Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kabupaten Purwakarta dan Pembangunan Berbasis Budaya

28 Juli 2016   13:11 Diperbarui: 28 Juli 2016   15:21 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepintas kilas orang akan mengira itu topeng Bali karena kelambu kotak-kotak hitam putih mengingatkan orang pada kain kotak hitam putih yang sering diikutsertakan pada upacara-upacara sesaji di Bali. Mungkin topeng raksasa berwarna merah itu simbol dari nafsu lauwamah dan sufiah pada diri manusia yang harus selalu dapat dikendalikan oleh nafsu mutmainah dan fitrah ketuhanan yang dilambangkan dengan warna putih dan hitam. Bupati H.Dedi Mulyadi, SH sendiri menafsirkan warna putih sebagai lambang air dan warna hitam sebagai lambang tanah. Perpaduan air dan tanah, mencerminkan kesuburan, kemakmuran, dan keberlimpahan. Orang Sunda bilang bumi lemah cai.

Pada dinding kiri ruang tamu terdapat lukisan timbul berwarna kuning, sebuah lukisan kereta perang dikendarai oleh seorang ksatria yang sedang menarik busur untuk melepaskan anak panah. Di depan kereta, seorang sais sibuk mengendalikan kuda yang berlari menarik kereta perang. Mungkin ksatria yang sedang memanah itu adalah Arjuna dalam kisah Perang Bharatayudha. Kalau dalam seni pedalangan, lukisan itu menceriterakan  kisah Karno Tanding.

Tampak dalam lukisan kuda-kuda penarik kereta dengan susah payah sedang bergerak maju. Arjuna tampak sedang menarik tali busur untuk melepaskan anak panahnya. Dalam Bhagawat Gita dikisahkan, bahwa Arjuna pada awalnya mengalami kesulitan untuk mengarahkan mata anak panah pada obyek yang menjadi titik sasaran. 

Obyek itu dalam pandangan Arjuna selalu berubah-rubah, sehingga membuat bingung Arjuna. Ketika Arjuna mengeluh karena tidak bisa berkonsentrasi untuk memanah obyek sasaran dengan tepat, Sri Kresna memberi nasihat agar Arjuna berkonsentrasi. Ketika Arjuna kembali berkonsentrasi, Arjuna kembali terkejut karena dia melihat pada obyek yang akan dipanah di medang perang Kurusetra itu ternyata adalah bayangan sorang ksatria yang mirip dirinya sendiri, sehingga Arjuna kembali ragu untuk melepaskan anak panahnya. Sesekali wajah Bhisma dan Drona juga muncul menggantikan bayangan ksatria yang mirip dirinya itu.

“Bagaimanakah hamba harus berpanah-panahan dengan Bhisma dan Drona, ya Pembunuh Madhu. Karena keduanya itu mulia. Sebab terlebih baik jangan membunuh Guru-guru yang maha kuasa itu, walaupun kita makan nasi dalam dunia yang dipintal ini. Tetapi dari sebab membunuh guru-guru yang mengingini kesejahteraan itu, termasuk hambalah makanan yang dicemari darah. Dan hati hamba ini telah dikenai dosa kelemahan.Tiadalah hamba ini hendak berperang,” Arjuna mengendorkan tali busurnya.  Hampir saja Arjuna mogok menolak untuk berperang.

Kemudian Arjuna memohon pencerahan kepada Sri Kresna. “Dengan hati yang tiada tetap pada dharma, bertanyalah hamba kepada tuan. Apakah yang sebenarnya terjadi pada hamba? Katakanlah dengan terang. Hamba murid tuan. Ajarilah hamba. Inilah permohonan hamba,”

Sri Kresna tersenyum, dan berkata kepada Arjuna. “Petemuan dengan alam ini, ya Kuntiputra. Telah menimbulkan perasaan sejuk dan panas, kesukaan dan kedukaan. Kesukaan dan kedukaan dalam hidup ini akan datang silih berganti. Tanggunglah ia dengan hati tetap, wahai Tunas Bharata. Semua yang dilahirkan itu akan mati. Dan yang mati pun akan lahir kembali. Sesungguhnya badan itu mengandung yang baka yang tiada akan punah. Karena itu janganlah tuan susahkan sesuatu yang tidak mungkin tuan elakkan itu.”

Selanjutnya Sri Krisna mengatakan bahwa Arjuna hanya akan dapat mengalahkan musuh-musuhnya hanya apabila dia lebih dahulu dapat mengalahkan dirinya sendiri.  Bayangan yang muncul sebagai kstaria yang mirip dirinya sendiri setiap kali Arjuna berkonsentrasi untuk memanahnya, itu tidak lain adalah bayangan dari nafsu dalam dirinya sendiri yang harus lebih dulu dikalahkan.

Mendengar nasihat Sri Kresna, semangat Arjuna kembali bangkit. Bayangan obyek yang hendak dipanahnya, kembali tampak sebagai dirinya sendiri. Tetapi Arjuna yang telah tercerahkan, kini tidak ragu-ragu lagi. Arjuna pun kembali menarik tali busurnya. Anak panah yang dilepaskannya melesat bagaikan kilat membunuh lawan-lawannya dalam Perang Bharatayudha, sekalipun dalam bayangannya musuh yang akan dibunuhnya itu adalah bayangannya sendiri. Nabi saw dalam salah satu hadistnya juga pernah bersabda, bahwa jihad yang paling berat adalah jihad melawan diri sendiri. Sesungguhnya lukisan itu sedang mengajarkan sebuah kearifan yang bersifat universal kepada siapa saja yang memandangnya.

Setiap tamu yang duduk lesehan di ruang tamu rumah dinas Bupati Purwakarta itu, dapat dipastikan ketika masih menunggu tuan rumah, pandangannya akan menyaksikan lukisan dari kisah perang Barathayudha yang dipajang sebagai hiasan di ruang tamu itu. Mungkin maksud Bupati H.Dedi Mulyadi,SH memasang lukisan yang diambil dari episode perang Bharatayudha itu, terkandung pesan simbolik yang ingin disampaikannya. Yaitu bahwa kemampuan mengendalikan diri  dari keserakahan akan harta, tahta, dan wanita itu penting. Dengan bekal kemampuan mengendalikan diri, korupsi di birokrasi yang dipimpinnya akan dapat dengan mudah di atasi. Ya, Pak Bupati bisa jadi  secara diam-diam sedang menyampaikan pesan pentingnya mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel melalui sebuah lukisan.

Sesungguhnya memaknai simbol-simbol budaya, bukan perkara mudah karena sifatnya yang subyektif dan relatip. Namun demikian bagi rakyat, yang penting memang  bukan apa isi dari janji yang dikomunikasikan baik melalui bahasa simbolik maupun bahasa verbal. Bagi rakyat yang penting adalah pelaksanaan janji dan program yang dapat langsung dirasakan rakyat banyak. Tampaknya, dalam mewujudkan janji-janjinya, Bupati yang pernah berpidato mengenalkan budaya Sunda di forom internasional bergengsi di PBB itu, cukup berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun