Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dimensi Waktu dalam Pembangunan Kota Banyumas

19 Februari 2016   00:53 Diperbarui: 6 Maret 2016   15:11 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di antara keempat daerah otonom yang berada di bawah kendali Adipati Mrapat, hanya Merden yang kurang berkembang, karena ipar Adipati Mrapat, R.Wirayuda rupanya kurang berminat pada urusan pemerintahan. Dia lebih suka pada aktivitas kebatinan dan mistik, dan lebih suka tinggal  di Senon, sehingga akhirnya terkenal sebagai Ki Ageng Senon. Daerah-daerah otonom itu baru mendapat pengakuan sebagai kadipaten, ketika Mataram dibawah Senapati mulai menguasai lembah Serayu.

Dalam Perang Diponegoro, wilayah otonom itu ( Meden, Banjar Patambakan dan Purworejo Klampok-eks Wirasaba menjadi daerah paling gigih membela Pangeran Diponegoro. Hal ini menunjukkan kuatnya ikatan daerah itu pada jaman Mataram.  Pada jaman Mataram, Merden pernah mengalami kemajuan yang pesat. Sayang kemudian jatuh lagi. Pasca Perang Diponegoro keempat daerah eks Kadipaten Wirasaba itu, berada di bawah Pemerintah Hindia Belanda dan berkembang menjadi bagian dari Karesidenan Banyumas. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Banyumas merupakan kabupaten yang pesat perkembangannya, sehingga terpilih sebagai  Ibu Kota Karesidenan Banyumas.

Pada masa Senopati, seluruh wilayah lembah Serayu berada di bawah kendali Mataram. Ekspansi Senapati ke barat relatip berjalan mulus. Tahun 1590 sudah sampai di Cirebon. Tahun 1595 Galuh sudah berada dibawah Senopati. Kadipaten Banyumas, Pasir, Cirebon dan Galuh, termasuk cepat mengakui Senopati, pasca jatuhnya Pajang.

Daerah Lembah Serayu dan Citanduy yang tidak segera mengakui Senopati, hanya Kadipaten Dayeuluhur dan Kadipaten Adireja. Akibatnya kedua kadipaten itu dihancurleburkan oleh Senapati, dengan menimbulkan kerusakan material dan korban manusia yang sangat banyak. Kedua Kadipaten dibakar. Bahkan Kadipaten Dayehluhur dengan istananya yang indah, Istana Salang Kuning yang dibangun oleh Raden Banyak Ngampar, Adik R.Kamandaka itu, terus mengepulkan asap selama sembilan hari sembilan malam. Peristiwa hancurnya Kadipaten Dayeuh Luhur dan Kadipaten Adireja memang tidak diungkap dalam BTJ. Akibatnya luput pula dari perhatian para penulis Babad Banyumas. Kisah lain menyebutkan bukan Senapati yang menghancurkan Dayeuhluhur dan Adireja. Tetapi Sultan Agung.Wallahualam.[Bersambung]

[Bersambung]

 [caption caption="Disain gambar anwar hadja,,latar belakang buku terbitan SIP Publishing dan foto milik Nadija"]

Artikel lanjutan:

http://www.kompasiana.com/anklbrat/proses-pencabutan-perda-no-2-1990-kab-banyumas_56c6ed021397737705ffd712

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun