Mohon tunggu...
Healthy

Incest

24 Januari 2016   16:53 Diperbarui: 24 Januari 2016   16:58 3246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mungkin di antara teman-teman ada yang pernah mendengar istilah incest. Sebenarnya apa sih incest itu? Berikut saya akan coba memberikan penjelasannya.

A.    Pengertian Incest

Incest berasal dari kata lain cestus yang berarti murni. Incestus berarti tidak murni. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan darah. Singkatnya, incest adalah hubungan sedarah yang terjadi antar anggota keluarga. Hubungan ini bisa terjadi antara ayah dengan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki, atau antara kakak-adik.

Incest antara orang dewasa dan anak di bawah umur dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual anak. Kasus ini terbukti menjadi salah satu bentuk pelecehan masa kanak-kanak paling ekstrim, seringkali menjadi trauma psikologis yang serius dan berkepanjangan, terutama dalam kasus incest orangtua. Orang dewasa yang masa kecilnya pernah menjadi korban incest dari orang dewasa seringkali menderita rasa rendah diri, kesulitan dalam hubungan interpersonal, disfungsi seksual, serta berisiko tinggi mengalami gangguan mental, termasuk depresi, kecemasan, reaksi penghindaran fobia, gangguan somatoform, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian borderline, dan gangguan stres pasca-trauma yang kompleks.

Selama bertahun-tahun, hubungan seksual ayah-anak adalah bentuk incest yang paling sering dilaporkan dan dipelajari. Namun, baru-baru ini, penelitian menunjukkan bahwa incest antar saudara kandung, terutama kakak laki-laki yang melecehkan adiknya, adalah bentuk incest yang paling umum. Bahkan beberapa studi menemukan bahwa incest antar saudara kandung berkali lipat lebih sering dibandingkan bentuk-bentuk incest lainnya.

Pelecehan incest antar saudara kandung paling lazim dalam keluarga di mana salah satu atau kedua orangtuanya seringkali tidak hadir atau tidak tersedia secara emosional. Situasi demikian sering membuat saudara kandung menggunakan pelecehan incest sebagai cara untuk menegaskan kekuasaan di atas saudaranya yang lemah. Tidak adanya kehadiran ayah, khususnya, diketahui telah menjadi elemen penting dari sebagian besar kasus pelecehan seksual terhadap anak perempuan oleh saudara laki-lakinya. Dampak merusak pada perkembangan anak akibat pelecehan incest ini mirip dengan efek incest ayah-anak, termasuk substansi penyalahgunaan, depresi, bunuh diri, dan gangguan makan.

Ada keragaman dalam menanggapi incest antar sepupu. Perkawinan dan hubungan seksual antar sepupu dipandang berbeda dalam berbagai budaya, dan mungkin tidak harus dianggap sebagai incest. Di banyak negara, pernikahan antar sepupu adalah legal. Yurisdiksi lainnya, terutama di beberapa Negara Bagian Amerika Serikat, incest tergantung pada tingkat hubungan.

Persatuan kekerabatan tetap istimewa di Afrika Utara, Timur Tengah dan sebagian besar Asia. Pernikahan antar sepupu pertama merupakan hal yang sangat umum di sana. Misalnya, masyarakat Dhond dan Bhittani di Pakistan, mereka mengutamakan pernikahan antar sepupu karena itu bisa memastikan kemurnian garis keturunan, menyediakan pengetahuan yang mendalam tentang pasangan, dan memastikan warisan tidak jatuh ke tangan “orang luar”.

Lebih jauh lagi adalah kasus apabila seseorang berhubungan seksual dengan istri dari almarhum saudaranya. Beberapa budaya melingkupi kasus ini ke dalam larangan incest, hubungan ini lebih disebut afinitas daripada pertalian darah. Sebagai contoh, pertanyaan tentang legalitas dan moralitas seorang duda yang ingin menikahi istri almarhum saudaranya, menjadi subjek perdebatan panjang dan sengit di Inggris pada abad ke-19. Namun kebalikan dengan di beberapa masyarakat lainnya, pasangan dari almarhum saudara justru dianggap orang yang ideal untuk dinikahi. Alkitab Ibrani melarang seorang pria menikahi janda saudaranya dengan pengecualian bahwa, kalau saudaranya itu meninggal tanpa anak, pria itu malah diperlukan untuk menikahi janda saudaranya sehingga “menghasilkan anak untuk dia” (diambil dari Ulangan 25:5-6).

 

B.     BERBAGAI SUDUT PANDANG MENGENAI INCEST

Karena secara lintas-budaya incest lebih bersifat emosional daripada masalah hukum, maka istilah tabu lebih dipilih daripada sekedar larangan. Namun, meskipun diakui dalam antropologi sebagai hal yang universal, ketabuan incest dipandang secara berbeda dalam masyarakat yang berbeda, dan pengetahuan tentang pelanggarannya pun menimbulkan reaksi yang sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Beberapa masyarakat menganggap incest hanya meliputi mereka yang tinggal dalam satu rumah, atau yang berasal dari keturunan yang sama; masyarakat lain menganggap incest meliputi “saudara sedarah”; sedangkan yang lainnya lagi lebih jauh mengkaitkannya dengan adopsi atau perkawinan.

Di atas sudah dibahas pengertian incest. Sekarang, mari kita coba pahami incest dari berbagai sudut pandang.

Dalam perspektif biologis, incest atau hubungan sedarah diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini bukan hanya terjadi pada manusia, tetapi juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat dalam pada anak-anaknya. Penjumlahan gen-gen pembawa 'sifat lemah' atau yang disebut gen resesif dari kedua orang tua akan turun pada satu individu (anak) sehingga anak lahir dalam keadaan tidak sempurna karena genotipenya berada dalam kondisi homozigot.
Secara sosial, incest dapat disebabkan oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Anggota keluarga tidak memiliki pembatas ketika hendak berganti pakaian, melakukan hubungan seksual, atau hal lain yang berkaitan dengan terbukanya aurat sehingga anggota keluarga lainnya dapat melihat hal tersebut. Ada kemungkinan gairah akan meningkat ketika melihatnya, meski mereka tahu yang mereka lihat adalah anggota keluarga sendiri.

Beberapa budaya mentoleransi terjadinya incest untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras. Sebagian besar tujuannya adalah untuk mempertahankan harta kekayaan supaya tidak jatuh ke “orang luar”.

Akibat hal-hal tadi, incest tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang terjadinya incest. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, keponakan, serta cucu.

 

C.     PREVENSI INCEST

Prevensi bertujuan untuk mengurangi insiden, menyebarnya gangguan, dan keparahan sebuah masalah tertentu. Terdapat tiga jenis prevensi yaitu prevensi primer (pencegahan), sekunder (deteksi dini), dan tersier (penanggulangan).

1.      Pencegahan Primer

-          Tidak membiasakan anak di rumah sendirian dengan anggota keluarga yang berlainan jenis.

-          Memberikan pendidikan seksual sejak dini.

-          Ajarkan sang anak dengan mudah dan jelas bahwa alat kelamin mereka adalah milik mereka sendiri dan tidak boleh disentuh orang lain termasuk anggota keluarga.

-          Memberikan pendidikan dan pengetahuan agama.

-          Memisahkan tempat tidur anak mulai umur 3 tahun dari ayah saudara baik sesama jenis kelamin maupun berbeda jenis kelamin.

-          Memberikan pengetahuan bahwa tidak boleh berhubungan seksual dengan anggota keluarga dan apa dampaknya jika hal itu terjadi.

2.      Prevensi Sekunder

-          Jika ada gelagat anggota keluarga yang terlalu dekat atau melakukan kontak fisik berlebihan dengan anggota keluarga lain, berikan nasehat supaya membatasi kontak fisik.

-          Deteksi dini apakah ada perubahan tingkah laku yang signifikan atau tidak, seperti tiba-tiba jadi pendiam, menjauh jika didekati lawan jenis, dan lain-lain.

-          Periksalah anggota keluarga yang mengalami perubahan tingkah laku secara tiba-tiba itu untuk memeriksa adanya luka lecet atau trauma lain, periksa juga penyakit kelamin.

3.      Prevensi Tersier

-          Psikoterapi individual untuk menghadapi sang korban, upaya ini sebagai alur untuk menyalurkan amarahnya

-          Terapi kelompok untuk membantu korban yang telah melepaskan diri dari pelaku incest dan dapat membahas masalah itu secara terbuka dalam kelompok.

-          Ikutsertakan instansi resmi yang menangani masalah perlindungan terhadap anak untuk menangkal tekanan yang dialami anak.

-          Terapi keluarga dapat digunakan untuk menyusun kembali keluarga yang pecah.

Semoga penjelasan yang telah dipaparkan di atas bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi teman-teman semua. Mohon maaf atas segala kekurangannya. Terimakasih :)

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kartono, DR. Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Davison, Gerald. C & Neale, John.M. 2001. Abnormal Psychology 8th edition. New York: John Wiley & Son

Carson, C. Robert;Butcher, James N. 1992. Abnormal Psychology and Modern Life.9th edition. Harper-Collin Publisher Inc. New York.

Coleman, James C. 1978. Abnormal Psychology and Modern Life.5th edition.D.B.Taraporevala 1st edition,Private Ltd. Bombay.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun