Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dimensi Waktu dalam Pembangunan Kota Banyumas

19 Februari 2016   00:53 Diperbarui: 6 Maret 2016   15:11 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

6.      Wafat pada usia 43 tahun, ketika putra pertamnya R.Jannah berusia 18 tahun. Sang Adipati Mrapat Wargahutomo II, wafat tahun 1583 M.

7.      Masa Pemerintahan Sang Adipati Mrapat Wargahutomo II ( 1578 – 1583 M).

Dari data di atas kita tahu bahwa menurut Naskah Kalibening pernikahan R.Jaka Kahiman tanggal 15 Rajab. Berdasarkan analisa filologi tersebut di atas pernikahan Jaka Kahiman terjadi pada tahun 1564. Berdasarkan Babad Tanah Jawi, saat itu Pajang masih terlibat perang dengan Aryo Penangsang yang berlangsung hampir dua dasa warsa ( 1549 – 1568 ). Kerajaan Pajang baru berdiri pada tahun 1568 M. Atau empat tahun setelah pernikahan R.Jaka Kahiman dan Rr.Sukartimah. Karena itu paling cepat R.Jaka Kahiman berangkat ke Pajang adalah tahun 1569 M, atau 5 tahun setelah pernikahannya.

Saat  Adipati Wirasaba VI  tahu Pajang memenangkan perang dan Kerajaan Pajang berdiri sebagai penerus Demak, Rupanya Adipati Wirasaba VI ikut bergembira dan tentu saja mengakui kedaulatan Pajang. Untuk itulah Adipati Wirasaba VI mengirimkan menantunya Jaka Kahiman yang rupanya sejak 1569 itu telah diangkat jadi putra mahkota Kadipaten Wirasaba berangkat ke Pajang. Dengan demikian teks Naskah Kalibening, hal 42 yang menceriterkan perjalanan Jaka Kahiman ke Pajang, peristiwa itu diperkirakan  terjadi  pada 27 Ramadhan 1569 M. Sedangkan  teks hal 43  yang menceriterakan kejadian pernikahan R.Jaka Kahiman, peristiwa itu diperkirakan terjadi pada tanggal 15 Rajab 1564 M

Betul pengamatan Sugeng Priyadi, pada Naskah Kalibening tampak tidak ada kesinambungan ceritera antara hal 41 dengan hal 43. Karena hal 41 & 43 menceriterkan kejadian pada tahun 1564 M, sedangkan hal 42 menceriterakan kejadian tahun 1569 M. Memang terjadi selang waktu sekitar 5 tahun.

4.Adipati Mrapat dan Problem  Ketatanegaraan.

Satu masalah lagi yang perlu dikemukakan di sini adalah problem ketatanegaraan yang timbul dalam hubungan  Kraton Pajang - Kabupaten Banyumas setelah  Adipati Wargahutomo II membagi Wilayah Wirasaba menjadi empat bagian yaitu Wirasaba, Merden, Banjar Patambakan dan Kejawar.

Status wilayah yang dibagi itu nampak bersifat otonom sebagaimana disebut oleh Patih Purwosuprojo dengan tepat,”Sederekipun ingkang titiga sami kapisah- pisah  padalemanipun  ingkang sepuh ing Wirasaba, satunggilipun wonten ing Merden lan ingkang satunggilipun malih wonten ing Banjar Patambakan. Punika sadaya sami gadhah jajahan piyambak-piyambak…..”

Bagaimana hubungan ketatanegraan daerah pecahan itu, Merden, Banjar Patambakan, Wirasaba dan Kejawar  dengan pusat pemerintahan di Pajang?  Dimana posisi Adipati Wargahutomo II yang pragmatis, cerdas dan taktis itu?

Karena membagi wilayah Kadipaten Wirasaba menjadi empat, maka Adipati Wargahutomo II mendapat gelar Adipati Mrapat. Tetapi dimata Pajang yang dibagi hanya wilayahnya saja dan bukan jabatan adipatinya. Di mata Pajang yang terjadi  hanya pergantian nama kadipaten saja dari Kadipaten Wirasaba menjadi Kadipaten Banyumas dengan Adipati Banyumas Wargahutomo II. Luas wilayah Kabupaten Banyumas tetap seluas Kadipaten Wirasaba. Adapun ketiga adik iparnya itu memerintah daerah otonominya bukan atas nama Pajang, tetapi atas nama Adipati Mrapat. Sedang Adipati Mrapat memerintah seluruh wilayah Wirasaba yang telah berubah menjadi wilayah Banyumas adalah atas nama Sultan Pajang.

Itu sebabnya ketiga adik iparnya sekalipun memerintah daerah otonom, tetapi tak punya hak dan kewajiban seba dan sowan ke Kraton Pajang. Juga tak punya kewajiban bayar upeti langsung ke Pajang. Yang punya hak dan kewajiban seba dan sowan ke Pajang adalah tetap Adipati Mrapat. Demikian pula upeti yang harus dibayar Adipati Mrapat tidak boleh kurang, yaitu  sebesar upeti sebelum pindah dan sebelum wilayahnya dibagi. Artinya upeti ke Pajang untuk empat daerah otonom itu tetap menjadi tanggung jawab Adipati Mrapat dan tidak boleh kurang.

Tentu Adipati Mrapat juga cukup cerdik. Total upeti ke Pajang untuk empat daerah otonom dibagi empat dan dibebankan kepada iparnya masing-masing. Masing-masing daerah otonom itu menyetorkan jatah uperti ke Pajang lewat Adipati Mrapat. Bambang S Purwoko tepat sekali dalam bukunya Sejarah Banyumas, ketika menyebut Adipati Mrapat sebagai Wedana Bupati terhadap ketiga adik iparnya. (Bambang S Purwoko;Sejarah Banyumas; hal 28). Mungkin maksudnya Wedana Bupati identik dengan Kepala Bupati. Perubahan ketatanegraan baru terjadi pada masa Mataram, karena Mataram kemudian melakukan reorganisasai baru untuk mengendalikan daerah subur Lembah Serayu. Sejumlah daerah otonom itu kelak meningkat jadi kadipaten mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun