Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari Artikel Utama

Tahukah Anda, Dunia Kini di Ambang Kepunahan Tanah?

15 Mei 2022   06:00 Diperbarui: 22 Mei 2022   16:43 1800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perahu milik nelayan terdampar di sekitar Sungai Jeneberang yang mengering di Desa Bili-Bili, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (30/10/2019 (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)

Tahukah Anda bahwa 3,2 milyar orang di seluruh dunia mengalami dampak negatif dari penggurunan? Tahukah Anda bahwa negara-negara di dunia kehilangan 10% Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun akibat penggurunan (1)?

Ya, keprihatinan inilah yang disuarakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-15 (COP15) dari konvensi PBB tentang Penanggulangan Degradasi Lahan (UNCCD). Pada saat artikel ini ditulis, COP15 masih berlangsung di Abidjan, Pantai Gading, Afrika Barat dari tanggal 9-20 Mei 2022.

Ibrahim Thiaw, Sekretaris Eksekutif UNCCD sejak tahun 2019 (2), dalam sambutan pembukaan mengatakan betapa istimewanya COP15 karena diadakan pada saat dunia masih belum pulih dari pandemi COVID-19, krisis alam dan kehilangan tanah yang memengaruhi makanan, energi, industri, dan ekonomi (3).

Tanah, kehidupan, warisan: Dari kelangkaan menuju kemakmuran

Dalam buku “Global Land Outlook” edisi pertama yang diterbitkan tahun 2017, UNCCD memaparkan tantangan yang dihadapi negara-negara di dunia. Dari tekanan pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, urbanisasi, migrasi, konflik kerawanan pangan, energi, hingga air (4).

Dunia di ambang kepunahan tanah | sumber foto: consciousplanet.org
Dunia di ambang kepunahan tanah | sumber foto: consciousplanet.org

Ada keprihatinan bahwa peran vital tanah dalam mengatasi perubahan iklim, mengamankan keanekaragaman hayati, dan menyediakan ekosistem, sangat diremehkan. Ada ajakan agar kita mengubah cara menggunakan dan mengelola lahan dan mengembalikannya kepada fungsi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dan sumber penghidupan bagi miliaran orang.

Akhir April 2022, UNCCD meluncurkan buku “Global Land Outlook” edisi kedua. Dalam buku ini digambarkan kondisi penggurunan yang semakin kronis. Ada peringatan keras tentang ancaman kepunahan tanah dan solusi praktis untuk menyelamatkannya di sini (5).

Ajakan untuk menyelamatkan tanah dari kepunahan | sumber foto: COP15 UNCCD
Ajakan untuk menyelamatkan tanah dari kepunahan | sumber foto: COP15 UNCCD
Melansir UNCCD, penggurunan mengancam mata pencaharian 1 miliar orang di lebih dari 100 negara. Setiap tahun, 12 juta hektar lahan pertanian hilang akibat kekeringan.

Luas dan parahnya degradasi lahan di seluruh dunia, dikombinasikan dengan efek negatif dari perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan akan sumber daya alam yang terus meningkat, memerlukan tindakan segera dan tegas.

Biaya ekonomi dari penggurunan dan degradasi lahan diperkirakan mencapai USD 490 miliar per tahun. Menghindari degradasi lahan melalui pengelolaan lahan yang berkelanjutan dapat menghasilkan manfaat ekonomi hingga USD 1,4 triliun (6).

Kebijakan dan program untuk menghentikan degradasi lahan terkendala tidak adanya tujuan bersama yang jelas serta target kuantitatif untuk memandu tindakan yang terukur dengan batas waktu yang mengikat. 

Pada bulan Oktober 2015, negara-negara anggota UNCCD sepakat membuat terobosan tentang konsep netralitas degradasi lahan (LDN).

LDN bertujuan mengamankan sumber daya alam yang cukup sehat dan produktif dengan menghindari degradasi sedapat mungkin dan memulihkan lahan yang telah terdegradasi. 

Praktik pengelolaan dan perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik akan meningkatkan keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi untuk generasi sekarang dan  yang akan datang.

COP15 mempertemukan para pemimpin pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan utama lainnya dari seluruh dunia untuk mendorong kemajuan dalam pengelolaan berkelanjutan di masa depan dari salah satu komoditas kita yang paling berharga, yaitu tanah.

