keluarga lainnya dapat melihat hal tersebut. Ada kemungkinan gairah akan meningkat ketika melihatnya, meski mereka tahu yang mereka lihat adalah anggota keluarga sendiri.
Beberapa budaya mentoleransi terjadinya incest untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras. Sebagian besar tujuannya adalah untuk mempertahankan harta kekayaan supaya tidak jatuh ke “orang luar”.
Akibat hal-hal tadi, incest tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang terjadinya incest. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, keponakan, serta cucu.
C. PREVENSI INCEST
Prevensi bertujuan untuk mengurangi insiden, menyebarnya gangguan, dan keparahan sebuah masalah tertentu. Terdapat tiga jenis prevensi yaitu prevensi primer (pencegahan), sekunder (deteksi dini), dan tersier (penanggulangan).
1. Pencegahan Primer
- Tidak membiasakan anak di rumah sendirian dengan anggota keluarga yang berlainan jenis.
- Memberikan pendidikan seksual sejak dini.