Di sudut kamar, aku merenung
Mengayuh langkah menuju dua dua
Teman sebaya melaju, aku tertinggal dalam pilu
Hilang warna pada mimpi yang dulu menggairahkan jiwa
Hari-hari berlalu, aku semakin bersembunyi
Menutup diri dari dunia yang penuh hiruk-pikuk
Kehilangan minat pada hal-hal yang dulu kucintai
Terperangkap dalam sunyi, tak ada yang tahu luka ini mengiris
Dalam hati, aku merindukan damai dan sukacita
Kenangan indah yang terasa semakin jauh
Tak layak, kata mereka, untuk si kepala dua
Namun, hatiku tetap berdegup rindu, mencari pelipur lara
Mereka menilai kekanakan, diskriminasi menusuk hati
Aku tak menggubris, meski rasa tetap mengiris
Aku, hanya ingin didengar tanpa balasan
Mengisahkan keluh kesah, dalam bait-bait sederhana penuh harapan
Biarkan puisi ini menjadi pelarian
Menemukan kedamaian di tengah kesepian
Di penghujung dua satu, kutemukan kekuatan baru
Melangkah dengan hati yang tegar, mengejar sinar janjiNya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H