Tema “tanah, kehidupan, warisan: dari kelangkaan menuju kemakmuran” yang diusung COP15 adalah seruan agar bertindak untuk memastikan tanah, jalur kehidupan di planet bumi, terus memberi manfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang (7).

Ibrahim Thiaw mendorong para peserta untuk bersatu padu memastikan semua kegiatan dan aspirasi diresapi dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan semua orang. Beliau memuji 129 negara yang telah berkomitmen untuk menetapkan target LDN.

Gerakan Selamatkan Tanah (Save Soil Movement) menawarkan solusi terhadap degradasi lahan pertanian global

Sadhguru berbicara di COP15 | sumber foto: Ecowatch
Sadhguru berbicara di COP15 | sumber foto: Ecowatch

Sadhguru, pencetus Gerakan Selamatkan Tanah (Save Soil Movement), merupakan salah seorang pembicara dalam COP15. Disebut “gerakan” karena untuk menyelamatkan tanah dalam skala besar, diperlukan gerakan rakyat yang mengakar.

Menurut Sadhguru, masalah ekologi memang kompleks. Namun, jika kita dapat menawarkan tindakan perbaikan menjadi satu fokus pikiran tunggal yang diartikulasikan secara ringkas dan sederhana, bukan mustahil gerakan rakyat yang sukses dapat tercipta.

“Sejarah upaya ekologis kita menunjukkan sangat sedikit keberhasilan nyata. Sebagian besar karena kita gagal mengubah argumen ilmiah yang kompleks menjadi tindakan sederhana yang mudah dipahami. Protokol Montreal tahun 1987 sering dipuji sebagai satu-satunya perjanjian internasional yang paling sukses hingga saat ini - dan itu terjadi karena ada fokus tunggal untuk melakukan hanya satu hal - menghentikan penipisan lapisan ozon,” demikian beliau memberi contoh (8).

Lebih lanjut Sadhguru mengatakan bahwa ada banyak nuansa ilmiah tentang bagaimana menangani masalah degradasi lahan di berbagai kondisi tanah, zona agroklimat, dan dalam konteks tradisi budaya dan ekonomi yang berbeda.

Beliau lalu menawarkan satu tujuan bersama yakni memastikan bahwa ada kandungan organik minimal 3-6% di lahan pertanian. Ini akan membuat tanah menjadi subur dan berkembang secara berkelanjutan di semua lahan pertanian. Tujuan ini dapat dicapai dengan tiga rangkaian strategi yang pragmatis. Saya akan mengulas strategi ini dalam artikel terpisah.

Baca juga: 2 Penyebab dan 4 Akibat Degradasi Tanah

Tangyar Twitter @ibrahimthiaw
Tangyar Twitter @ibrahimthiaw

Dalam salah satu cuitan di Twitter, Ibrahim Thiaw mengatakan, “Masalah kita adalah bahwa 70% tanah dibajak dan 4,2% diaspal ... Perbaikan nyata yang kita butuhkan adalah di lahan pertanian. Jaga agar tanah tetap hidup … UNCCDCOP15 perlu menghasilkan rencana aksi yang dapat diimplementasikan.” Beliau juga berterima kasih kepada Sadhguru atas komitmennya untuk menyelamatkan tanah.

Baca juga: 8 Kiat Sederhana Merawat Bumi, Rumah Kita Bersama

Tangyar Twitter @sadhguruJV
Tangyar Twitter @sadhguruJV
Sedangkan Sadhguru mengatakan bahwa yang terpenting adalah mengenali tanah sebagai makhluk hidup dan menjaganya tetap hidup. Lebih dari 85% negara di planet ini masih memandang tanah sebagai benda mati. Pendekatan ini harus segera diubah jika kita ingin menyelamatkan tanah.

Seperti kata Sadhguru, waktu hampir habis. Untunglah, kita tahu apa yang harus dilakukan. Dengan pengembangan kebijakan Pemerintah yang tepat, kita dapat mencegah kepunahan tanah di masa depan. Mari kita wujudkan.

Jakarta, 15 Mei 2022

Siska Dewi

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun